Bagi A. Teeuw, kehadiran sosok Pramoedya Ananta Toer dan karya-karyanya di medan sastra Indonesia berlangsung dengan cara-cara yang unik. Mengingat bahwa his presence is defined by absence, atau kehadirannya yang justru ditentukan oleh ketidakhadirannya. Sosoknya disangsikan dan karya-karyanya pun sempat dilarang oleh otoritas nasional. Namun demikian, sosok dan karyanya amat diperhitungkan di lingkup pergaulan internasional. Keunikan ini disebut A. Teeuw sebagai hubungan penuh paradoks antara Pramoedya dan karyanya (Saidi, 2000 : 286).
Bagaimanapun, hubungan penuh paradoks ini sangat menentukan bagaimana di bawah hukum pembalikan, sosok dan karya Pramoedya Ananta Toer perlahan diterima di kalangan masyarakat di tempatnya berada. Karena berkaca pada pengalaman pribadi, rasa penasaran saya terhadap sosok dan karya Pramoedya Ananta Toer mulanya dipicu oleh hubungan penuh paradoks ini. Ia membuat saya bertanya-tanya, bagaimana bisa sastrawan cum intelektual yang terkucil secara sosial dan politik oleh se-bangsanya sendiri justru mendulang kehormatan di lingkup pergaulan internasional?
Pertanyaan itu mengantarkan saya pada penelusuran mandiri terhadap gambaran sosok dan karya Pramoedya Ananta Toer di medan sastra Indonesia. Baik yang saya peras dari rekam jejak sejarah, kesaksiannya dalam wawancara media, hingga pemikiran yang terepresentasikan lewat karya-karyanya. Dari usaha tersebut saya mendapati integritas sebagai kecenderungan karakter yang mewakili gambaran akan sosok dan karya Pramoedya Ananta Toer di bidang kesusastraan. Integritas yang saya maksud berkenaan dengan sikapnya yang konsisten untuk memperjuangkan nilai kebenaran, keadilan, dan kemanusiaan.