Begu Ganjang: Suara yang Memanggil dari Kegelapan (sumber foto: Beritalk Indonesia)

Aku ingat malam itu. Hanya ada suara jangkrik dan desir angin yang menelusup di antara celah-celah dinding rumah panggung kami. Kakek duduk di ambang pintu, tembakau dalam rokok lintingannya mengepulkan asap tipis yang menari di udara. Ia menatap lurus ke kegelapan hutan di depan rumah, seolah melihat sesuatu yang tak kasatmata bagi kami.

“Jangan pernah tatap matanya,” gumamnya tiba-tiba.

Aku mengernyit. “Apa, Kek?”

“Begu Ganjang.” Suaranya lebih pelan, nyaris hanya berbisik. “Hantu panjang yang bisa kau panggil, tapi tak bisa kau kendalikan.”

- Poster Iklan -

Sejak kecil, aku mendengar cerita tentang Begu Ganjang, makhluk yang menjulang tinggi dengan rambut terurai menyentuh tanah, matanya merah menyala seperti bara api. Mitos ini begitu kental dalam masyarakat Batak, sebuah cerita yang diwariskan turun-temurun. Banyak orang menyebutnya sebagai penjaga batas antara dunia manusia dan dunia roh, makhluk yang hanya muncul bagi mereka yang telah menyentuh tabir antara realitas dan yang gaib.

Aku selalu menganggapnya sekadar kisah pengantar tidur untuk menakuti anak-anak agar tidak berkeliaran malam-malam. Namun, semakin aku dewasa, semakin banyak kisah yang kudengar dari orang-orang tua di desa. Mereka berbicara dengan nada penuh kehati-hatian, seakan ada sesuatu yang tak boleh dikatakan sembarangan. Beberapa mengaku melihat bayangan panjang yang bergerak di antara pepohonan saat bulan purnama, sementara yang lain hanya mendengar bisikan yang tak berasal dari suara manusia.

Malam itu, aku melihat ketakutan di mata kakek—bukan ketakutan biasa, melainkan ketakutan seorang yang telah melihat sesuatu yang nyata. Tatapannya kosong, namun dalam kepasrahan yang dalam, seolah ia sudah lama mengetahui bahwa ada sesuatu yang menunggu di balik bayang-bayang gelap hutan.

Ritual Pemanggilan dan Perjanjian Gelap

Mitos menyebutkan bahwa Begu Ganjang tidak muncul begitu saja. Ia dipanggil oleh mereka yang mencari kekayaan dan kekuasaan melalui jalur pesugihan. Ada ritual tertentu yang harus dilakukan: perjanjian dengan kekuatan gaib yang tak terlihat, sesajen yang harus disiapkan, dan tentu saja, tumbal yang harus diberikan.

“Setiap kekuatan memiliki harga. Jika kau ingin sesuatu dengan cara yang tidak wajar, bersiaplah untuk membayarnya dengan cara yang tidak terduga.” 

Orang-orang yang memelihara Begu Ganjang biasanya beroleh keuntungan instan—hasil panen yang berlipat, usaha yang tiba-tiba sukses, atau keberuntungan yang datang tanpa sebab yang jelas. Namun, tidak ada keberuntungan yang datang tanpa konsekuensi. Pemiliknya harus selalu memberikan persembahan berupa sesajen dan mengikuti ritual yang telah ditentukan. Mereka yang gagal memenuhi perjanjian ini akan menghadapi risiko besar.

Ada banyak cerita di desa-desa terpencil tentang pemilik Begu Ganjang yang akhirnya menyesali keputusannya. Pada awalnya, semuanya berjalan lancar—tanah mereka subur, bisnis berkembang pesat, dan keberuntungan terus mengalir. Namun, semakin lama, bayang-bayang mengintai rumah mereka. Suara-suara aneh mulai terdengar di malam hari, bayangan hitam terlihat di sudut ruangan, dan mimpi buruk menghantui keluarga mereka.

Begu Ganjang bukan sekadar makhluk yang bisa dikendalikan dengan mudah. Jika pemiliknya lalai atau mencoba mengingkari perjanjiannya, makhluk ini bisa berbalik melawan. Bukan hanya sang pemilik yang akan menjadi korban, tetapi juga keluarganya. Ada yang tiba-tiba jatuh sakit tanpa sebab, ada yang hilang tanpa jejak, bahkan beberapa ditemukan dalam kondisi mengenaskan—wajah membiru, mata melotot, seolah-olah mereka menyaksikan sesuatu yang sangat mengerikan sebelum menghembuskan nafas terakhirnya.

Di beberapa desa, orang yang dicurigai memelihara Begu Ganjang seringkali diasingkan atau bahkan mengalami tindakan kekerasan dari warga yang ketakutan. “Lebih baik menyingkirkannya sebelum dia menyingkirkan kita,” begitu kata mereka. Rasa takut akan makhluk ini telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Batak, dan siapapun yang mencoba bermain dengan kekuatan gelap ini harus bersiap menghadapi konsekuensinya yang mengerikan.

Seseorang pernah berkata padaku, “Jika kau mendengar suara tertawa panjang di tengah malam, jangan cari sumbernya. Itu bisa jadi pertanda kehadirannya.”

Peran dan Stigma dalam Masyarakat

Dalam budaya Batak, mereka yang kaya mendadak sering kali dicurigai memiliki Begu Ganjang. Ada desas-desus yang beredar, cerita tentang orang-orang yang tiba-tiba sukses, namun kemudian kehilangan keluarga mereka satu per satu. Masyarakat takut, namun tak bisa berbuat banyak. Dalam diam, mereka berbisik, menebak-nebak siapa di antara mereka yang telah memanggil makhluk itu.

Kisah tentang Begu Ganjang juga menjadi alat kontrol sosial yang kuat dalam masyarakat Batak. Dalam banyak kasus, ia digunakan sebagai penjelasan atas berbagai kemalangan yang sulit diterima secara rasional—mulai dari kematian mendadak, kebangkrutan yang tidak terduga, hingga hilangnya seseorang tanpa jejak. Dalam desa-desa terpencil, di mana ilmu medis dan sains masih belum begitu berkembang, kehadiran Begu Ganjang menjadi jawaban atas misteri yang tak terpecahkan.

Tak jarang, tuduhan memelihara Begu Ganjang juga menjadi alat bagi masyarakat untuk menyingkirkan seseorang yang dianggap berbeda atau mencurigakan. Orang yang tiba-tiba kaya atau memiliki keberuntungan luar biasa sering kali dicurigai bersekutu dengan makhluk ini. Bisik-bisik mulai menyebar, ketakutan meningkat, dan dalam beberapa kasus, orang-orang yang dicurigai bahkan diusir dari komunitas atau mengalami perlakuan kasar dari warga yang takut akan keberadaan makhluk tersebut.

Selain sebagai alat kontrol sosial, mitos ini juga menjadi pengingat moral bahwa kekayaan instan selalu datang dengan harga yang mahal. Orang-orang percaya bahwa memelihara Begu Ganjang adalah tindakan terlarang yang bertentangan dengan norma agama dan adat. Meskipun demikian, godaan untuk memperoleh kekayaan dengan cara instan tetap ada. Beberapa orang, terlepas dari resikonya, tetap memilih jalur gelap ini dengan harapan mereka bisa mengendalikan kekuatan yang pada akhirnya akan lepas dari genggaman mereka.

“Tak ada keberuntungan yang datang tanpa alasan, dan tak ada kekayaan instan tanpa bayaran.” 

Konsekuensi dari Persekutuan dengan Kegelapan

Begu Ganjang bukan sekadar legenda. Ia adalah cerminan dari ketamakan manusia. Dalam banyak cerita, mereka yang mencoba mengendalikan kekuatan gaib ini akhirnya kehilangan kendali. Jika tumbal tidak diberikan, maka sang makhluk akan mencari penggantinya sendiri.

Seorang petani kaya di desa sebelah pernah dituduh memiliki Begu Ganjang. Pada awalnya, kekayaannya dianggap sebagai berkah, tetapi desas-desus mulai menyebar ketika panennya tak pernah gagal, sementara ladang-ladang tetangganya sering mengalami kegagalan tanpa alasan jelas. Orang-orang mulai berbisik, mengatakan bahwa ia telah memelihara makhluk gaib untuk menjaga dan memperkaya dirinya.

Kisah menyeramkan dimulai ketika anak pertamanya jatuh sakit tanpa sebab yang bisa dijelaskan oleh tabib desa. Kemudian, anak keduanya tiba-tiba ditemukan dalam keadaan linglung di ladang, bergumam tentang sosok tinggi berambut panjang yang berdiri di sudut rumah mereka. Kematian datang dengan cara yang mengerikan—anak-anaknya satu per satu meninggal dengan ekspresi ketakutan, seolah-olah mereka melihat sesuatu yang mengerikan sebelum napas terakhir mereka.

Dalam keputusasaan, petani itu akhirnya mengakui bahwa ia telah melakukan ritual untuk mendapatkan Begu Ganjang. Ia mencari bantuan seorang dukun tua untuk mengakhiri perjanjiannya, tetapi upaya itu sia-sia. Malam setelah ritual pemutusan dilakukan, suara tawa panjang menggema di desanya. Keesokan paginya, tubuh petani itu ditemukan tergantung di pohon belakang rumahnya. Matanya melotot, bibirnya membiru, dan tangannya menggenggam erat segumpal tanah dari pekarangannya sendiri, seolah dalam kematian pun ia masih berusaha mempertahankan sesuatu yang tidak dapat ia bawa.

“Mereka yang bermain dengan api akan terbakar oleh apinya sendiri.” 

Membebaskan Diri: Ritual Pengusiran

Masyarakat Batak memiliki berbagai ritual untuk menangkal gangguan Begu Ganjang. Ritual pembersihan kampung dilakukan dengan menyiram air suci di setiap sudut rumah. Jimat perlindungan diletakkan di pintu dan jendela. Tokoh adat atau dukun yang memiliki pengetahuan spiritual sering dipanggil untuk mengusir makhluk tersebut.

Ada juga ritual Paune Mago, yang bertujuan mengembalikan jiwa seseorang yang diyakini telah dicuri oleh Begu Ganjang. Dengan mantra dan sesajen, dukun berusaha menarik kembali jiwa yang tersesat, mengembalikannya ke tubuh pemiliknya sebelum terlambat.

Namun, tidak semua ritual berhasil. Ada kasus di mana seluruh desa harus pindah karena gangguan yang tak kunjung reda. Konon, suara langkah kaki yang berat terus terdengar di jalanan sepi, bayangan tinggi melayang di atas atap rumah, dan bisikan tanpa sumber bergaung di udara. Beberapa penduduk yang bertahan mengalami mimpi buruk yang sama—sebuah sosok berambut panjang yang berdiri di ujung ranjang mereka, menatap dengan mata merah menyala, seakan menuntut sesuatu yang belum terpenuhi.

Dalam satu kisah yang dituturkan secara turun-temurun, seorang dukun hebat pernah mencoba mengusir Begu Ganjang dari sebuah desa yang telah dihantui selama bertahun-tahun. Dengan ritual yang rumit, ia berusaha memutus perjanjian gaib yang mengikat makhluk itu pada tanah desa. Namun, saat ritual mencapai puncaknya, angin kencang berhembus, nyala api dari obor ritual padam serempak, dan suara tawa panjang bergema di udara. Keesokan harinya, sang dukun ditemukan tak bernyawa, matanya melotot kosong, tangannya mencengkeram tanah basah.

Sejak itu, penduduk desa tidak lagi mencoba melawan. Mereka memilih meninggalkan rumah mereka dan mencari tempat baru, meninggalkan desa yang kini dikenal sebagai “tanah terkutuk.” Beberapa orang percaya, Begu Ganjang hanya akan pergi jika pemiliknya sendiri yang menghentikan perjanjiannya—tetapi jika ia telah mengakar dalam tanah, maka yang bisa dilakukan hanyalah pergi sebelum menjadi bagian dari kutukannya.

“Kadang, satu-satunya cara untuk melawan kegelapan adalah dengan kembali pada cahaya.” 

Antara Mitos dan Kenyataan

Cerita tentang Begu Ganjang terus hidup, baik dalam cerita rakyat maupun dalam kehidupan nyata. Mitos ini tidak hanya sebatas kisah seram yang menghantui malam-malam penduduk desa, tetapi juga merupakan simbol ketamakan dan persekutuan manusia dengan kekuatan yang tidak dapat mereka kendalikan sepenuhnya. Apakah ia benar-benar ada atau hanya bagian dari kepercayaan masyarakat, tetap menjadi misteri yang hingga kini belum terpecahkan.

Dalam sejarahnya, Begu Ganjang telah menjadi pengingat bagi masyarakat bahwa segala sesuatu yang diperoleh dengan cara instan dan tidak wajar pasti memiliki konsekuensi. Mitos ini juga menjadi alat kontrol sosial yang menekankan bahwa keserakahan dan keinginan untuk mendapatkan kekayaan dengan cara pesugihan akan membawa kehancuran bagi individu maupun keluarganya.

Namun, di balik ketakutan yang ditimbulkan oleh legenda ini, terdapat nilai-nilai moral yang kuat. Ia mengajarkan kita untuk tidak terjebak dalam jalan pintas yang menyesatkan, untuk menghargai kerja keras dan usaha yang jujur. Mitos Begu Ganjang menjadi warisan budaya yang tetap lestari, bukan hanya sebagai dongeng penakut, tetapi sebagai bagian dari identitas masyarakat Batak yang kaya akan nilai-nilai spiritual dan etika.

Malam itu, kakek memadamkan rokoknya dan menghela nafas panjang. “Percaya atau tidak, itu urusanmu,” katanya, sebelum masuk ke dalam rumah.

Aku menatap ke hutan yang gelap. Angin berhembus dingin. Di kejauhan, samar-samar, aku mendengar suara tawa panjang yang melayang di udara.

Dan aku tidak berani menoleh.

 

- Cetak Buku dan PDF-

1 COMMENT

  1. […] Mitos Antu Banyu berakar pada kepercayaan animisme dan dinamisme yang dahulu sangat kental di Palembang. Roh ini diyakini berasal dari arwah penasaran orang yang meninggal tenggelam. Seperti banyak mitos lainnya, legenda ini juga menjadi alat kontrol sosial, sebuah cara agar masyarakat lebih berhati-hati di sekitar air. Tetapi semakin aku berbincang dengan warga setempat, semakin aku menyadari bahwa kisah Antu Banyu lebih dari sekadar cerita horor yang diwariskan. […]

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here