Pada suatu siang yang lengang di desa Bil’in, seorang anak laki-laki berdiri di belakang kawat berduri. Di tangannya tergenggam bola bekas yang lapis kulitnya mulai terkelupas. Matanya menatap sebuah lahan yang dulunya penuh zaitun, tempat ia dan teman-temannya biasa bermain kejar-kejaran.
Tapi sekarang, semua itu telah dibelah tembok beton setinggi delapan meter, yang menjulang tanpa kompromi. Di baliknya, permukiman baru telah berdiri megah, lengkap dengan lampu-lampu jalan dan pagar besi yang rapi.
Pemandangan seperti ini bukan cerita fiksi. Dan hari ini, seperti hari-hari sebelumnya, ratusan ribu warga Palestina hidup dalam lanskap yang berubah drastis berupa wilayah yang dahulu menyimpan sejarah keluarga, makam leluhur, dan jejak-jejak kehidupan sederhana, perlahan dikikis dan digantikan oleh struktur yang tak mereka undang.