Kita hidup di tengah bisingnya alarm ekologi. Es mencair, hutan menghilang, udara sesak. Semua ini sering kita sebut “krisis lingkungan,” seolah-olah alam adalah entitas yang terpisah dari kita, yang kebetulan sedang sakit. Padahal, krisis ini adalah pantulan cermin dari luka batin peradaban kita sendiri.

Ketika kita mendengarkan lebih dalam, ada dua jeritan yang saling bersahutan: jeritan bumi yang dicabik-cabik dan jeritan perempuan yang dipinggirkan. Ini bukan kebetulan, inilah yang diungkap oleh Ekofeminisme: bahwa penindasan terhadap alam dan perempuan adalah dua sisi dari mata uang yang sama, dicetak oleh mesin dominasi yang sudah usang.

Ekofeminisme mengajak kita untuk berani melihat ke akar masalah, bahwa krisis moral dan kultural kita bersumber pada cara kita memandang dan memperlakukan “yang lain” – entah itu hutan yang dianggap tanpa nyawa, atau perempuan yang dianggap sekadar pelengkap.

 

- Poster Iklan -

Sejarah Tua yang Memisahkan Kita

Bayangkan ada sebuah buku aturan kuno yang mengatur dunia. Dalam buku itu, peradaban kita membuat pemisahan besar: pria dianggap sebagai akal dan budaya; sementara perempuan dan alam dikunci dalam kotak yang sama, diberi label emosi dan materi.

- Cetak Buku dan PDF-

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here