Saat saya berjibaku menyusun disertasi ada yang membuat penasaran. Saya bertanya dalam hati, “Mengapa K-Popers itu tumbuh dengat pesat?” Saya juga melihat banyak mahasiswa saya sangat suka dengan musik asal Korea itu. Bahkan, diantaranya pernah menonton konser K-Pop di Tangerang tahun 2024. Ada yang mengoleksi merchandise. Yang paling penting, para penggemar tersebut mempunyai komunitas dan rajin berkomunikasi sampai bertemu offline.

Waktu itu, saya punya dugaan bahwa mereka menghabiskan waktu untuk melihat grup K-Pop dan idolanya. Koleksi barang saja punya, sering ketemu, berkomunikasi juga rajin bagaimana mereka tidak menghabiskan waktu di dunia digital?

Lalu saya mencari data. Laporan lembaga riset Gitnux (2025) menunjukkan penggemar K-Pop di seluruh dunia menghabiskan waktu 4,5 jam setiap minggu. Apa yang mereka lakukan? Menikmati tontonan dan berinteraksi dengan idola mereka secara online. Bahkan lebih dari 30 juta orang aktif mengikuti akun resmi grup K-Pop yang menampung lebih dari 200 juta anggota aktif.

Tahun 2023, tagar #KPopChallenge pernah mencapai 50 miliar views. Nah, bisa dibayangkan, satu challenge dance bisa melambungkan rookie group (sebutan untuk grup musik terutama industri K-Pop) ke tangga lagu internasional dalam hitungan hari.

- Poster Iklan -

Di era digital ini, satu klik, satu like,  atau satu share dari fandom menjadi penentu arah kesuksesan sebuah grup musik K-Pop.  Tak heran jika banyak grup K-Pop melakukan fan service  (tindakan idola untuk menyenangkan penggemar) seperti melambaikan tangan, memberi tandatangan, fan meeting, hingga “hi touch” (tepukan tangan langsung) untuk mempererat hubungan emosional dengan fans. Itu pernah dilakukan grup BTS.

Ada juga konser, tur dan pop-up store (gerai sementara untuk melayani penggemar). Pernah dilakukan grup TWICE yang  rutin merilis konten berkualitas dan melakukan tur dunia. Pop-up store ekslusif pernah dilakukan BTS di Jakarta tahun 2024. Cara itu memungkinkan  fans membeli merchandise resmi sambil merasakan pengalaman unik bertemu grup. Juga termasuk kegiatan filantropi seperti penggalangan dana untuk kemanusiaan.

Ikatan Emosional

K-Pop tidak akan besar tanpa fandom. Mereka bukan sekadar penonton yang duduk diam. Mereka bagian penting bagi popularitas K-Pop. Mereka ibarat mesin besar yang mendorong industri K-Pop terus melaju. Tanpa fandom yang loyal, musik Korea itu bisa jadi hanya berhenti dikenal di lokal negara Ginseng tersebut. K-Pop adalah kunci yang menjadikan K-Pop sebagai fenomena global.

Tentu saja, namanya juga penggemar akan secara otomatis meniru, menampilkan, mempopulerkan apa yang mereka gemari. Ini seperti gejala psikologi pada diri manusia. Penggemar akan mengungkapkan sesuatu yang membuat mereka suka dan gembira pada orang lain. Dari sini kemudian menarik perhatian orang lain untuk ikut mengenal, melihat, mengamati lalu memutuskan suka dan tidak suka. Jika “sefrekuensi” maka mereka akan ikut dalam hiruk pikuk sebagai penggemar.

Tentu ada banyak alasan mengapa masyarakat suka dengan K-Pop. Bisa jadi hanya sekadar suka. Tetapi meskipun begitu, apa yang dia suka akan terekspresikan dalam ide atau gagasan, atribut dan perilaku. Secara tidak langsung ia sudah “mengikrarkan” sebagai penggemar. Lalu diketahui orang lain. Orang lain itu bisa terdorong untuk ikut menyukainya. Jadi apa yang dilakukan penggemar yang suka K-Pop itu seperti “papan pengumuman” ke orang lain agar ikut menyukainya.

Jadi para penggemar itu bukan sekadar angka saja.  Grup  penggemar seperti komunitas punya rasa kebersamaan yang kuat. Ada sebuah laporan dari Everything Korea. Everything Korea  semacam laporan tahunan Pusat Medis Universitas Korea yang rutin membagikan informasi tentang bagaimana sumbangan donator untuk pasien. Kim Seokjin (Jin) anggota BTS termasuk donaturnya. Laporannya menunjukkan bahwa 65% penggemar pertama kali mengenal idolanya lewat Youtube. Nah, dari sana interaksi berkembang. Dari sekadar menonton Music Video (MV), lalu ikut livestream, lalu saling bertemu secara online.

Dalam fandom sendiri ada sistem yang tidak tertulis. Akibatnya, fans merasa komunitas seperti “keluarga kedua”. Kegiatan dalam komunitas juga dilakukan secara sukarela dengan modal cinta pada idolanya. Itulah kenapa hubungan antara idol dengan fans sangat emosional dan personal. Meskipun jaraknya ribuan kilometer.

Fanpreneurship

Ada istilah baru yang melekat pada fans K-Pop, yakni fanspreneur. Karena selain mengunsumsi semua yang berbagai K-Pop mereka juga produktif. Fanspreneur adalah sisi produktif fans yang mempunyai sambilan menjual merchandise custom, membuat video edit kreatif, hingga menyelenggarakan acara-acara lokal untuk para penggemar. Mereka ini bisa dimasukkan dalam kelompok pengerak inovasi.

Di Indonesia pernah ada birthday project untuk sang idola. Misalnya memasang billboard di pusat kota, menggelar acara nonton bareng, menggalang dana kemanusiaan atas nama sang idol. Itu semua tak hanya memperkuat ikatan fandom yang disatukan oleh musik Korea tetapi juga mendorong perputaran ekonomi kreatif di berbagai negara, bukan?

Fandom adalah Kunci

Jadi jika ditanya apa kunci sukses K-Pop? Jawabannya jelas: penggemar atau fandom. Ibarat nadi dalam tubuh mereka kunci hidupnya K-Pop. Lihat saja, dari layar smarthphone hingga konser di stadion, dari aksi sosial hingga perputaran miliaran dollar fandom seperti benang merah yang menyatukan banyak aspek.

Maka, tanpa fandom K-Pop mungkin hanya musik biasa. Dengan adanya fandom, tiba-tiba menjadi fenomena global. Mengapa? K-Pop bukan soal lagu saja, tetapi ada tarian, komunitas, solidaritas dan mimpi bersama dalam keluarga baru bernama “fandom”.

 

- Cetak Buku dan PDF-

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here