Bernarasi tentang alam tidak lain bernarasi tentang kita (manusia). Alam dan manusia adalah dua entitas kehidupan yang saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan. Sebagaimana yang ditulis Vandana Shiva dalam bukunya Staying Alive: Women, Ecology, and Development (1988), bahwasanya di dalam filsafat India hubungan antara alam (praktiri) dan manusia (purusha) adalah saling memelihara bukannya terpisah. Berbeda dengan pandangan Barat (pasca era pencerahan dan revolusi industri) yang justru memandang alam dan manusia secara dualistis.
Hubungan yang paling erat antara alam dan manusia diindikasikan kepada perempuan, sehingga muncul istilah ‘Mother Earth’ atau ‘Mother Nature’. Istilah tersebut merupakan simbolisasi bahwa alam itu berperan sebagai ibu bagi makhluk seisinya. Sebagai sumber dari kehidupan di bumi, alam dihormati sebagai sesuatu yang sakral dan suci, hutan sebagai ekspresi tertinggi tentang kesuburan dan produktivitas bumi dilambangkan sebagai Bumi Pertiwi, Dewi Durga atau Dewi Pohon.
Dalam tradisi religius dan kultural, kaum ibu sering diasosiasikan sebagai figur yang paling dekat dengan alam dan lingkungan, alam dilihat sebagai feminism, sehingga disimbolkan sebagai perempuan. Dalam kehidupan sehari-hari khususnya dalam dunia domestik banyak aktivitas perempuan yang selalu bersentuhan dengan alam dan lingkungan, seperti memasak, mengasuh anak, mencuci, dan membersihkan rumah. Bahkan, di luar ranah domestik pun aktivitas perempuan tidak bisa lepas begitu saja dengan alam dan lingkungan. Hal ini bisa dilihat dari peran perempuan pedesaan yang menjadi pengelola air, penjaga benih, pelindung hutan, dan perawat keseharian ekologis.





















