Selamat Datang di Surga yang Tergerus Kehancuran (sumber foto: BBC)
Selamat Datang di Surga yang Tergerus Kehancuran (sumber foto: BBC)

Tujuh tahun yang lalu, Daffa Rifqi, teman SMKku, suka menyetel lagu-lagu Superiots di tongkrongan. Wajar saja, kala itu, ia mengaku sebagai “anak punk”, maka menyetel lagu-lagu Superiots merupakan kebanggaan baginya. 

Superiots sendiri adalah band beraliran punk dari kota Bogor yang berdiri pada tahun 2009. Band ini beranggotakan Bonet less (Vokal-Gitar), Bime (Gitar), Epang (Bass), dan Kidoy (Drum). Lagu-lagu Superiots pun berisi lirik-lirik anti penindasan yang dibawa dalam genre punk, rock, skinhead, ethnic, rock and roll, bahkan ska.

Nah, dari banyak lagu-lagu Superiots, aku satu yang menarik perhatianku. Judulnya Selamat Datang di Surga Kami. Alasanku menyukai lagu tersebut karena sangat relate dengan kondisi kerusakan ekologi di negeri kita.

Misalnya, pada lirik:

- Poster Iklan -

Sungai indah mengalir deras
Memutari di desa kami
Kini air kotor dan tercampur limbah
Dan tak dapat diminum lagi

Radio Republik Indonesia (RRI) menerbitkan artikel yang berjudul Limbah Pabrik Kelapa Sawit Diduga Cemari Sungai Lawa, di sana diberitakan bahwa Sungai Lawa di Kampung Suakong, Kecamatan Bentian Besar, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur tercemar oleh limbah pabrik kelapa sawit sejak awal tahun 2023.

Kepala Kampung Suakong, Nil John menyatakan pencemaran limbah sawit diduga bersumber dari PT Borneo Citra Persada Jaya yang beroperasi di Kampung Jelemuq Sibaq atau Kampung Tetangga Suakong. Menurut John, kondisi itu membuat warga resah karena Sungai Lawa merupakan sumber penghidupan bagi mereka: mandi, masak, dan cari ikan.

Bahkan, saat limbah sawit itu mengalir, warna air sungai pernah berubah menjadi kehitaman dan mengeluarkan bau busuk. Hewan air seperti ikan, udang, siput, dan kepiting mati karena limbah. Jadi, wajar saja kalau John dan warga pun khawatir akan ekosistem di Sungai Lawa. 

Sedangkan di Papua, Kompas menerbitkan artikel yang berjudul Pencemaran di Teluk Youtefa Jayapura Semakin Mengkhawatirkan, menuliskan bahwa sejumlah logam berat mencemari perairan Teluk Youtefa di Kota Jayapura, Papua.

Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat di Universitas Cendrawasih, Hasmi menyatakan warga yang mengkonsumsi ikan dengan kandungan logam berat bisa terancam banyak penyakit. Misalnya yang marak terjadi di sana adalah penyakit anemia sideroblastik

Hal itu terbukti dalam penelitiannya. Pada tahun 2015, Hasmi meneliti beberapa warga yang tinggal di sekitar Teluk Youtefa yang sering mengkonsumsi ikan. Hasilnya, ada 23 warga dari 75 warga yang menderita anemia sideroblastik

Kemudian pada lirik:

Gunung yang lebat dan menghijau
Pemandangan di desa kami
Kini gundul hancur dirampas mereka
Hingga kini tak hijau lagi

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa negeri kita dikelilingi oleh gunung yang indah dan hutan yang lebat. Namun, menurut laporan Global Forest Watch, sejak tahun 1950, ada lebih 64 hektar atau setara dua kali lipat negara Jerman, hutan hujan di negeri ini yang mengalami deforestasi untuk pengembangan perkebunan sawit, kertas, karet, nikel, dan lain-lainnya. Lalu, sejak tahun 1990 hingga 2020, ada sekitar 25 persen hutan tua, yang umumnya kaya akan keanekaragamanan hayati telah ditebang atau dibakar di negeri ini.

Akhirnya, karena kasus deforestasi tersebut terjadilah bencana seperti dalam lirik:

Bencana datang menghampiri
Menghancurkan separuh negeri
Tangisan derita terjadi
Dan, kini tak pernah berhenti

Tahun lalu, banjir melanda Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Selama seminggu lebih banjir merendam 23 desa di kabupaten tersebut. Muhammad Habibi, Direktur Save Our Borneo, menyatakan banjir selalu terjadi di tiap tahunya.

Dengan itu, orang tua di daerah membangun rumah panggung yang cukup tinggi untuk menghindari rumah kebanjiran. Namun, kini tiap tahun banjir kian menjadi-jadi, bahkan sampai atap rumah. Menurutnya, banjir belakangan ini bukan hanya sekedar curah hujan yang tinggi, tapi juga karena faktor deforestasi yang kerap kali terjadi.

Kalau kita kaji lebih jauh, bahkan kita sebagai masyarakat Jabodetabek ikut terbanyak dari kerusakan alam. Dalam lima tahun terakhir, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Barat mencatat kerusakan lingkungan di Jawa Barat meningkat menjadi 45% dari sebelumnya 65%.

Kita bisa lihat kawasan Bogor seperti Puncak, Jonggol, Cikeas, Hambalang Sentul, dan lain-lainnya yang seharusnya jadi daerah resapan air, kini banyak yang beralih fungsi menjadi proyek properti dan tempat rekreasi. Apalagi, kebanyakan dari proyek tersebut dibangun tanpa  memperhatikan analisis dampak lingkungan (Amdal).

Akhirnya, karena banyak tempat di daerah tersebut yang beralih fungsi, limpahan air hujan seharusnya terserap malah terus mengalir deras hingga membuat Bekasi dan Jakarta mengalami banjir bandang.  Ini bisa kita buktikan dari jumlah tingginya harian curah hujan di tahun sebelumnya. Contoh di tahun 2020 yang di mana curah harian hujan lebih tinggi, tapi banjir bandang di tahun tersebut tidak separah di tahun ini.

Di bawah langit yang kelam
Di atas tanah yang hitam
Di sanalah kami berdiri
Selamat datang di surga kami

Begini kondisi negara kita ini. Langit yang dulunya biru berubah menjadi kelam, tanah yang dulunya mampu memberikan kehidupan masyarakat sekitar kini dirampas mereka pemilik modal. Di negara inilah kita hidup. Negara yang katanya surganya dunia karena keindahan alamnya. Selamat datang di surga kami!

- Cetak Buku dan PDF-

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here