MELAWAN LUPA MERAWAT INGATAN
135 nyawa terbantai
Dalam lingkaran oligarki.
Merampas hak hidup
Merampok per rupiah
Yang terbayar per karcis.
135 nyawa melayang
Dengan gas air mata
Yang sudah terkondisikan
Ter skenario dalam kesepakatan,
Dari tahun-tahun sebelumnya.
Tragedi yang tak kan pernah terlupakan
Tragedi stadion Kanjuruhan Malang
Pembantaian generasi bangsa
Pelemahan sendi-sendi sebuah bangsa
Demi kekuasaan
Penguasa oligarki.
Rakyat kecil obyek kapitalis
Warga sipil di kriminalisasi
Yang terbodohkan oleh sistem oligarki.
Ia tak tersentuh hukum.
Mereka tertawa lebar
Dengan menenggak minuman keras memabukkan.
Satu fase mereka merasa menang
Membinasakan generasi bangsa.
Kalian lupa
Atau kalian lebih bodoh.
Tragedi itu kalian coba buramkan.
Menghapus dari setiap jejak waktu,
Dan menganggapnya
Segera berlalu.
Ibu Bumi menyerap rintihannya
Memeluk jasad tubuh tergeletak
Tak bernyawa, tak berdosa.
Bopo Angkoso melihat
Setiap gerak pembantaiannya.
Langit merekam jejak
Saat tragedi tanpa jedah.
Kalian bungkam kami dengan alibi.
Kalian beli setiap pasal.
Pelayanmu terposisi sebagai tumbal,
Agar kau terbebas dari sangkaan
Kejahatan ter organisir.
Bila keadilan dunia terbeli
Tidak dengan keadilan
Langit yang memerah
Bagai api terus berkobar
Tak akan pernah padam.
Kami terus berteriak
Setiap detak waktu
Kami terus berteriak
Hingga menembus langit ke tujuh.
Pada saatnya
Kalian pengkhianat bangsa
Yang ber manuver bersama oligarki
Binasa lebih keji
Di bawah kaki
Ibu Bumi
Dan
Bopo Angkoso yang telah
Mematri , memahat
Melawan lupa !
Merawat Ingatan !
Hingga hidupmu terguncang.
BERGEMIM
Tak bersuara diantara tepian hati
Tak bergemim
Ditengah hiru pikuknya duniawi
Tak menyapa hilir mudiknya
Pejalan nafsu duniawi
Ku disini hanya diam
Hanya menatap
Mengamati baurnya warna kelam
Ku disini hanya diam
Menatapnya
SABDO DADI
Ya Tuhan
Langkah ini terus melangkah
Dengan suasana hati pedih
Kadang terbelenggu situasi
Mataku terus melihat
Mengamati perilaku semua umat
Hingga menyaksikan
Perusakan alam.
Ya Tuhan
Kejahatan yang mereka lakukan
Kekejian yang mereka perbuat
Membuatku semakin marah
Hingga membuatku berucap
Bersabda
Inikah aku terlahir
Sebagai penyambung rasa
Untuk menyampaikan
Kekejian mereka dipermukaan bumi
Dengan sumpah serapahku
Keluarlah dari rongga mulutku
Terjadilah
Sabdo Dadi
KAMU
Hai kamu
Di ujung sana
Kau bersama senjamu
Terusikkah engkau
Dengan nada – nada
Lantunan suara
Yang menggema di dada
Atau kau melupakan
Bahwa kita pernah ada
Meski belum berjumpa
MCW
25 tahun
Kami warga malang
Melalang buana dijalan
Demokrasi penuh intrik
Bersama Malang Corruption Watch
Kami berpijak pada keadilan
Keadilan yang terbungkam kedzoliman
Kami ada
Karna korban kejahatan oligarki
Kami melawan
Karna kapitalis terbungkus presisi
Kami tak tinggal diam
Atas nama NKRI harga mati
Jiwa kami tak akan mati
Terus hidup sesuai nurani
Berjalan tegap mengepal lengan
Untuk merobohkan sendi-sendi korupsi
Yang berpondasi tertanam
Dalam ruang wakil rakyat
Bersama Malang Corruption Watch
Kami terus melawan
Demi keadilan.
TAKDIR
Mendekap waktu
Di antara laju derasnya
Aliran derap waktu
Sesaat terdengar
Suara lirih
Diantara kau dan
Takdirmu
WAKTU
Seutas waktu di antara
Marahnya badai berpeluh angin
Tipis terkikis
Diantara awan dan langit
Ku hanya berpijak hamparan bumi
Bertapak kaki kusam
Ku hanya diam
Terpaku tak bersuara
Namun dadaku bergemuruh
Berkecamuk karna ku melihatnya
Melihat
Melihat kehancuran
Bumi ter rajah semesta.