Pada akhir pertemuan kuliah perdana mahasiswa semester 1, saya sering ditanya, “Buku apa yang harus dibaca biar pintar?” Pertanyaannya terdengar serius. Tapi setiap kali saya mendengarnya, saya selalu tersenyum. Tidak mudah dan mungkin tak memuaskan untuk dijawab. Tapi jawabanya sederhana. Apa pun bukunya, yang penting kamu membaca. Kita sering terjebak dalam pikiran bahwa membaca harus berat, akademis, penuh teori, dan harus karya penulis terkenal. Tidak.
Dahulu, saya justru mulai membaca dari cerita fiksi anak. Misalnya Hansel dan Gretel karya Grimm bersaudara. Juga cerita seperti “Timun Mas”, “Bawang Merah dan Bawang Putih”, “Kancil dan Buaya” dan buku cerita rakyat lainnya.
Saat kuliah mulai membaca buku-buku akademik. Ini karena tuntutan kuliah. Sementara soal kebutuhan saya tetap membaca cerita novel atau cerpen. Saya suka kumpulan cerpennya Ahmad Thohari seperti Senyum Karyamin. Juga cerita serial silat yang popular di harian Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta. Misalnya Api di Bukit Menoreh karya SH Mintardja. Pokoknya senang saja.
Tidak ada teori akademis di sana, tetapi imajinasi saya dibentuk dari situ. Saya belajar bahwa dunia bisa lebih luas dari kamar sendiri. Petualangan bisa berawal dari lembaran kertas tipis. Di situlah saya mulai jatuh cinta pada bacaan.
Jika ada yang bertanya apa saran novel yang perlu dibaca? Boleh membaca Laskar Pelangi, Negeri 5 Menara, 5 cm, dan novel remaja lain yang sekarang mungkin sering dianggap klise. Tapi bagi saya, cerita-cerita dalam buku itu justru mengajarkan banyak hal tentang dunia dan hidup. Dari Laskar Pelangi bisa belajar tentang ketekunan. Dari Negeri 5 Menara belajar tentang mimpi. Dari 5 cm dapat belajar bahwa tidak ada gunung yang terlalu tinggi kalau kita percaya pada diri sendiri. Mungkin semuanya fiksi, tapi bekasnya nyata. Sudah menonton filmnya juga kan?
Bisa juga melirik buku-buku biografi. Mungkin ada yang penasaran bagaimana orang-orang besar berpikir dan bagaimana mereka menjalani hidup. Bacalah kisah Steve Jobs, Nelson Mandela, dan beberapa tokoh yang sebelumnya bahkan tidak dikenal. Dari mereka kita belajar bahwa tidak ada orang sukses yang memulai segala sesuatu dengan mudah. Semua pernah gagal. Semua pernah jatuh. Tidak ada yang berjalan lurus sejak awal. Itu membuat seseorang merasa “lebih manusia”. Lebih kuat dan tahan banting.
Kita tidak bisa menebak masa depan. Tapi kita bisa mempersiapkan diri untuk menghadapinya. Salah satu cara paling sederhana adalah lewat membaca buku. Misalnya The Magic of Thinking Big karya David J. Schwartz. Buku ini mengajarkan bahwa batas terbesar dalam hidup biasanya ada di kepala kita sendiri. Kalau kita berpikir kecil, kita hidup kecil. Kalau kita berpikir besar, peluang datang lebih besar. Manfaatnya? Kita jadi berani menetapkan tujuan yang lebih tinggi. Percaya bahwa kita mampu mencapainya. Tidak otomatis menyerah sebelum mencoba.
Buku kedua yang layak dibaca adalah Atomic Habits karya James Clear yang sudah diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia oleh penerbit Gramedia Pustaka Utama. Isinya membongkar cara membangun kebiasaan kecil yang bisa memberi dampak besar dalam jangka panjang. Bukan teori rumit. Tapi langkah-langkah sederhana. Ubah lingkungan, permudah kebiasaan baik, persulit kebiasaan buruk, dan rayakan progres kecil. Manfaatnya? Kita jadi sadar bahwa perubahan besar tidak harus brutal atau dramatis. Cukup konsisten memperbaiki diri 1% setiap hari. Hasilnya akan mengejar kita suatu saat nanti.
Terakhir, buku Grit: Kekuatan Passion dan Kegigihan karya Angela Duckworth. Buku ini menegaskan bahwa kesuksesan bukan cuma soal bakat atau IQ. Tapi soal ketekunan jangka panjang. Kombinasi antara passion dan ketahanan menghadapi jatuh-bangun. Banyak orang gagal bukan karena tidak mampu. Tetapi karena mudah menyerah ketika proses terasa berat. Manfaatnya? Kita belajar bahwa bertahan itu juga sebuah kemampuan. Orang yang tetap melangkah sedikit demi sedikit sering kali menang pada akhirnya.
Semakin seseorang tumbuh dewasa akan semakin beragam pula bacaan. Misalnya ia tidak akan hanya membaca buku cerita tetapi juga esai, buku filsafat populer, buku humor, buku sejarah dan lain-lain. Semua akan berguna pada waktunya.
Jika kamu pernah membaca buku tentang kopi bisa jadi akan dibutuhkan saat membuat konten tentang bisnis kafe. Pemahaman tentang psikologi warna dari buku bisa membantu saat membuat slide presentasi. Buku tentang keuangan pribadi membantu mengatur soal gaji. Sederhana kan? Dari situ seseorang akan sadar bahwa tidak ada bacaan yang sia-sia.
Membaca itu seperti mengisi gudang. Kita tidak tahu kapan barang-barang itu akan dibutuhkan. Tapi ketika saatnya datang, kita bersyukur pernah menyimpannya. Itulah mengapa saya selalu percaya bahwa apa pun bukunya, pokoknya dibaca. Baca saja dulu. Kamu tidak harus memulai dari buku motivasi tebal. Kamu bisa membaca novel fantasi, buku horor, puisi, sejarah, buku bisnis, buku psikologi, kisah kriminal. Bahkan buku tentang hobi paling sepele sekalipun. Tidak ada aturan yang melarang kamu menikmati bacaanmu sendiri.
Membaca yang baik bukan membaca yang paling berat. Membaca yang baik adalah membaca yang kamu nikmati. Ketika kamu menikmati membaca, kamu akan membuka halaman berikutnya tanpa dipaksa. Ketika membaca menjadi kebiasaan, efeknya mulai terasa. Cara berpikir lebih jernih, cara bicara lebih runtut, cara menilai orang lain lebih bijak, dan keputusan hidup lebih matang. Bukan karena kamu tiba-tiba menjadi sangat pintar. Tapi karena kamu punya banyak perspektif.
Kita memang tidak bisa menebak masa depan. Tetapi membaca selalu mempersiapkan kita menghadapinya. Kamu tidak pernah tahu buku mana yang akan mengubah hidupmu. Bisa jadi novel, bisa jadi biografi, bisa jadi buku bisnis, atau malah buku dongeng. Apa pun itu, biarkan dirimu menemukan bacaan yang kamu sukai. Biarkan bacaan itu membentukmu pelan-pelan dari dalam.
Buku apa pun yang kamu baca akan berguna suatu hari nanti. Entah itu komik, novel, biografi, buku motivasi, atau bacaan ringan sebelum tidur. Membaca membuat pikiran lebih luas, wawasan lebih dalam. Cara kita memahami orang lain lebih matang. Tidak ada bacaan yang sia-sia karena setiap halaman yang kita baca adalah investasi untuk masa depan diri sendiri. Yang paling penting bukan buku apa yang kamu baca. Tapi bahwa kamu tetap membaca dan terus membuka halaman berikutnya.





















