Berbicara mengenai hukum, pernahkah terbayang jika seekor udang bisa digunakan untuk menguak kebenaran dan menegakkan keadilan? Di tengah maraknya pembahasan mengenai putusan hukum yang bertele-tele dan tak kunjung menemui titik terang, sebuah buku berjudul Potane Pofnor: Sistem Pembuktian dan Makna dalam Praktik Kearifan Lokal Orang Aifat – Suku Maybrat di Papua Barat Daya hadir untuk memberi tahu pada kita semua bahwa orang Aifat-suku Maybrat di pedalaman Papua Barat Daya, menegakkan keadilan dengan penuh makna tanpa kekerasan. Buku ini bukan saja penerapan dari kajian Antropologi yang ditulis oleh seorang lulusan Antropologi, Vebilina Turot, S.Sos, melainkan sebuah langkah awal untuk memperkenalkan sebuah ritual tradisi yang menyimpan begitu banyak nilai.
Seperti yang Vebilina tuliskan dalam buku ini, secara etimologi, potane pofnor berasal dari bahasa Maybrat. Potane pofnor terdiri dari dua suku kata, yaitu potane dan pofnor yang memiliki arti berbeda pula. Suku kata potane sendiri, terdiri dari dua suku kata yang memiliki arti masing-masing. Po yang artinya barang (membuktikan atau bukti) dan tane yang artinya mencari tahu sehingga potane dapat dimaknai sebagai barang atau alat yang dapat digunakan untuk menyelidiki kebenaran suatu masalah atau alat yang digunakan dalam pembuktian (mengungkapkan) suatu penyebab masalah.
Untuk kata pofnor juga terdiri dari dua kata, yaitu po yang diartikan sebagai barang dan fnor adalah jenis mawi (udang) yang digunakan dalam pembuktian. Jadi, pofnor adalah satu jenis mawi yang menggunakan udang. Udang sebagai media atau alat yang digunakan dalam ritual untuk pembuktian secara adat. Praktik ini berakar kuat pada kepercayaan bahwa udang (mawi) adalah saksi hidup yang bisa mengungkap kebenaran dalam berbagai permasalahan, seperti kasus pencurian atau perselingkuhan.
Dalam buku ini, Vebilina Turot dengan terampil menyampaikan segala sisi dari pelaksanaan ritual. Ia menjelaskan secara rinci bagaimana kearifan lokal ini terlaksana, mulai dari persiapan bahan, proses, hingga hasil akhir yang didapatkan untuk menunjukkan kebenaran. Setiap tahap yang dilalui menyimpan makna yang mendalam. Dalam praktik mawi udang, terdapat simbol-simbol yang mengandung makna tertentu, seperti udang yang hidup dan memiliki jari-jari lengkap mengibaratkan manusia yang hidup dan secara fisik lengkap. Hal itu karena tidak mungkin kita mengajak orang mati untuk ikut bekerja suatu pekerjaan, tetapi orang hidup yang seharusnya diajak untuk kerja. Kayu pofnor yang diletakkan pada kain merah mengandung arti bahwa hal itu berbahaya dan tidak bisa disentuh atau dipegang oleh sembarangan orang.
Hasil dari pembuktian itu diikuti dengan proses bayar-membayar (penyelesaian) atau saling memaafkan sehingga dengan sendirinya akan memperbaiki hubungan yang rusak (menyelesaikan konflik) menjadi baik. Sejak dulu, orang Aifat melakukan ritual ini, mulai dari alat dan bahan yang digunakan hingga proses pelaksanaannya telah memberikan simbol hubungan manusia dengan alam dan manusia dengan manusia. Dengan itu, kita akan tersadar apabila keberadaan hutan ini begitu penting untuk kelangsungan sebuah kearifan lokal. Menjaga hutan sama artinya dengan menjaga identitas daerah dan melindungi tradisi di dalamnya.
Salah satu hal yang menarik, penulis buku ini adalah seseorang yang lahir dan besar di Ayawasi, Kabupaten Maybrat. Latar belakang ini menjadikan buku penuh dengan kedalaman riset karena penulis tak hanya mengamati, tetapi benar-benar tumbuh di dalamnya. Buku ini mengajak pembaca membayangkan bagaimana ritual itu terlaksana, lengkap dengan gambar-gambar yang semakin mempermudah pembaca dalam memvisualisasikan ritual itu menjadi lebih hidup. Bahasa yang digunakan juga mudah dipahami sehingga apa yang disebutkan bisa tersampaikan dengan mudah.
Dari segala aspek positif yang ada dalam buku ini, ada satu sisi yang mungkin bisa digali lebih mandalam. Hal-hal mengenai dampak yang terjadi setelah ritual itu mengeluarkan hasil mungkin bisa menjadi ide lain yang bisa dieksplorasi lebih lanjut di kemudian hari. Namun, secara keseluruhan, buku ini benar-benar menarik untuk dibaca, baik untuk peminat kajian antropologi, kekayaan budaya, maupun siapa saja yang penasaran dengan berbagai kebudayaan yang ada di negeri ini. Melalui buku ini, kita bisa memahami bahwa di tengah pesatnya arus perkembangan zaman, ada sebuah tradisi yang masih terus berjalan dan berperan penting dalam kehidupan.
Identitas Buku
Judul : POTANE POFNOR Sistem Pembuktian dan Makna dalam Praktik Kearifan Lokal Orang Aifat – Suku Maybrat di Papua Barat Daya
Penulis : Vebilina Turot
Jumlah halaman: xx + 99
Tahun terbit : 2025
Penerbit : Jejak Pustaka
ISBN : 978-623-524-156-2
Saya suka membacanya..
Keren, artikel ini membuka pandangan saya tentang hal yang sebelumnya belum saya ketahui👍