Dahulu, kita adalah bocah. Dengan segenap keingintahuan—sekarang bahasanya adalah kepo—kita melakukan apa saja dan tidak peduli akibatnya. Bocah begitu suka berpetualangan dengan masa bodoh terhadap waktu.
Pagi sampai azan maghrib berkelana, menghiraukan sinar matahari yang kiranya membikin muka kita gosong. Menyusuri sungai buat memancing, menjemur diri di sawah buat memancing belut ataupun menerbangkan layangan dengan acara intinya adalah adu kekuatan senar layangan dan bilamana salah satunya putus, kita akan mengejarnya tak peduli betapa jauhnya sampai-sampai telapak kaki kita tertusuk pecahan kaca, dan petualangan lainnya.
Si Bolang dan Si Unyil
Kita ingat—dan sekarang kita sudah beranjak gede. Waktu kita masih umur belasan di medio tahun 2010-an kita dipertontonkan acara bertajuk Si Bolang Bocah Petualangan. Acara yang diprogrami Trans 7 itu, tanyang pukul 12.30. Dalam program yang khusus buat anak-anak tersebut, dipertontonkan petualangan gerombolan bocah di desa seantero nusantara.
Dari acara Si Bolang, kita—terutama saya—terpantik imajinasi dan gairah untuk keluar rumah, mengeksplorasi lingkungan yang ada di sekitar kita. Mulai berniat memancing ikan besar kemudian mandi di sungai, dan imajinasi lain yang terkonsep melalui acara tersebut. Namun, apa yang direncankan itu tidak pernah berujung. Karena, tidak diperbolehkan buat mandi di sungai dengan alasan sungainya kotor, sampai adanya mitos makhluk gurita berwujud manusia atau biasa disebut onggo-inggi oleh orang-orang zaman dahulu.
Terus, kita mesti ingat. Sehabis Si Bolang ada acara Laptop Si Unyil dengan stasiun TV yang sama. Acara yang mempertontonkan tokoh-tokoh Si Unyil, Pak Raden, Pak Ogah, dan lainnya tersebut, mengajak anak buat berkenalan dengan teknologi-teknologi. Kita diajak Si Unyil dan kawan-kawannya bermain ke pabrik-pabrik produksi untuk menengok kemajuan teknologi di sektor tersebut.
Melihat robot-robot merangkai sebuah mobil, melihat proses pembuatan alat-alat elektronik dengan mesin-mesin canggih, dan berbagai pengetahuan lain ihwal teknologi. Yang mana, dari pengalaman itu, kita sekarang berpikir atau minimal berbicara dengan diri sendiri: “jadi, revolusi industri 4.0 itu sudah ada sejak kita masih duduk di bangku SD, ya. Di mana, tenaga-tenaga manusia sedikit-demi sedikit digantikan oleh robot.” Betul bukan?
Berpetualang Bersama Tom Sawyer
Selain media digital, tidak ketinggalan buku. Buku sebagai sumber mata air segar bagi pengetahuan anak, juga memberi pengalaman mengesankan melalui kisah petualangan yang disajikan penulis dalam berbagai buku. Buku tentang petualangan itu, seyogyanya bisa merangsang imaji dan gairah anak untuk keluar dari rumah dan mengenal lingkungan alam sekitar.
Kita mengenal Samuel Langhorne Clemens atau lebih terkenal dengan nama penanya Mark Twain. Sastrawan Amerika itu lahir pada 30 November 1835 itu, menggubah novel-novel tentang bocah. Dari kesekiannya itu, kita mengenal novelnya yang berjudul The Advantures of Tom Sawyer (Petualangan Tom Sawyer) dan The Advantures of Huckleberry Finn (Petualangan Huckleberry Finn).
Nah, kita membaca Petualangan Tom Sawyer: Berburu Harta Karus terbitan Narasi (cetakan ke-2, 2008). Mark Twain mengisahkan seorang bocah bernama Tomas Sawyer yang biasa dipanggil Tom. Ia adalah anak nakal. Perilakunya begitu menjengkelkan sehingga membikin bibinya, Bibi Polly jengkel dan kerap melukai Tom.
Tom memiliki sahabat karib, Huckleberry Finn. Mereka kerap bermain bersama. Hingga suatu ketika saat menyusuri makam setempat buat melihat hantu dengan bangkai kucing, mereka berdua menyaksikan peristiwa menegangkan juga mengerikan. Yaitu bertemu dengan dr. Robinson, Muff Potter, dan Injun Joe. Hingga, dr. Robinson dibunuh oleh Injun Joe karena sebuah percekcokan tentang bagian uang. Namun, Muff Potter yang disangka membunuh dr. Robinson. Tom dan Huck berjanji tidak akan memberi tahu siapapun soal perkara ini.
Petualangan Tom berlanjut. Ia, Huck, dan Joe Harper sepakat buat menjadi penyamun dengan melarikan diri ke pulau seberang sungai. Dari kenakalan mereka, seluruh penduduk desa menjadi gempar. Mereka mengira bahwa bocah-bocah itu tenggelam di sungai. Nah, selama menjadi penyamun di pulau itu, mereka berpikiran buat mencari harta karun milik Injun Joe. Akhirnya menemuka harta Injun yang telah tewas terjatuh ke dalam celah gua, dan jadilah mereka kaya.
Itu lah sebagain acara yang diagendakan kusus untuk mengedukasi bocah Indonesia agar mengenal lingkungan sekitar juga mengerti kemajuan teknologi. Serta, buku Petualangan Tom Sawyer ini, juga sangat cocok untuk menjadi—rekomendasi—bacaan anak-anak agar memantik dirinya buat berpetualangan, tetapi harus berada dalam monitor orang tua.
Begitulah. Apa yang dikemukakan tadi, nampaknya menjadi sebuah agenda dalam rangka memikirkan kembali akan pentingnya tayangan-tayangan edukatif bagi anak-anak dan buku-buku yang berkisah tentang petualangan dibalik derasnya penggunaan gawai oleh anak yang seringkali, tidak diimbangi oleh pengawasan orang tua, sehingga anak-anak bisa salah melihat tayangan-tayangan yang belum sepatutnya mereka lihat.
Padahal, dari tayangan edukatif sesuai umur dan buku bacaan tentang petualangan bocah, bisa memupuk rasa ingin mengetahui akan dunia luar yang dikemudian hari, anak-anak tidak canggung menghadapi kehidupannya saat menginjak usia dewasa. Demikian.