Pada Hari Ketika Malam Lelap di Pangkuannya Sendiri (Terima)
Malam merah
Kuku-kuku setan menggaruk suara jangkrik
Hingga sepi
Tujuh malam selepas kepergian
Adalah altar persembahan
Yang menggoda anjing-anjing liar
Sesaji tersembunyi;
Berlian di perut bumi
Berkilau-kilau dalam mimpi keluang
Ada yang mengintai
Di tengah malam terpejam
Sepasang ibu dan anak berpelukan
Dingin dan gelap di luar
Sekali lagi kematian bakal menjelang
Jika perut bumi terkoyak
Dalam liur anjing kelaparan
Wajah suami—ayah
Berlesatan di antara cairan bulan
Malam meleleh
Di dalam sebuah lahat
Seorang wanita dengan perut menganga
Menampakkan wajah mungil
Yang kini telah hilang satu jarinya
Wild
Tubuh hutan gemetaran
Dingin bagai halimun
Menyeruak dari pohon-pohon tua
Batangnya rikuh seperti jari ajal
Yang liar, yang ganas
Tidak ada tempat bermukim
Di bawah rindang rimbun dedaunan
Bagi biota satwa
Tanah yang menumbuhkan buah kenangan itu
Tak lebih dari mezbah
Yang berisi jamuan bagi
Rumput-rumput liar
Di atas sebuah makam
Napas menderu
Tumbang satu-satu
Dan kematian menjadi semacam dadu
Yang berisi pertaruhan
Berapa pucuk daun yang bakal gugur
Di senja hari?
Ketika Jarak Melahirkan Tak Lebih dari Cemas
Dan rindu kan membatik sepanjang horizontal cakrawala
Andaikata origami burung yang menerbangkan doa kita
Hilang antara pancang pemancar dan pucuk menara
Lebar jarak kan menggerogoti tugur mimpi
Ibarat dedaunan terancam layu tanpa hangat belai syamsi
Adakah bisa kita harapkan sebuah pelukan selepas ini?