Pernah tidak sih Anda mikir, “Tulisan orang lain kan juga hasil dari membaca tulisan sebelumnya. Jadi kalau saya menulis hal yang mirip, itu termasuk plagiat tidak, ya?” Tenang, Anda tidak sendirian. Banyak orang punya pertanyaan yang sama.
Sebenarnya, tidak ada tulisan yang benar-benar “murni” dari nol. Semua ide muncul karena kita pernah membaca sesuatu, mendengar cerita orang lain, atau mengalami sesuatu yang mirip. Bahkan, bisa jadi tulisan kita punya ide yang sejalan dengan tulisan orang lain beberapa tahun lalu. Tapi bukan berarti itu salah.
Coba lihat para profesor atau pemenulis di luar negeri. Mereka sering sekali menulis hal-hal yang sebenarnya bukan hal baru. Bedanya, mereka melihatnya dari sudut pandang yang berbeda. Misalnya, ada profesor di Amerika bernama J.N. Hook yang menulis buku English Today. Buku itu isinya tentang bahasa Inggris, topik yang sudah dibahas jutaan kali. Tapi karena cara dia menjelaskan menarik dan gaya bahasanya enak, buku itu jadi beda dan disukai banyak orang — bahkan sama pembaca yang bukan penutur asli bahasa Inggris.
Artinya, Anda bisa sekali menulis hal yang sama dengan orang lain, asal Anda punya cara sendiri buat menyampaikannya. Menulis itu mirip sekali sama masak. Bahannya bisa sama — nasi, telur, cabai — tapi hasil akhirnya bisa nasi goreng, telur balado, atau sambal matah (sambal tradisional khas Bali). Semua tergantung siapa yang memasak dan bagaimana cara dia meraciknya.
Saya pernah meminta mahasiswanya bikin kalimat pendek tentang sebuah sepatu. Waktu itu saya melepas salah satu sepatu dan saya meminta mahasiswa membuat kalimat pendek. Apa hasilnya? Sepatunya yang sama, tapi hasilnya beda-beda. Ada yang bilang “sepatu tanpa pasangan,” ada yang bilang “sepatu hitam butut,” ada juga yang menulis “sepatu tanpa kaos kaki.” Padahal semua berbicara pada objek yang sama, bukan? Bedanya cuma di cara pandang. Jadi, setiap orang punya latar belakang, pengalaman, dan cara berpikir yang berbeda. Itulah kenapa hasil tulisan juga beragam.
Nah, dari situ kita bisa belajar bahwa dua orang bisa menulis hal yang sama, tapi tetap menghasilkan karya yang berbeda. Kuncinya ada di “cara” kita menulis, bukan di ide mentahnya.
Kalau Anda belum punya gaya menulis sendiri, tidak apa-apa sesekali meniru dulu. Semua penulis besar awalnya juga begitu. Seperti anak kecil yang baru belajar bicara. Awalnya cuma meniru kata-kata orang di sekitarnya. Tapi makin lama, dia mulai punya cara bicara sendiri. Begitu juga dengan menulis. Semakin sering Anda latihan, semakin kelihatan “suara” tulisanmu sendiri.
Tapi ingat, meniru bukan berarti menjiplak. Ada batas halus antara belajar dari tulisan orang lain dan melakukan plagiat. Kalau Anda menyalin seluruh isi tulisan orang tanpa perubahan, apalagi tanpa menyebut sumbernya, itu baru namanya plagiat. Cara paling mudah menghindari plagiat adalah dengan menggunakan bahasa sendiri. Ubah susunan kalimat, pilih kata yang berbeda, dan tambahkan sudut pandangnya.
Misalnya Anda terinspirasi dari buku atau artikel tertentu, tulis aja siapa pemenulis dan sumbernya. Contoh, “Seperti yang dijelaskan oleh Nurudin (2004:118), tetaplah sopan pada dosen, sepintar apa pun Anda.” Dengan cara itu, Anda tetap menghargai karya orang lain, tapi juga menunjukkan kalau Anda tahu caranya menulis dengan etis.
Menulis itu tidak harus selalu menciptakan hal baru. Kadang, ide lama bisa terasa segar kalau Anda bahas dengan gaya yang berbeda. Anda bisa tambahkan pengalaman pribadi, contoh kekinian, atau humor ringan biar tulisannya hidup. Yang penting, tulislah dengan jujur dan dengan jadi diri sendiri. Kalau Anda terus latihan, lama-lama Anda bakal punya gaya khas yang bikin orang langsung tahu, “Oh, ini tulisan dia, dilihat dari gaya tulisannya.” Dan siapa tahu, nanti malah tulisanmu yang ditiru orang lain.
Menulis bukan soal menemukan ide paling orisinal di dunia, tapi tentang bagaimana Anda menyampaikan ide itu dengan cara yang unik dan jujur. Boleh kok terinspirasi dari orang lain, asal tetap tahu batas dan tahu caranya menghargai. Karena dalam memenulis, yang bikin istimewa bukan bahan dasarnya, tapi tangan (dan pikiran) yang meraciknya.
Menulis ulang gagasan orang lain itu bukan hal yang salah, asal dilakukan dengan etis. Gunakan bahasa dan sudut pandang sendiri, jangan sekadar menyalin. Kalau mengutip, sertakan sumbernya. Anggap saja menulis itu seperti memasak. Bahan bisa sama, tapi rasa dan penyajiannya tergantung tangan yang mengolah. Jadi, jangan takut menulis hanya karena merasa “belum orisinal.” Semua penulis hebat pernah jadi peniru, sampai akhirnya mereka menemukan gaya mereka sendiri. Dan mungkin, tulisan Anda berikutnya adalah langkah ke arah sana.





















