LEPAS
Luka itu kau peluk, tak adakah aroma ayah di dadamu. Atau air susu ibu yang putih sedingin salju. Mendinginkan bara lukamu hingga beku.
Roda tetap berputar membawa tubuhmu pada senja yang tua & hitam. Hapus peluhmu ketika suara alarm jam weker memecah lamunan. Semua jiwa masih rindu Tuhan. Begitu pun jiwamu. Ketika tubuhmu tidur di lipatan ketiak malam. Yang getir & masam.
Luka itu lepaskan!
Seperti kepak burung camar yang akhirnya pulang
Lelah terbang
Ketika malam telah menjelang
2024
Ngadi Nugroho
SLOT
Tanganmu bergetar
Gadget di tangan
Terus bergetar
Seperti pucuk daun tertembus ringkik angin
Tak ingin terkapar
Tak ingin terbakar
Suara ayah adalah notifikasi yang hilang atau memang dibisukan
Sebuah permainan
Yang memutar nasib 180°
Dengan tali tambang siap diikatkan
Menggantungkan kematian
Sebuah gadget adalah jurang
Antara ayah, ibu & anaknya
Tak ada kata-kata
Selain tanya tanpa jawaban
Suara Tuhan hanya membentur senja
Senja yang buram
Kekalahan mengintai masa depan
Sebuah angka berputar
Nyawa ikut gentar
Masa depan gelap & samar
2024
Ngadi Nugroho
DI RUANG MEJA MAKAN
Hanya suara denting
Gelas, sendok, garpu & piring
Merayakan pertemuan
Yang sesaat dipisahkan waktu
Pagi tadi waktu kita bertemu
Berhadapan di sebuah meja makan
Tanpa kata-kata
Salam jumpa
Hingga larut malam
Hanya suara derit
Meja yang bergeser pelan
Kursi yang sedikit serong ke samping kanan
Kurapikan kesepian dengan doa selamat tidur sayang
Setelah makan–sendirian
2024
Ngadi Nugroho
PIKNIK
05:00! Waktunya berangkat menidurkan sepintal gundah. Kuharap langit biru dan bersisik rindu. Pada senyummu kudengar bisikan. Baju keangkuhan telah dilepaskan. Gadget disimpan di laci-laci keheningan. Ombak melambaikan tangan. Menunggu dendam dilarungkan. Ke muasal tempat segala karam. Tuhan menangkapnya lewat asin aroma garam. Hingga suatu hari sajak-sajak tak lagi beraroma keperihan. Atau secangkir kopi yang kesepian.
2024
Ngadi Nugroho
CANDU ZAMAN
Waktu selalu mengejutkan. Diam-diam menawarkan tubuhnya. Tubuh yang penuh retakan masa depan yang samar, masa lalu yang mengabu.
Pagi yang meninggalkan daun-daun rontok itu begitu lekas berlari. Begitu juga siang, sore & malam. Kuselipkan sebuah quote bijak di antara seribu sajak. Namun aku teringat tentang fana itu. Atau sebuah kematian & kelahiran, yang tiba-tiba bersiul di telingaku.
Semua tiba-tiba menjadi tahun yang asing. Aku muntah di sebuah layar gadget, bersentuhan dengan jari-jari keadaan. Aku terpasung di lorong masa depan. Ah … bukan! Rupanya masa depan tak perlu teori ataupun secuil brownies pagi yang telah meleleh.
Kupenggal segala tentang diriku. Aku pelan-pelan mencari lagi sebuah surau di sebuah dusun di rongga dadaku. Lewat suara azan itu. Yang lelah merayap! Yang lelah merayap! Mencari ruang kosong tanpa benalu.
Mungkin aku membiarkannya terlalu lama. Jelaga mulai tumbuh di urat darahku. Aku terkesiap, aku telah menelannya berhari-hari tanpa jemu. Oh … darahku! Oh … darahku!
Engkau menjelma apa esok lusa?
Apakah jejak-jejak dosa?
2024
Ngadi Nugroho