Apa yang membuat penggemar (fandom) K-Pop setia? Jawabannya bukan cuma soal vokal, irama, atau visual yang memukau. Kesetiaan penggemar adalah cinta tanpa batas. Mengapa begitu? Ia lahir dari hubungan emosional kuat. Rasa cinta mereka hampir tak tergoyahkan.
K-Pop bukan soal tren musik yang kadang datang lalu pergi atau dilupakan. Ia telah menjelma menjadi budaya global yang menghipnotis hampir seluruh belahan dunia. Konsernya saja selalu sold out (terjual habis), merchandise yang laris manis, trending setiap ada tagar menyangkut idol. Itu semua menunjukkan betapa kuatnya kesetiaan penggemar pada idola mereka.
Loyalitas itu sering disebut sebagai “cinta tanpa batas”. Memang kelihatan terlalu berlebihan, tetapi penggambaran yang tepat memang begitu. Sebagian orang menganggap kesetiaan mereka tidak lazim dan tak ilmiah tetapi hubungan mereka dirakit dengan perasaan emosional. Jadi betapa eratnya kesetiaanya. Menembus jarak, bahasa, dan budaya.
Tak Rasional, tapi Nyata
Lalu apa yang membuat mereka setia? Menurut laporan data online dari wifitalent, lebih dari 70% penggemar K-Pop membeli merchandise resmi seperti album, light stick (tongkat lampu bertenaga baterai yang digunakan penggemar K-Pop untuk menunjukkan dukungan dan identitas mereka pada konser) atau atribut yang mereka sukai. Ini bisa dikatakan bukan soal konsumsi semata, tetapi cara fans mengekspresikan dukungan.
Survei di Thailand bisa menjadi salah satu bukti. Menurut penelitian dari Suvittawat (2021) ada berbagai bentuk loyalitas mereka. Mereka yang sangat setia cenderung membeli merchandise (skor 4,6 dari 5), merekomendasikan artis ke orang lain (skor 4,03 dari 5), rela melakukan fan voting atau tren di twitter atau X (skor 3,76 dari 5) serta mendahulukan idola dalam hati mereka (skor 3,52 dari 5). Cara fans menyikapi itu bentuk tindakan kesetiaan pada idol.
Kita coba lihat dalam grup seperti ARMY (fandom BTS) yang sangat mencolok. Penggemarnya lebih dari 40 juta subscriber Youtube dan puluhan juta pengikut di X dan Instagram. Data komunitas itu menunjukan bagaimana menggetakkan chart (bagan dari data yang menggunakan simbol seperti garis, batang atau irisan untuk memudahkan informasi dipahami), membuat streaming melonjak. Mereka juga sanggup memenangkan penghargaan fans-voted seperti Billboard Top Social Artist dengan lebih dari 300 juta suara. Ini bukan hanya soal angka, tetapi loyalitas aktif dan kompak.
Memang alasan paling sederhana soal musik. Penggemar loyal karena musik. Daikui atau tidak bahwa K-Pop dikenal dengan produksi lagu yang berkualitas tinggi, catchy, dan banyak jenis. Grup seperti BTS, Blackpink, EXO atau NewJeans bahkan menawarkan lagu dengan sentuhan pop, hip hop, R&B. Jenis ini selalu mengikuti tren global.
Data dari International Federation of Phonographic Industri (IFPI) menunjukkan bahwa BTS menjadi artis dengan penjualan musik terbesar tahun 2020. Itu sudah mengalahkan artis global Taylor Swift dan Drake. K-Pop menjadi bukti untuk pasar dunia, bukan hanya Asia semata.
Selain musik, lirik juga penuh makna dan menyentuh penggemar. BTS misalnya sering menyanyikan tentang self love, perjuangan hidup dan kesehatan mental. Itu topik yang relevan dengan generasi muda. Seolah lagi itu bagian dan mengekspresikan diri generasi muda.
Parasocial Relationship
Yang tak kalah pentingnya, K-Pop dikenal dengan visual idola yang memesona. Penampilannya menarik dan menjadi daya tarik besar. Setiap idola dibentuk dengan konsep yang matang. Gaya ramabut, pakaian, sampai panggung megah. Fans merasa dimanjakan dengan suguhan visual yang tak membosankan.
Penulis pernah mengadakan wawancara saat membuat disertasi soal K-Popers dengan penggemar NCT di Malang. Hasilnya, mereka ngefans sama idola karena dianggapnya layak jadi teladan. Perjuangan hidupnya tidak mudah dan singkat. Mereka ditempa pelatihan bertahun-tahun sebelum debut.
Perjuangannya juga penuh dengan air mata yang membuat fans semakin menghargai mereka. Pantang menyerah sebelum menjadi sukses. Fans tahu bahwa kesuksesan idola tidak datang secara instan. Tetapi hasil kerja keras, disipling dan pengorbanan besar.
Ada istilah yang bisa menggambarkan hubungan antara idol dengan fansnya yang disebut dengan parasocial relationship. Hubungan parasosial adalah hubungan emosional satu arah yang dirasakan seseorang terjadap tokoh publik atau karakter media. Biasanya berkaitan dengan selebritas, inlfuencer atau individu yang berpengaruh. Hubungan itu membuat penggemar merasa dekat, akrab atau bahwa merasa punya ikatan personal dengan idol (meskipun tak ada hubungan timbal balik langsung). Idol bukan objek huburan tetapi individu yang dianggap dikenal secara personal.
Karena hubungan yang dekat dan emosional sampai-sampai idol yang sudah tidak berjaya lagi tetap disukai. Contohnya, grup legendaris TVXQ yang pernah pecah. Namun hingga saat ini Cassiopeia (nama fandom mereka) masih setia mendukung karir individu para mantan anggota. Loyalitasnya telah teruji secara emosional bertahun-tahun.
Catatan Akhir
Kesetiaan penggemar K-Pop – khususnya idola – lahir dari kombinasi unik antara musik, visual memikat, solidaritas fandom, dan interaksi dekat. Idol bukan hanya artis di atas panggung, tapi juga sosok inspiratif yang seolah hadir dalam kehidupan mereka. Mereka bukan hanya penyanyi, melainkan panutan, teman virtual, bahkan motivator. Maka tak heran jika cinta fans pada idol disebut “cinta tanpa batas”.
Sekali lagi, fenomena di atas membuktikan bahwa K-Pop tak sekadar hiburan. Ia adalah industri budaya yang berhasil membangun hubungan emosional dua arah. Fans memberi cinta tanpa batas, sementara idol memberikan karya dan perhatian tulus. Hubungan inilah yang membuat K-Pop terus tumbuh, melampaui batas negara, bahasa, waktu dan budaya.