Teknologi seolah sudah menjadi makanan harian manusia di zaman generasi yang semakin berkembang ini. Keberadaannya tidak dapat dilepaskan dan selalu dibutuhkan. Kendati begitu, teknologi menimbulkan dua sisi dampak yaitu positif dan negatif pada kehidupan manusia sendiri. Dampak itu sangat terasa khususnya dalam perkembangan anak sebagai generasi penerus.
Pagi menjelang siang, tepatnya pada 13 September 2022 lalu, kala itu hujan belum intens mengguyur bumi Malang Raya. Intrans Publishing mengadakan sebuah kegiatan diskusi ringan yang dihelat secara langsung di Instagram resminya. DialogIN, sebutannya, sebagai salah satu acara yang diselenggarakan dalam rangka memperingati ulang tahun PT Cita Intrans Selaras yang ke-19.
Kala itu, DialogIN mengusung tema “Asyiknya Bermain, Berbudaya, dan Berolahraga” yang bertajuk pada pembahasan permainan tradisional untuk kebugaran anak. Permasalahan mengenai salah satu sisi negatif dari teknologi yang berdampak pada kebugaran anak menjadi pemantik ruang diskusi.
Agenda kali ini menghadirkan D.S. Yudasmara, S.Pd., M.Or sebagai narasumber dan Yusuf selaku pewara. D.S Yudasmara sendiri merupakan salah satu founder dari Active Movement Indonesia dan Dosen PJK FIK Universitas Negeri Malang. Perbincangan pun dimulai dengan pertanyaan terkait kondisi aktivitas anak-anak saat ini.
Mengamati hal itu, Yudasmara menyebutkan, kegiatan anak yang melibatkan gerak atau aktivitas tubuh cenderung mengalami penurunan. Hal ini yang menjadi salah satu keprihatinan, salah satunya guru. Orang tua juga termasuk salah satu penghambat anak kurang bergerak.
Salah dua contohnya, seperti menyodorkan gawai pada anak ketika rewel dan mengantar anak ke sekolah dari pintu rumah sampai ke pintu kelas. Hal inilah yang menyebabkan anak kurang melibatkan gerak tubuh. Padahal, aktivitas gerak tubuh atau fisik sangat penting diperhatikan untuk menjaga kebugaran tubuh pada anak.
“Badan WHO mengeluarkan rekomendasi yang bisa menjadi acuan. Anak-anak harus terlibat dalam aktivitas fisik apapun bentuknya. Panduan dari WHO untuk usia kanak-kanak, tubuh perlu beraktivitas dalam 60 menit dengan intensitas sednagn menuju tinggi. Aktivitas seperti membantu membersihkan rumah, bermain yang melibatkan gerak tubuh, dan sebagainya,” tutur Yudasmara.

Aktivitas fisik ini diharapkan dapat menekan angka isu obesitas anak, di mana penelitian tahun 2011 mengungkapkan adanya risiko yang tinggi pada anak Indonesia mengalami obesitas sekitar 3,8 kali.
Salah satu yang menjadi tantangan terbesar, tiada lain adalah gawai. Kenyataan bahwa gawai dapat membantu sekaligus menghambat, tidak dapat dielakkan. Kecanduan gawai dapat merusak organ dan menganggu fungsi tubuh tertentu pada anak. Di sisi lain, gawai juga dapat berfungsi sebagai sarana untuk mengakses informasi.
Selain itu, gawai juga dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk memaksa anak bergerak, seperti menirukan gerakan tarian, misalnya. Kendatipun begitu, penggunaan gawai juga perlu dibatasi dengan durasi maksimal 1 jam.
Angin kehangatan kian menyeruak di tengah perbincangan. Dua insan masih bergulat dengan pertanyaan-pertanyaan menarik terkait kebugaran anak. Alur kini membawa memori pada masa-masa kecil yang belum terlalu terkontaminasi teknologi. Perbandingan dulu dan sekarang pun menjadi pembahasan yang menarik.
Dulu, jauh dari teknologi, anak bermain permainan tradisional yang banyak melibatkan aktivitas fisik. Dibandingkan sekarang, anak cenderung diam di tempat. Hal ini ditanggapi Yudasmara dengan pandangan mata millennial.
“Kondisi dulu dengan sekarang sangat berbeda. Perbandingannya tidak dapat dilakukan karena memang berbeda. Orang-orang dulu di era sekarang ibarat pendatang baru. Oleh karena itu, perlunya adaptasi.”

Permainan tradisional yang semakin tergusur dengan game online menjadi salah satu yang diperhatikan. Permainan ini sangat bermanfaat bagi motorik anak. Dari sudut pandang warisan budaya, permainan tradisional perlu dilestarikan. Salah satu upayanya yaitu diterapkan dalam pendidikan jasmani di sekolah.
Menurut Yudasmara, dalam kurikulum PJOK yang diterapkan oleh sekolah sudah ada unsur tersebut. Hal ini tercantum dalam salah satu rumusan yang dicapai, yaitu anak harus bisa mempraktikkan gerakan tertentu. Kemudian tersebut dengan kutipan kalimat “melalui permainan sederhana atau tradisional”.
Beragam permainan tradisional daerah yang dapat dicoba. Salah satunya permainan tradisional dari Papua. Permainan ini disebutkan dengan lengkap dalam buku 100 Permainan Tradisional Papua yang diterbitkan oleh Intrans Publishing.
Buku ini ditulis oleh Dr. Toni Kogoya, S.Pd., M.Pd., Prof. Drs. Toho Cholik Mutohir, dan M.A., Ph.D., Dr. Made Pramono, S.S., M.Hum. Seperti judulnya, berisi 100 olahraga permainan trasional Papua, termasuk di dalamnya cara melakukan, alat yang digunakan, dan area bermain.
Buku ini satu paket dengan buku berjudul Menjaga Identitas, Membangun Cinta Damai dengan penulis yang sama. Buku ini memperkenalkan olahraga permainan tradisional Papua, sekaligus mempraktikkan nilai cinta damai di tanah Papua pada anak-anak.
Perbincangan begitu mengalir bersama terik matahari yang kian benderang. Ya, agenda kali ini tidak kalah menarik dengan tema-tema sebelumnya. Tak terasa perbincangan ruang diskusi pun telah berlangsung kurang 30 menit lamanya.
Sebelum itu, adapun tips yang dibagikan D.S. Yudasmara untuk memotivasi anak beraktivitas fisik di luar. Tentunya tak jauh dari peranan orang tua yang perlu mengurangi rasa khawatir dan lebih banyak mengizinkan anak untuk bermain di luar, serta merangsang anak untuk terlibat aktivitas fisik dengan kegiatan lain.
Selain itu, guru juga perlu memprakarsai untuk merangsang anak beraktivitas melalui pembelajaran di sekolah. Pemerhati kebugaran atu terkait masalah ini juga perlu memberi wadah untuk memfasilitasi anak untuk beraktivitas fisik dan gaya hidup aktif.
Kini, sudahlah sampai pada ujungnya. Agenda pun diakhiri dengan ceria secerah matahari yang semakin bersinar jauh di atas kepala. Tak lupa ditutup dengan ucapan terima kasih dan tradisi senyum sapa sebagai perjumpaan akhir.
“Mari sama-sama menjadi agen yang mempromosikan gaya hidup aktif. Gaya hidup aktif menjadi salah satu upaya untuk siap menghadapi tantangan kehidupan saat ini dan masa depan. Khususnya pendidikan jasmani yang bisa dijadikan sarana untuk membuat anak mau bergerak, terlebih pada masa pandemi. Menjadi garda terdepan adalah guru dan orang tua. Jangan lupa bahwa salah satu cara yang efektif dengan menggunakan permainan tradisional, yang murah dan menyenangkan.” —D.S. Yudasmara.