Ronggeng, awalnya merupakan tarian ritual sakral yang melibatkan spiritualitas dan kesuburan, namun kemudian mengalami pergeseran makna menjadi hiburan rakyat, dengan berbagai konotasi yang kadang negatif. Padahal, bila dipahami dengan jernih, pertunjukan Ronggeng memantulkan nilai-nilai budaya, norma sosial, dan dinamika gender di masyarakat Jawa dan Sunda.
Ronggeng: Perempuan dalam Kesusastraan Indonesia menyajikan kajian mendalam tentang sosok ronggeng, lebih dari sekadar tarian atau hiburan tradisional. Buku ini menyoroti bagaimana ronggeng berperan sebagai simbol budaya, identitas perempuan, dan ekspresi sosial yang kompleks, yang sering tersembunyi di balik gemerlap pertunjukan. Buku ini menggabungkan ilmu sastra, sosiologi, dan kajian budaya.
Salah satu fokusnya pada representasi perempuan. Ronggeng digambarkan sebagai figur yang menghadapi tantangan dan batasan sosial, sekaligus sebagai simbol resistensi dan negosiasi identitas. Yulianeta, sebagai seorang akademisi dan pengamat budaya, menantang kita untuk melihat lebih dalam dari sekadar stereotipe yang melekat pada sosok ronggeng. Sosok perempuan dalam ronggeng bukan semata objek pertunjukan, melainkan subjek yang menegosiasikan peran, tubuh, dan pilihan hidupnya di tengah tekanan sosial, ekonomi, dan budaya patriarki. Perspektif ini menantang stereotip negatif yang selama ini melekat pada ronggeng, dan membuka pandangan baru yang lebih apresiatif terhadap peran perempuan dalam budaya tradisional.
Buku ini juga menelusuri representasi ronggeng dalam sastra Indonesia. Analisisnya memperlihatkan bagaimana karya sastra merekam perubahan persepsi masyarakat terhadap perempuan dan budaya, sekaligus memunculkan pertanyaan tentang kekuasaan, moralitas, dan identitas. Selain sastra, buku ini menelusuri jejak ronggeng dari tradisi lisan hingga film. Hal ini memperlihatkan bagaimana sosok ronggeng berevolusi seiring perubahan zaman dan media. Meski makna ronggeng dapat bergeser dari ritual sakral menjadi hiburan tradisional, stereotip negatif tentang perempuan dalam profesi ini tetap melekat di masyarakat. Pendekatan studi historis atau sastra dan refleksi kritis terhadap isu gender, representasi perempuan, dan dinamika budaya membuat karya ini holistik.
Bagian penting lainnya membahas dinamika sosial dan budaya yang memengaruhi kehidupan ronggeng. Menunjukkan bagaimana norma-norma tradisional dan modern saling bertemu dalam kehidupan perempuan, bagaimana seksualitas dikontrol dan dikomodifikasi, dan bagaimana perempuan menegosiasikan ruangnya. Itulah yang membuat buku ini sebagai refleksi kritis tentang isu gender dan representasi perempuan dalam konteks sosial yang lebih luas.
Adanya analisis yang mendalam dan menyeluruh, serta kemampuan menyampaikan gagasan kompleks dengan bahasa yang jelas dan mudah diakses. Dengan begitu, buku ini relevan bagi berbagai pembaca, termasuk mahasiswa, peneliti sastra dan budaya, maupun masyarakat umum yang ingin memahami lebih jauh budaya Indonesia dan peran perempuan di dalamnya.
Secara keseluruhan, Ronggeng: Perempuan dalam Kesusastraan Indonesia adalah karya yang kaya wawasan, menantang stereotip, dan memperluas pemahaman tentang hubungan antara budaya, identitas, dan gender. Ronggeng bukan sekadar tentang tari atau cerita rakyat tetapi juga refleksi kritis tentang kompleksitas sosial dan budaya di balik sosok perempuan dalam tradisi.
Membacanya memberi wawasan baru, membuka perspektif tentang nilai budaya, dan meningkatkan apresiasi terhadap perempuan sebagai subjek yang aktif dalam menegosiasikan identitasnya. Ronggeng bukan hanya sejarah dan hiburan; ia adalah cermin dari perjuangan, ekspresi, dan kekuatan perempuan dalam konteks budaya yang luas dan dinamis
Judul Buku : RONGGENG: Perempuan dalam Kesusastraan Indonesia
Penulis : Yulianeta
Halaman : 124 halaman
Resensator : Monika Ruth