Menjogeti Patah Hati Melalui Campursari Masa Kini (sumber foto: Cultura)
Menjogeti Patah Hati Melalui Campursari Masa Kini (sumber foto: Cultura)

Patah hati merupakan sebuah fenomena dalam hubungan cinta ketika kenyataan tidak sesuai dengan harapan. Dalam Sejarah cinta, kisah-kisah patah hati menjadi perhatian utama dan menarik perhatian. Berbagai negara memiliki kisah patah hati yang melegenda. Di Eropa ada drama Romeo Juliet yang berakhir dengan miris.

Di Cina ada kisah cinta Sang Pek Eng Tay yang berakhir tragis atau kisah cinta antara Dewi Bulan dengan Panglima Tieng Peng yang menjadi salah satu penggerak cerita “Journey to The West”. Di India ada bangunan monumental Taj Mahal yang merupakan mahakarya raja yang sedang patah hati karena ditinggal mati oleh istrinya. Di Indonesia, ada cerita Roro Jonggrang yang dijadikan sebagai monumen patah hati Bandung Bondowoso ketika membangun seribu candi.

Fenomena patah hati ternyata tidak berhenti dalam kisah-kisah historis saja. Fenomena tersebut masih ada dan terus beresonansi, khususnya bagi generasi milenial yang dilanda asmara. Pemicu utama dalam patah hati adalah ketika cinta ditolak atau bertepuk sebelah tangan. Dampak patah hati beragam, mulai dari sakit secara mental hingga yang paling parah adalah bunuh diri karena tidak dapat menerima kenyataan.

Di Indonesia, ada fenomena unik ketika patah hati yaitu merayakan patah hati dengan cara bernyanyi dan berjoget. Genre lagu yang kerab-karib dipakai adalah campursari. Fenomena ini ditandai dengan peristiwa salah seorang legenda campursari diwawancarai oleh seorang youtubers muda Indonesia.

- Poster Iklan -

Legenda itu bernama Didi Kempot yang tampil dalam siniar milik youtuber bernama Gofar Hilmar. Sebagai seorang penyanyi, tentu menjadi kewajiban bagi Didi Kempot untuk membawakan lagu-lagunya ketika diwawancarai dalam panggung terbuka. Saat Didi Kempot membawakan lagu berjudul “Pamer Bojo” saat itulah banyak anak muda Indonesia yang hanyut dalam konsernya.

Anak-anak muda itu merasakan estetika flow saat mereka mendengarkan alunan musik Campursari yang disuarakan Didi Kempot. Setelah diamati lagi, tidak sedikit dari mereka yang tetap menyanyi sambil menangis, meratapi lirik lagunya, tetapi juga sambil berjoget.

Fenomena ini mirip seperti fenomena karismatik dalam penyembuhan yang dilakukan oleh kaum Nasrani. Ada kerinduan bersama secara komunal untuk mencurahkan isi hati melalui lagu-lagu yang disampaikan oleh Didi Kempot. Fenomena itu kemudian viral dan membuat Didi Kempot semakin popular hingga dijuluki Bapak Patah Hati Indonesia.

Ketika diwawancarai dalam siniar lain, Didi Kempot selalu mengatakan bahwa dirinya tidak menduga sama sekali lagu-lagunya diterima kembali oleh generasi milenial. Genre campursari memang bukan merupakan genre baru dalam bentangan musik Indonesia.

Genre ini bahkan sudah dikenal masyarakat sejak era radio masih menjadi media yang paling diminati. Penyanyi campur sari sebelum Didi Kempot pun juga sudah ada, seperti Manthous contohnya. Sedangkan penyanyi yang sezaman dengan Didi Kempot juga tidak kalah banyaknya, seperti halnya Sony Joss dengan lagu “Sri Minggat”.

Dengan penuh kerendahan hati, Didi Kempot selalu mengatakan bahwa dirinya beroleh anugerah ketika generasi milenial kembali menikmati karya-karyanya. Jika diamati lebih lanjut, ada kebaruan yang coba ditawarkan oleh Didi Kempot melalui lirik dan instrument lagu-lagunya.

Kebaruan tersebut adalah keberadaan instrument kendang yang dikemas secara rapi sehingga membuat pendengar berjoget meski lirik yang dinyanyikan tetaplah patah hati. Kebaruan ini merupakan tawaran yang dilakukan Didi Kempot untuk memperbaharui genre campursari. Nyatanya kebaruan tersebut diterima oleh pendengar, bahkan tak sedikit pendengar dari generasi Z yang menikmati lagu-lagu yang diciptakan oleh Didi Kempot jauh sebelum mereka lahir. 

Pasca-Didi Kempot

Setelah Didi Kempot berpulang, fenomena berjoget dan bernyanyi saat patah hati ketika konser campursari masih terus berlanjut. Generasi pasca Didi Kempot melanjutkan tradisi untuk menyanyikan lagu-lagu patah hati bergenre campur sari dengan gaya dan tampilan yang jauh lebih milenial. Salah satu penyanyi yang berhasil menyedot perhatian public adalah Deny Caknan. Pria asal Ngawi ini mampu mempopulerkan salah satu ikon di Ngawi yaitu Tugu Kartonyono melalui “Kartonyono Medot Janji”.

Lagu “Kartonyono Medot Janji” merupakan lagu yang menghantarkan Deny Caknan dari Ngawi menuju panggung dunia. Dari judul lagunya sudah jelas bahwa lagu ini bertema patah hati. Namun pengemasan Deny cukup unik. Ia mengemas lagu ini dengan kemasan anak muda, mulai dari video klip hingga kebaruan campur sari yang ditawarkan. Sama halnya dengan Didi Kempot, Deny memasukan unsur kendang dalam instrumen campursari sehingga memungkinkan pendengar untuk berjoget ketika mendengar lagunya. 

Kebaruan yang ditawarkan Deny ada pada pengemasan video klip lagu-lagunya. “Kartonyono Medot Janji” hadir dengan nuansa anak muda. Video klipnya didominasi oleh anak muda yang berhasil meyakinkan pemirsanya bahwa campursari sangat cocok dan keren dinikmati oleh generasi muda. Stigma bahwa campursari itu musik para pensiunan benar-benar dihapus oleh Deny.

Kemasan yang baru ini didukung oleh teknik pemasaran yang jitu yaitu melalui kanal youtube. Saat lagu-lagu Campursari masih sering ditemui di toko kaset vcd/dvd, Deny berani untuk menyodorkan lagunya di kanal youtube. Tentu hal ini membuat lagu “Kartonyono Medot Janji” menyasar pada beragam sektor warganet dan diputar berkali-kali. 

Inovasi yang dilakukan Deny Caknan berdampak pada popularitas namanya. Ia diundang manggung ke berbagai tempat. Saat konser, Deny kembali menawarkan situasi anak muda dengan permainan flare serta nuansa konser yang sangat dekat dengan kaum milenial, Z, hingga A. Tidak jarang, para penonton Deny Caknan ikut menangis tetapi sambil berjoget ketika lagu-lagu bernuansa patah hati dinyanyikan dalam balutan campursari masa kini.

Keberhasilan Denny Caknan mengobrak-abrik stigma bahwa campursari adalah musik kolot, menginspirasi kemunculan para vokalis muda lainya. Gilga Sahid, Masdho, Ndaru Ndarboy Genk, grup Guyon Waton, dan masih banyak lagi. Mereka dikenal publik dengan lagu-lagu patah hati seperti “Nemen”, “Kisinan”, “Mendung Tanpo Udan”, “Wirang” dan masih banyak lagi.

Posisi Penyanyi Perempuan

Selain inovasi yang disuguhkan oleh penyanyi pria, campur sari masa kini juga diikuti dengan inovasi dari penyanyi perempuan. Beberapa nama yang muncul antara lain adalah Nella Kharisma, Happy Asmara, Yeni Inka, hingga Niken Salindri. Kehadiran penyanyi perempuan memberikan variasi baru dalam menyuguhkan campursari masa kini. Mereka hadir dengan talenta dan tawaran-tawaran gagasan yang notabene adalah pengembangan dari temuan sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa music campursari terus beresonansi dan berinovasi.

Salah satu inovasi yang terlihat dari penyanyi perempuan adalah kemunculan penyanyi Nella Kharisma dengan lagu “Konco Mesra”. Dalam lagu tersebut setidaknya ada tiga inovasi yang dihadirkan. Inovasi pertama adalah  penampilan penyanyi yang tampil dengan gaya kekinian tetapi tetap menjaga kesantunan.

Penyanyi tidak menyodorkan bagian tubuh tertentu sebagai senjata pemikat pemirsa melainkan tetap mengenakan pakaian yang semestinya tapi sesuai dengan zamannya. Dampak dari hal tersebut adalah lagu ini dapat diterima oleh semua kalangan, setidaknya dari aspek visual. Tidak perlu melakukan sensor atau menontonnya secara sembunyi-sembunyi karena tampilan penyanyi ada pada batas-batas kewajaran dan kesantunan.

Inovasi berikutnya adalah memasukan  unsur rap pada pertengahan lagu. Hal ini membuat penyanyi harus mampu untuk menyanyi dengan tempo cepat atau tempo rap pada beberapa bagian lagu. Inovasi ini nyatanya cukup berterima bagi kalangan penggemar campur sari. 

Inovasi terakhir adalah  menggunakan strategi perpaduan bahasa, khususnya bahasa Jawa dengan bahasa Indonesia. Bahasa Jawa yang cenderung digunakan sebagai bahasa ibu atau bahkan bahasa pertama dalam setiap lagu campursari, kali ini digabungkan dengan bahasa Indonesia. Perpaduan antara bahasa Jawa dengan bahasa Indonesia diletakkan secara bervariasi, ada yang dikombinasikan dalam lirik yang sama, tetapi juga ada yang dikombinasikan dalam bait yang sama. 

Perpaduan antara bahasa Jawa dengan bahasa Indonesia tentu berdampak pada rasa bahasa atau nilai rasa yang ditimbulkan. Pendengar yang kurang fasih berbahasa Jawa atau yang bukan penutur bahasa Jawa menjadi paham ketika ada bahasa Indonesia yang menjadi trigger dalam memaknai pesan lagu.

Pendengar yang bukan penutur bahasa Jawa tak langsung meninggalkan lagu tersebut ketika tahu bahwa bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa. Strategi ini sebenarnya sudah direpresentasikan sejak dalam judul, misalnya “Konco” yang artinya “Teman” dan “Mesra” yang diambil dari bahasa Indonesia. 

Pascalagu “Konco Mesra” dirilis, strategi untuk menggabungkan dua bahasa yaitu bahasa Jawa dengan bahasa Indonesia sering diadaptasi dan dilakukan juga oleh penyanyi pria. Inovasi dari segi bahasa ini juga merupakan bentuk dari pemutakhiran campursari yang tujuanya untuk menjadi kontemporer dan berterima bagi generasi milenial, z, alfa, bahkan beta.

Seremonial Patah Hati

Campur sari masa kini yang dijadikan sebagai instrumen untuk menjogeti patah hati merupakan sebuah fenomena unik bagi masyarakat Indonesia. Fenomena  perayaan patah hati hingga julukkan yang disematkan pada Didi Kempot sebagai Bapak Patah Hati merupakan wujud terapeutika tersendiri bagi para pendengarnya. 

Seremonial lagu campursari nyatanya tidak hanya sekedar berhenti di panggung atau kemeriahan konser para penyanyinya. Seremonial ini menjalar hingga acara-acara akademis seperti perayaan di akhir prosesi wisuda hingga perayaan kenegaraan seperti halnya HUT RI. Presiden Joko Widodo memberi ruang bagi campursari melalui penyanyi cilik Farel Prayoga yang membawakan lagu Ojo Dibandingke saat HUT RI ke-77 di Istana Negara. 

Abah Lala, pengarang lagu Ojo Dibandingke turut mencuri perhatian. Salah satu yang tertarik adalah Prabowo Subianto yang saat itu menjadi Menteri Pertahanan. Prabowo kemudian membawa Abah Lala ke Jakarta dan meminta untuk bersedia menyanyikan lagu “Ojo Dibandingke” dalam setiap kegiatan seremonial, yang terbaru adalah HUT Partai Gerindra tahun 2025. Setahun kemudian, pada perayaan HUT RI ke-78, vokalis berbakat Indonesia, Putri Ariani membawakan lagu Rungkad di Istana Negara. Lagu ini membuat seluruh jajaran pejabat eselon tingkat 1 republik ini bersatu padu berjoget bersama.

Lagu campur sari masa kini juga dinikmati oleh kalangan menengah, bukan hanya instrumenya, tapi juga liriknya. Tidak jarang kita temui kutipan-kutipan yang diambil dari lirik lagu campursari, baik untuk status medsos atau dicetak di kaos. Jika pembaca hobi melintasi jalur pantura lintas kota-lintas provinsi, tak sedikit ditemukan tulisan-tulisan di belakang truk yang diambil dari lirik lagu campursari.

Tulisan-tulisan ini selain untuk memperindah, juga untuk memberikan hiburan dan motivasi satu sama lain bagi para pengguna jalan. Di tengah penatnya terik matahari dan kemacetan jalan raya, siapa tahu ada yang sedang patah hati dan berniat untuk berjoget bersama melalui lagu-lagu campursari masa kini. 

- Cetak Buku dan PDF-

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here