“Keadilan ekologis tidak sebatas mengadili perusakan lingkungan secara legal, namun menghadirkan pembangunan yang pro-lingkungan dan menjamin masyarakat untuk melindungi lingkungan secara konsisten”
Buku Demokrasi Lingkungan Hidup karya Sapto Hermawan menghidupkan konsep baru mengenai ecological democracy atau demokrasi lingkungan. Diawali dengan mengulas demokrasi secara filosofis hingga elemen dari ecological democracy, buku ini menjadi pemandu arah untuk membedah implementasi hukum lingkungan sekaligus menawarkan pendekatan multidimensional untuk menghadirkan sistem politik hukum yang berkeadilan secara ekologis. Kemunculan dari buku ini sangat relevan dengan isu-isu lingkungan yang ramai dalam beberapa waktu terakhir, khususnya pertambangan di Raja Ampat.
Wacana penambangan nikel di Raja Ampat menuai penolakan secara luas setelah kampanye Greenpeace viral di media sosial. Kekhawatiran akan “hancurnya” keindahan alam disana menjadi pecutan besar terhadap komitmen pemerintahan Prabowo dalam perlindungan lingkungan hidup.
Namun demikian, pencabutan IUP dari empat perusahaan tidak efektif dalam menghentikan eksploitasi alam di wilayah lain. Hal ini dikarenakan penegakkan hukum lingkungan tidak mampu membendung arus “penambangan” yang didominasi oleh pengusaha kakap. Berkaca dari kondisi ini, buku ini hadir untuk menjawab kebutuhan akan reformasi hukum lingkungan dan menghadirkan konsep demokrasi lingkungan yang selama ini absen dibahas oleh publik.
Secara umum, buku ini mengulas enam bagian yang mengulas semua unsur dari ecological democracy beserta tantangannya di Indonesia. Pertama ialah Demokrasi: Teori, Model, dan Filosofi. Bab ini menjelaskan tentang perkembangan konsepsi demokrasi sejak Yunani Kuno hingga era kontemporer yang kemudian dipadukan dengan tinjauan kembali tentang konsep keadilan. Pembacaan ulang atas demokrasi dan keadilan menjadi awalan yang bijak untuk membuka cakrawala baru kepada pembaca tentang ecological democracy.
Kedua ialah Etika Lingkungan Hidup. Bab ini menjelaskan tentang dua perspektif dominan yang mempengaruhi cara pandang terhadap lingkungan hidup. Diawali dengan kajian antroposentris, kritik terhadap kajian ini menggema luas sebagai akibat dari “kontribusinya” terhadap perusakan lingkungan dan non-antroposentris hadir sebagai sudut pandang alternatif dalam memandang relasi eksistensial antara manusia dengan alam.
Ketiga ialah Pembangunan Berkelanjutan. Bab ini mengulas tentang relevansi dari narasi pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Pembangunan berkelanjutan seringkali dipandang sebagai solusi penyelarasan antara pembangunan dan pelestarian alam, dengan kampanye MDG dan SDG gencar digaungkan sejak 2000-an. Namun pada bagian ini Sapto mengulas lebih lanjut prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang sesuai dengan Konferensi Rio 1992 dan juga membahas paradoks di balik pembangunan berkelanjutan yang selama ini mencuat diantara praktisi kebijakan.
Keempat ialah Isu-isu Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia. Masalah lingkungan hidup yang dihadapi Indonesia semakin kompleks, seperti eksploitasi nikel dan kerusakan hutan, dan rezim regulasi lingkungan sangat lemah dalam menindak permasalahan diatas.
Pada bagian inilah, Sapto mengulas secara rigid dinamika mengenai model pembangunan dan perdebatan di masing-masing rezim lingkungan hidup. Mulai dari perbandingan model pembangunan ekonomi lingkungan dengan ekologi ekonomi, pembahasan pada bab ini selayaknya menjadi perhatian khusus dalam menemukan titik temu antara ekonomi dan lingkungan yang kerap berseberangan.
Kelima ialah Elemen-elemen Demokrasi Lingkungan Hidup. Bagian ini menawarkan elemen penyusun utama dalam mewujudkan ecological democracy atau demokrasi lingkungan hidup. Unsur-unsur seperti hak atas informasi, partisipasi publik, dan keadilan selayaknya menjadi flagship dari UU PPLH untuk membentuk iklim demokrasi yang ekologis secara bersamaan. Sapto juga mengulas bagaimana hak masyarakat dalam PPLH menemui kontradiksinya secara substantif dan implementatif hingga saat ini.
Keenam dan terakhir ialah Aspek Yuridis Pengelolaan Nasional Lingkungan Hidup di Masa Mendatang. Diurai dari rantai validitas norma, Sapto menyatakan bagaimana harmonisasi norma dengan amanat UUD 1945 dan reformasi perundang-undangan harus menjadi prioritas dalam implementasi hukum lingkungan hidup.
Dengan demikian, roadmap dari pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia selayaknya direformasi ulang untuk menjawab tantangan kerusakan ekologis yang semakin masif. Keenam bab di atas sekiranya menjadi refleksi Sapto dalam membuka pengantar diskusi kepada pembaca mengenai konsep demokrasi lingkungan dan kebaruannya
Akhir kata, buku ini tidak lepas dari kekurangan dan segenap pengembangan lanjutan dari konsep ecological democracy dalam buku ini layak menjadi amunisi kognitif tambahan bagi pejuang lingkungan hidup di seluruh Indonesia.
Identitas Buku
Judul Buku: “Demokrasi Lingkungan Hidup: Konsep, Teori, dan Isu-isu Kontemporer di Indonesia”
Penulis: Sapto Hermawan
Penerbit: Setara Press
Tanggal Terbit: April 2021
Tebal Halaman: 228 halaman
Lebar: 15,5 cm
Panjang: 23 cm
Harga Buku: Rp 72.000

Dapatkan bukunya dengan harga khusus disini!