Dalam sebuah meeting dengan team sales sebuah percetakan di Jawa Timur, Saya khusyuk mendengar keluhan dari salah satu crew sales yang menyatakan bahwa, dia banyak mendapatkan penolakan saat melakukan penawaran. Seorang anak muda yang Saya tahu termasuk rajin menyimak pembahasan, rapi mencatat, dan disiplin menerapkan apa yang dibahas dalam sesi bimbingan dan pendampingan.
Bagus nggak mendapat penolakan itu? Saya tanya ke Dia, dari 100 pesan yang dikirim, berapa yang tidak berbalas? Berapa yang berbalas saja tanpa order? Dan berapa yang dapat balasan dan berbuah orderan?
Muncullah angka, misalnya, dari proses 100 pesan yang dikirim :
❌ = 70 nomer tidak respon
⚠️ = 20 nomer respon tanpa order
✅ = 10 nomer respon dan jadi order
Lumrah nggak ketika petugas kemudian ditanya, bagaimana hasilnya?
Kemudian petugas tersebut menjawab :
“Banyak yang nggak respon?”
Apakah jawaban tersebut benar? Tentu saja benar, tidak diragukan lagi. Tentu mudah dipahami, jika dari 100, sebanyak 70 atau 70% tidak merespon, maka pernyataan “Banyak yang nggak respon”, valid dan akurat.
Kemudian Saya lanjut bertanya, apakah ada yang respon? Ada sebanyak 30.
Saya perdalam pertanyaan, dari yang respon apa ada yang sampai beli dan order? Ada sebanyak 10.
Maka, jawaban : “Banyak yang nggak respon”, benar secara jawaban, namun salah secara pola pikir.
Karena jika ikuti pola pikir bahwa banyak yang tidak respon, maka akan memandu pada kesimpulan prematur, bahwa proses yang dilakukan tidak efektif, sehingga akan berujung pada kesimpulan, kalau tidak efektif, maka tidak perlu dilakukan lagi ke depannya. Hla, kan tidak efektif, banyak yang tidak respon?
Sebentar……….
Bagaimana jika, Kita balik pola berpikirnya, bahwa sedari awal memang Kita menyasar yang merespon sebanyak 30 orang? Bagaimana kalau memang sedari awal memang Kita mencari pembeli yang 10 orang?
Maka sebenarnya, proses yang Kita lakukan, memang sudah benar, sesuai rencana, dan efektif.
Makanya dalam proses sales dan follow up, memahami kaitan antara jumlah prospek atau leads, disambungkan dengan response rate, dan disimpulkan dengan closing rate.
Jika tidak dibekali dengan benar, maka proses penawaran dan follow up akan jadi momen patah hati setiap hari bagi sales, karena merasa dicuekin, dikacangin, dan ditolak tolak melulu.
Mental aman? Pastinya enggak, karena bakalan mental mentul, dibuai mimpi ekspektasi, tapi dibangunkan dan dihempaskan realita, bahwa semangat Kita menawarkan belum tentu mendapat respon yang menenangkan dan menyenangkan. Tapi harus terus menawarkan.
Caranya ya cuma satu. Karena Kita nggak tahu siapa 10 orang yang bakalan beli hari ini, siapa 20 orang yang merespon saja, dan siapa 70 orang yang tidak merespon sama sekali, Solusinya, ya tetap ditawari semua, 100 tetap di list, mengajak komunikasi, memicu percakapan, dan melakukan penawaran.
Faktanya, response rate 30% dan closing rate 10%, tentu masih merupakan angka yang cukup bagus. Menawarkan ke 100 orang, dengan 10 orang diantaranya beli, masih OK dan jadi semangat buat crew sales terus jalan dan jualan.
Kalau pengen naik jumlah response rate dan closing rate nya, gimana? Biar omzet makin moncer dan gacor?
Ada 3 pilihan yang dapat ditempuh, sebagai jalan peningkatan. Pertama : upaya meningkatkan jumlah orang yang dihubungi setiap harinya. Kalau awalnya 100, ditambah jumlah 50, jadi total 50, maka dengan response rate yang sama akan menghasilkan 45 orang yang respon dan berujung pada 15 orang yang beli.
Kedua : meningkatkan kualitas dari prospek/ leads yang dihubungi. Maka, bisa saja yang dihubungi tetap 100, namun mutu dari prospek yang ditingkatkan, lebih dipertajam dalam hal misalnya jenis kelamin prospeknya, rentang usianya, lokasinya, atau status sosial ekonomi dan penghasilannya.
Ketiga : meningkatkan kemampuan komunikasi, negosiasi, maupun kemampuan closing dari petugas yang bertugas menjadi sales. Ibarat pemburu, maka skill berburunya Kita tingkatkan, alat dan perangkat berburunya lebih dimutakhirkan, skill penguasaan dan penggunaan alatnya didorong agar lebih terampil.
Mau tempuh cara yang mana? Ya kalau punya sumberdaya yang memadai, lakukan ketiganya, jangan kayak orang susah, mendang mending melulu.
Poin yang dapat digarisbawahi, jika melakukan semua yang disarankan, apakah penjualan bisa nambah? Orderan dan omzet bisa naik? Ya belum tentu juga.
Apalagi jika tidak melakukan apa apa.