Peramal Kota Tua
kau cium bau daging terbakar ketika membaca riwayat kota
warna tubuhmu berubah menjadi magrib dan subuh. menjadi percik api
kau melihat kehadiran malaikat di setiap telapak tangan
menatap tajam mengancam
merakit kegagalan dan kemuraman
berlayar mencari bayangan. mencari kehilangan.
mencari manusia lain untuk melupakan dirinya sendiri
manusia ingin berjalan mendahului tuhan
Jakarta-Jogja 2025
Batu-batu dan Aku
sejak saat itu. ribuan wajah berlintasan. udara siang wangi masa silam, jauh mendekati batin. mata jari-jariku bergerak ke arah empat kiblat. kicau burung berjatuhan dari langit. sepoi angin. berlari menemui mimpi ribuan batu. pernahkah aku mengerti tentang darahku? dagingku?
kini napasku harum bau tuhan. air mataku, leluhur gelisah membaca batu. telapak kakiku berlumut, musim mematung di atas rumput.
ada yang datang mengetuk tubuhku. serupa kalimat malaikat
Gunung Padang, 30 Juni 2023
Langit Pagi Bogor
Mendengarlah dengan pori-pori tubuh. Berapa lembar suara melintas di setiap sudut dingin? Melebarlah mata. Melihat ribuan aku berjalan memadati jalanan kota. Aku yang mulai bising dan cerewet. Menertawakan renungan-renungan dan mengejar ruang-ruang panjang.
Tanah bergoyang mengucap selamat datang. Pelukan mencairkan segala yang pergi dan pulang. Aku bersila di atas sayap capung.
Bogor, 11 April 2025
Di Kursi Stasiun
: Rendra Agusta
setetes air menjatuhi rambutmu. lalu berasap. tak ada jin tak ada peri. tak ada apa. tak ada siapa. sunya ruri. perjalanan berlipat urat. tiba-tiba merah. di punggung sejarah kita berlarian. mengejar kehilangan demi kehilangan. kepalsuan demi kepalsuan. waktu terpasung. berdiri dekat bara api. matanya berputaran mencari riwayat kekuatan dan ketakutan. abad berjalan melewati pintu tak berkaki. hilang lagi. Lupa kelahiran dan kematian. membuang semuanya demi surga neraka. perang tak berbunyi di sudut-sudut batin. pelan-pelan mengering. retak di sana sini. semakin pingsan. tubuh meleleh
Lempuyangan, Juni 2024-Tirto, 2025
Sepanjang Jalan
Buat: Muzanni
Kata-kata meloncat kesana kemari. Kadang hinggap di tetes air mata
Bibir dan alismu berkicau tentang pagi berhias sepatu baru
Hujan membawamu masuk dalam lobang tak dikenal.
Roda sepeda motor menggiling semua yang tak terduga.
Ketika sore menangis menghujat malam,
kamu bercerita tentang Malaikat berkaki Laba laba.
Lalu
Telapak tanganmu berapi membakar semua yang hampir patah
Lombok – Jogja 2025
Merpati dan Gagak
Gagak ingin terbang membelah awan. Sayang, ia tak bisa terbang tinggi. Merpati suka terbang rendah, memandangi sawah, sungai, rumput dan perkampungan. Kedua matanya terbuat dari mantra para leluhur.
Merpati mencari dahan menaruh ingatan. Gagak hinggap di sulur-sulur kabel kota, mencairkan jeritan lapar. Mereka memberi napas kuil-kuil tua dan halaman rumah.
Merpati dan Gagak pergi ke gunung melepas nyawa untuk kesekian kalinya.
Kyoto-Jogja 2024-2025
Stasiun Gondangdia
Diam
suara kereta mengantar perpisahan
Masih diam.
Aku dan kamu kan bertemu dalam sebutir debu
2025