Sanggupkah dangdut Indonesia menyaingi K-Pop? Pertanyaan bisa dibuat lebih ringan menjadi begini; bisakah musik dangdut mengekor K-Pop?  Keduanya sama-sama menjadi musik khas masing-masing negara. Dangdut khas Indonesia, sementara K-Pop Korea Selatan (Korsel).

Popularitas

Ada sebuah survei yang pernah dilakukan Jakpat. Jakpat semacam platfrom survei mobile  yang menghubungkan perusahaan atau individu yang membutuhkan data survei dengan ribuan responden. Tema survei tergantung “pemesan”.  Tahun 2023, Jakpat pernah mengadakan survei dengan pertanyaan jenis musik apa yang disukai masyarakat Indonesia. Hasilnya, musik dangdut masih menjadi favorit (58,1%) menyusul musik pop (31,3%), daerah (39,9%), keroncong (2,6%), Kasidah/religi (1,2%), Jazz (0,4%) dan Rock (0,3%).

Saat memasuki platform streaming musik pop menduduki posisi paling tinggi (83%), K-Pop (47%), dangdut (37%). Jakpat di tahun 2024 juga mengadakan survei tentang 10 musik pang digemari. Hasilnya musik pop berada di paling atas (71%), dangdut (34%), K-Pop (31%), rock (26%), jazz (25%), klasik (24%), religi (24%), dan hip-hop (22%).

Data di atas membuat dangdut menjadi potensial untuk terus dikembangkan. Namun mengapa dangdut menjadi sulit bersaing dengan jenis musik lain (terutama pop dan K-Pop)? Pertanyaan lebih lanjut, apa yang menghambat musik dangdut menjadi jenis yang paling digemari masyarakat Indonesia?

- Poster Iklan -

Hambatan-hambatan

Pertama, stigma sosial dan persepsi “ketinggalan zaman”. Musik dangdut dianggap peninggalan kuno meski tak kalah populer. Ia juga masih dianggap “ketinggalan zaman”. Penggemarnya saja orang-orang “jadul”. Bandingkan dengan penggemar K-Pop dengan generasi mudanya. Padahal musik dangdut menjadi favorit saat acara pesta, resepsi, karaoke keluarga, bahkan acara pemerintah. Tapi, anggapan bersifat “tradisional” masih melekat kuat. Bahkan stereotip dangdut yang berkaitan dengan “vulgar” masih ada. Itu semua membuat generasi muda tidak tertarik.

Kedua, dampak globalisasi K-Pop. Fakta ini harus diakui secara jujur. K-Pop datang dengan produksi musik dan visual sangat profesional (koreografi, fashion, make up, storytelling visual). Berbeda dengan dangdut kan? Dangdut masih sangat minimalis dalam promosi dan sering minim riset pasar maupun manajemen baru.

Ketiga,  infrastruktur dan monetisasi. Monetisasi adalah proses mengubah sesuatu menjadi sumber pendapatan. Artinya pula, apakah musik bisa dijual dan menghasilkan pendapatan atau tidak. Monetisasi dangdut sering terhambat oleh sistem royalti yang belum kuat. Meskipun pemerintah sudah memperbaiki sistem manajemen Hak Karya Intelektual (HKI) sejak 2019, pelaksanaannya belum berjalan baik. Pelanggaran HKI juga belum tegas dan nyata. Ini juga kurang mendorong pencipta, penyanyi, distributor lagi tidak antusias mengembangkan musik dangdut.

Keempat, distribusi dan konsumsi digital belum optimal. Mayoritas masyarakat Indonesia masih mengakses musik secara gratis. Pelanggan layanan streaming pun sedikit. Akibatnya, distribusi dan pendapatan digital untuk jenis musik lokal belum maksimal. Dangdut menjadi salah satu korban fakta tersebut.

Kelima, kurang inovatif dan adaptasi. Lagu dangdut hanya begitu-begitu saja. Meskipun itu alasan untuk mempertahankan keaslian, tetapi hanya membuat “jalan ditempat”. Dangdut komersial belum banyak berkolaborasi atau menggabungkan elemen global, misalnya K-Pop (yang memang sedang trend saat ini). Perlu ada revolusi musik dangdut baik menyangkut lirik, musik dan pemasarannya. Jika tidak, dangdut hanya akan menjadi “pemain lokal” saja.

Peluang Cerah

Lalu apa saja peluang agar musik dangdut semakin populer? Populer ini tentu berarti bukan akan menyaingi K-Pop,  apalagi menikungnya. Mengikuti popularitasnya saja sudah bagus. Setidaknya ada beberapa catatan yang layak diusulkan.

Pertama, munculnya “hip-dut” dan dangdut koplo modern. Ada hip-dut, yang muncul sebagai perpaduan antara trap (bagian musik hip-hop dari Amerika Selatan), elektronik dan dangdut. Lagu “Garam dan Madu” (dirilis akhir 2024) mendapatkan 138 juta views di Youtube (per Agustus 2025). Lagu itu populer tidak saja di Indonesia tetapi juga Malaysia. Lalu dangdut koplo pop (paduan dangdut dan pop modern) membawa angir segar pula. Contoh lagu Via Vallen berjudul “Lagi Syantik” dan “Meraih Bintang”.

Kedua, kolaborasi dangdut-K-Pop. Di televisi Indosiar pernah ada Dangdut K-Pop 29THER (2024). Acara itu mempertemukan penyanyi dangdut dan idola K-Pop dalam kolaborasi musik. Acara tersebut mendapatkan respon bagus dari penggemar. Bahkan meskipun penggemar K-Pop merasa unsur K-Pop lebih dominan, hal itu akan membuka ruang “perkawinan” budaya baru (dangdut-K-Pop).

Ketiga, media sosial sebagai pasar baru. Tiktok dan Youtube memungkinkan penyebaran lagu dangdut secara cepat. Lagu dangdut dan goyangannya bisa cepat viral lewat tari, lirik dan musik khasnya menjadi semakin luas penyebarannya.

Keempat,  adanya kebangkitan musik lokal. Data menunjukkan adanya peningkatan tajam dalam konsumsi musik lokal. Lagu-lagu dangdut berbahasa daerah mulai bermunculan dan populer melalui media sosial.

Lagu-lagu Denny Caknan (pencipta dan penyanyi lagu pop dan koplo  berbahasa Jawa) sangat populer dan beberapa lagunya menjadi backsound video di Tiktok. Musisi asal Ngawi, Jawa Timur itu memanfaatkan media sosial untuk menyebarkan lagu-lagunya. Data dari Reddit.com porsi musik lokal di Indonesia naik dari 23% menjadi 35% dari total streaming. Sementara K-Pop turun dari 12% menjadi 8%.

Dangdut punya modal kuat dan pengemar yang loyal. Punya hubungan dengan masyarakat Indonesia pula. Tetapi untuk bersaing dengan K-Pop di dunia digital memang masih kalah. Perlu ada transformasi (visual, distribusis, monetisasis, kreativitas).

Kasus hip-dut atau acara seperti di televisi Indosiar yang disebutkan diatas sebenarnya menjadi bukti bahwa musik dangdut punya potensi berkembang. Tentu saja, dangdut perlu berkembang tanpa kehilangan identitas keindonesiaanya.  Saatnya, pemerintah mulai melirik dangdut karena  ia juga punya keuntungan material ke depan jika digarap secara serius.

- Cetak Buku dan PDF-

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here