Ekonomi Indonesia saat ini tengah menghadapi ujian berat. Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) semakin melebar, tarif perdagangan dari Amerika Serikat terus merangkak naik, dan gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) menghantam berbagai sektor industri. Di tengah kondisi yang penuh tantangan ini, muncul satu pertanyaan besar: apakah keikutsertaan Indonesia dalam BRICS bisa membawa pengaruh baik terhadap ekonomi nasional?

BRICS sendiri merupakan blok ekonomi yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan. Organisasi ini dikenal sebagai kelompok negara berkembang dengan potensi ekonomi besar yang ingin menyeimbangkan dominasi ekonomi global Barat. Wacana untuk Indonesia bergabung dengan BRICS memang sudah lama bergulir, dan baru-baru ini semakin menguat seiring dengan melemahnya daya tawar Indonesia di hadapan negara-negara maju.

Namun, apakah BRICS benar-benar solusi bagi masalah ekonomi Indonesia saat ini? Atau hanya sekadar harapan di tengah situasi yang serba sulit? Mari kita bahas satu per satu.

Defisit APBN: Harapan Investasi dari BRICS

Defisit APBN yang melebar sebagian besar dipengaruhi oleh rendahnya penerimaan pajak di tengah belanja negara yang tinggi untuk subsidi energi, infrastruktur, hingga bantuan sosial. Di sinilah potensi BRICS bisa dimanfaatkan. Negara-negara BRICS memiliki komitmen untuk memperkuat kerja sama ekonomi antaranggota, termasuk dalam bentuk investasi dan pembiayaan proyek-proyek strategis.

- Poster Iklan -

Jika Indonesia bergabung, peluang mendapatkan pembiayaan alternatif dari New Development Bank (NDB) milik BRICS terbuka lebar. Ini bisa mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap pinjaman dari lembaga-lembaga Barat yang sering disertai syarat ketat. Dalam jangka panjang, suntikan modal dan kerja sama dagang antaranggota BRICS berpotensi memperbaiki struktur APBN melalui peningkatan investasi dan penciptaan lapangan kerja baru.

Tarif AS Naik: Diversifikasi Pasar Ekspor

Kenaikan tarif dari Amerika Serikat terhadap berbagai produk Indonesia membuat daya saing ekspor nasional menurun. Akibatnya, banyak industri yang mengandalkan pasar AS terpaksa mengurangi produksi atau bahkan melakukan PHK massal.

Bergabung dengan BRICS membuka peluang bagi Indonesia untuk lebih mendiversifikasi pasar ekspor. China dan India, dua anggota BRICS, adalah pasar besar dengan populasi lebih dari 2 miliar orang. Dengan adanya kerja sama perdagangan yang lebih erat di dalam blok ini, Indonesia bisa mengurangi ketergantungan pada pasar Barat, sekaligus memperluas pangsa pasar ke negara-negara berkembang yang lebih bersahabat dalam hal tarif perdagangan.

PHK Meningkat: Dorongan untuk Industrialisasi dan Inklusi

Gelombang PHK yang meningkat beberapa tahun terakhir sebagian besar dipicu oleh lemahnya daya saing industri nasional dan tekanan ekonomi global. BRICS dikenal sebagai forum yang mendorong pembangunan industri berbasis teknologi dan inklusi ekonomi. Indonesia berpeluang memanfaatkan kerja sama teknologi, transfer ilmu, dan pembiayaan untuk mempercepat industrialisasi dan meningkatkan produktivitas tenaga kerja dalam negeri.

Dengan demikian, sektor-sektor yang saat ini lesu bisa diberi napas baru, membuka lapangan kerja baru, dan mengurangi angka pengangguran akibat PHK.

Tantangan: Jangan Terjebak Ketergantungan Baru

Meski peluangnya besar, bukan berarti BRICS tanpa risiko. Indonesia harus tetap waspada agar tidak terjebak pada ketergantungan baru terhadap negara-negara BRICS, terutama China, yang memiliki agenda geopolitik kuat di kawasan. Kebijakan perdagangan dan investasi harus tetap berpihak pada kepentingan nasional, bukan hanya pada kepentingan anggota lain.

Peluang yang Harus Dimanfaatkan dengan Cermat

Di tengah tekanan ekonomi akibat defisit APBN, naiknya tarif AS, dan melonjaknya PHK, BRICS bisa menjadi salah satu jalan keluar bagi Indonesia. Namun peluang ini hanya akan berdampak positif jika dimanfaatkan dengan strategi yang matang, transparansi, serta kebijakan yang mengutamakan kesejahteraan rakyat.

BRICS bukanlah tongkat sihir yang bisa langsung menyelesaikan masalah. Ia hanyalah alat yang harus dikelola dengan bijak untuk mencapai tujuan ekonomi nasional yang berkeadilan dan berkelanjutan.

- Cetak Buku dan PDF-

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here