Akhir-akhir ini kita sering mendengar atau membaca berita mengenai kebijakan-kebijakan yang dinilai “ngawur” dan “menyulitkan rakyat”.  Munculnya tidak sekali dua kali tapi terus menerus, yang kadang membuat kita ngerasa capek dan kadang memilih pura-pura tidak tahu saja tentang kabar negara. Tapi tahu nggak yang kita rasakan itu bisa jadi karena kita mengalami burnout. Kita biasanya dengar orang burnout karena kerjaan. Tapi ternyata perasaan capek, lelah secara emosional, dan memilih pura-pura tidak tahu kabar negara karena kebijakan yang dibuat oleh negara juga bisa jadi tanda kamu mengalami burnout loh. Bukan karena beban kerja, tapi karena kebijakan yang tidak masuk akal?

Ya betul, burnout bisa datang dari sumber yang lebih besar dari sekedar tugas kantor yaitu dari “sistem”. Termasuk kebijakan pemerintah yang dirasa tidak logis, membingungkan, atau bahkan menyakitkan. Mari kita bahas sedikit dari sudut pandang psikologi, kenapa seseorang bisa burnout karena kebijakan.

Ada rasa tidak berdaya (helplessness), bayangkan kamu harus ikut aturan yang kamu tahu tidak masuk akal, tetapi tetap harus dijalani. Lama-lama kamu merasa, “Ya udahlah ya… nggak bisa ngapa-ngapain juga.” Dalam psikologi ini dibesut learned helplessness, rasa tidak berdaya yang dipelajari atau muncul karena terlalu sering mengalami situasi yang di luar kendali. Hal tersebut dapat menurunkan motivasi, membuat seseorang merasa tidak berdaya, frustasi, bahkan apatis terhadap perubahan sosial.

Ketegangan nilai (value conflict), burnout juga bisa muncul karena adanya konflik antara nilai pribadi dan nilai yang dipaksakan oleh kebijakan. Misalnya saja seorang guru percaya pada Pendidikan humanis, tetapi dipaksa menerapkan sistem pendidikan yang kaku dan tidak berpihak pada siswa. Atau tenaga kesehatan yang ingin menolong, tapi terbentur oleh birokrasi dan aturan yang memperumit layanan. Tabrakan antara nilai pribadi dan kenyataan sistem ini bisa bikin stress menumpuk, lama-lamai capek hati dan pikiran.

- Poster Iklan -

Selain itu adanya paparan terhadap ketidakadilan yang terus-menerus. Setiap buka berita, yang muncul korupsi, manipulasi data, aturan yang menyulitkan rakyat kecil, tapi mempermudah yang punya kuasa. Jika ini terjadi terus-terusan, otak kita bisa masuk mode survival (cara otak merespon stress kronis). Energi mental dan emosional terkuras, dan akhirnya jadi burnout

Hal tersebut akan berdampak pada kondisi psikologis seseorang. Bagaimana kamu bisa tahu mengalami burnout atau tidak dengan mengenali gejalanya. Seperti mengalami kelelahan emosional, padahal nggak ngapa-ngapain secara fisik. Mengalami sinisme sosial misalnya tidak percaya lagi dengan hal yang berbau “aturan” dan “pemerintah”. Apatis terhadap politik, tidak tertarik ikut urusan sosial atau politik. Penurunan produktivitas dan kepedulian sosial, selain itu juga dapat menimbulkan gejala psikosomatis seperti sakit kepala, gangguan tidur, dan kecemasan.

Jadi apa yang harus kamu lakukan jika sudah terjebak dalam kondisi burnout ini. Kamu bisa melakukan sedikit tips ini. Sadari kalau kamu tidak sendirian, apa yang kamu rasakan itu bukan lebay dan banyak orang merasakan hal yang sama. Validasi perasaan itu sangat penting sebagai langkah awal pemulihan. 

Bangun atau cari komunitas kecil, cerita dengan teman yang memiliki kesamaan atau kecocokan terutama dalam hal pola pikir dan minat bisa menyelamatkan mental. Bisa juga membuat aksi kecil dengan melakukan edukasi di medsos, diskusi, buat konten, dan lainnya. 

Fokus pada lingkaran kendali, kita mungkin tidak bisa merubah kebijakan besar dalam semalam. Tapi kita bisa tetap jaga kewarasan dengan cara membantu sekitar dan suarakan keresahan secara sehat. 

Istirahat dan rehat dari membaca berita atau media sosial. Bukan berarti kita tidak peduli, tapi sadar akan batas energi diri kita. Karena rasa peduli pada negara bukan berarti kita harus jadi korban oleh sistem tersebut. Jika memang sudah terasa berat, minta bantuan professional untuk terapi atau konseling agar dapat membantu mengurangi luka dan menguatkan diri.

Karena yang membuat capek itu buka negara saja, tapi rasa berharap pada negara yang tidak benar-benar hadir untuk rakyatnya. Kalau sekarang kita semua sedang merasa lelah, itu perasaan yang valid. Jangan lupa, burnout karena sistem itu nyata, dan kita perlu istirahat tanpa rasa bersalah.

- Cetak Buku dan PDF-

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here