Novel Detail Kecil menggegerkan dunia literasi di tahun 2023. Pada bulan Oktober di tahun yang sama, novel yang memiliki judul asli Tafshil Tsanawi itu, dijadwalkan menerima penghargaan LiBeraturpreis yang rencananya akan diumumkan dalam acara Frankfurt Book Fair. Namun, pihak penyelenggara membatalkan pengumuman itu dengan alasan “Perlunya memberi ruang bagi narasi Israel melawan anti-Semitisme.” 

Sayangnya, hal itu justru membuat Detail Kecil makin mendapat perhatian dunia. Jika Detail Kecil mengambil bentuk manusia, mungkin berwujud pejuang Palestina, yang kurus kerontang, namun lantang, yang kehadirannya dalam diam mampu membuat seluruh dunia tercekam, dan ia berisik hingga mengusik tabir asli para penikmat okupasi.

Detail Kecil ditulis oleh penulis kelahiran Palestina, Adania Shibi. Shibli menulis Detail Kecil dalam dua bagian. Keduanya berbeda total; dari narasi yang digunakan, susunan paragraf, plot, setting, hingga font

Bagian Pertama: Kisah Pemerkosaan Gadis Arab Badui

Bagian pertama mengambil sudut pandang orang ketiga dengan protagonis prajurit yang sedang bertugas dalam operasi pengambilalihan wilayah Negev, perbatasan Mesir dan Palestina, pada bulan Agustus 1949, tepat setahun setelah Nakba. Si prajurit bertugas untuk berpatroli setiap hari di gurun Negev dan memastikan bahwa tak ada lagi orang Arab yang hidup di sana.

- Poster Iklan -

Lewat bagian ini Shibli menyuguhkan pemikiran yang mendasari tindakan para tentara penjajah di Palestina. Yakni, mereka sedang menjalankan tugas negara yang mulia dan tekad untuk membawa kesejahteraan bagi bangsa mereka.

Kita tidak boleh hanya diam, membiarkan hamparan luas, yang bisa menampung ribuan warga kita di tempat pengasingan, terbengkalai begitu saja…” (hal. 33)

Berada di sini dan mengusir mereka adalah kewajiban kita…” (hal. 33)

Mereka menganggap gurun kosong tidak berpenghuni. Maka lebih baik mereka membuat kehidupan di sana dibanding gurun itu “ditelantarkan” oleh orang-orang Arab, yang mereka anggap terbelakang. Shibli tidak menjelaskan kewarganegaraan si prajurit itu, hal ini menunjukkan bahwa negara Israel pada mulanya memang tidak eksis, mereka adalah kumpulan berbagai bangsa yang merampas tanah di wilayah Arab untuk dimodernisasi.

Ketika tengah bertugas, si prajurit menemukan seorang gadis Arab Badui yang terpisah dari rombongannya. Gadis itu kemudian dibawa ke barak dan dari situlah kekejaman terhadap si gadis bermula.

Shibli dengan cerdas memilih kisah “pemerkosaan” untuk menggambarkan satu saja kejahatan Israel—dari sekian banyak. Hal ini mengandung kekuatan untuk mengundang amarah pembaca. Pemerkosaan adalah kejahatan yang mengambil kebebasan diri korban, menimbulkan trauma pada tubuh korban, dan mengusik penerimaan diri sendiri pada korban. Hal ini juga berlaku untuk semua kejahatan yang Israel lakukan. Contohnya, pengeboman yang membuat anak-anak menjadi disabilitas hingga kehilangan kepercayaan diri. 

Shibli turut menegaskan identitas penjajah dan penduduk asli. Si prajurit, ditulis tanpa nama, tanpa asal, seperti halnya para tentara Israel yang tak pernah dipanggil atas tindak kejahatannya. Si gadis, ditulis tanpa nama, hanya sebagai suku Arab Badui, seperti halnya korban-korban kejahatan Israel yang seringkali hanya ditampilkan dalam bentuk angka atau bahkan sampai saat ini tidak tercatat keberadaannya dan kisahnya. Namun identitasnya pasti, yaitu bangsa Arab.

Bagian menarik lainnya adalah, dari awal hingga akhir, si prajurit berjuang mengatasi gigitan serangga yang lambat laun menggerogoti tubuhnya. Serangga adalah hewan umum yang berada di gurun pasir. Narasi bahwa ia kesakitan oleh gigitan serangga menunjukkan bahwa ia tidak mengenal wilayah yang didudukinya, sehingga penghuni asli, si serangga, melancarkan serangan kecil yang lama kelamaan mematikan.

Bagian Kedua: Warga Palestina di Tepi Barat

Bagian kedua menggunakan sudut pandang orang pertama dengan “aku”, seorang karyawan kantoran yang bermukim di Ramallah, Tepi Barat, di tahun 2000-an. “Aku” memiliki keunikan yaitu suka memperhatikan hal-hal detail dibanding hal-hal yang menonjol.

Keunikan itu membawanya menyelidiki kasus pemerkosaan gadis Arab Badui di tahun 1949 yang tertulis di koran paginya. Tulisan sekilas yang kadang terlewatkan, sama halnya dengan berita-berita tentang Palestina selama ini. Rasa penasarannya membuat “aku” memutuskan untuk mencari petunjuk kecil ke museum tentara Israel.

Shibli menggunakan perjalanan tokoh “aku” dari Tepi Barat ke wilayah Palestina yang kini dikuasai Israel untuk menggambarkan detail perlakuan tentara Israel terhadap warga Palestina dan suasana sehari-hari yang ada di sana. Goresan Shibli begitu detail sehingga pembaca bisa dengan mudah membayangkan atau mengkonfirmasi gambar atau kejadian yang sesungguhnya di internet.

Di perjalanan “aku” harus menghadapi tentara Israel di pos-pos checkpoint. Ia juga membeli permen karet dari anak perempuan Palestina yang berdagang di pinggir jalan, ini menunjukkan warga Palestina di Tepi Barat bergumul dengan kemiskinan. Ketika mendengar suara bom, Ia bahkan bisa menebak dari mana suara itu berasal; dari Gaza atau wilayah terdekatnya. “Aku” juga berhasil melihat detail perubahan nama tempat dari berbahasa Arab menjadi bahasa Ibrani, dan garis-garis perjuangan yang terbentang di sepanjang dinding berduri berwujud lukisan, mural, dan lain-lain.

Dan sekarang, di sana bertabur ragam grafiti dan poster, seperti Hukum Hammurabi, nomor telepon penjual tabung gas, dan sejumlah mural karya Bansky sang seniman jalanan. (hal. 70)

Perbedaan signifikan tampak di wilayah Palestina yang kini dihuni pemukim Israel dan penampakan di Tepi Barat. Salah satunya adalah diskriminasi debit air.

Di sini, aku tidak perlu mandi dengan waswas, di Ramallah, jikalau tidak segera menutup keran, aku akan merasa bersalah setelah menghabiskan air di bak penampungan hingga tetanggaku tidak kebagian. (hal. 104)

Hal-hal di atas menunjukkan bahwa meskipun wilayah-wilayah Palestina secara legal adalah milik bangsa Palestina, namun hak-hak warga Palestina, mulai dari hak dasar sekalipun, seperti mendapat pasokan air bersih dan distribusi logistik, diatur oleh Israel. 

Detail Kecil hanya untaian kata ringan yang menjadi rangkuman ketidakadilan yang dialami bangsa Palestina selama puluhan tahun. Sama dengan judulnya, dengan melihat detail kecil suatu peristiwa bisa mengantarkan kita ke akar permasalahan atau fakta seputar kejadian itu.

Sayangnya jarang sekali mereka memperhatikan detail-detail kecil yang mereka anggap tak penting seperti anting-anting, jemari tangan atau kaki, yang membuat lukisan tiruan mereka tidak seratus persen berhasil” (hal. 61)

Detail kecil menyadarkan bahwa perlawanan berasal dari senjata yang paling akrab dengan kita. Adania Shibli menggunakan penanya, melalui bahasa dan tulisan sebagai batu yang dilempar untuk menggores agresor bangsanya. Dalam salah satu wawancara Ia berkata, “Bahasa dapat diserang, disalahgunakan. Namun bahasa tetap menawarkan kebebasan tak terbatas untuk menjadi dan mencintai hal-hal yang tidak bisa kau nikmati di dunia nyata.”

- Cetak Buku dan PDF-

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here