Fenomena Arab Spring & Law 09/09 : Dua Sebab Lahirnya “Pesan Rakyat Tertindas” (sumber foto: Britannica)
Fenomena Arab Spring & Law 09/09 : Dua Sebab Lahirnya “Pesan Rakyat Tertindas” (sumber foto: Britannica)

Sebuah lagu pastinya tidak lahir begitu saja. Biasanya sebuah lagu muncul dari buah pikir seseorang atau kelompok yang berasal dari pengalaman serta peristiwa yang terjadi di sekitar. Pengalaman dan fenomena inilah yang kemudian menginspirasi seseorang atau kelompok untuk membuat sebuah karya lagu tertentu. 

Berbicara mengenai lagu, suporter bola dan lagu merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Jika kita datang ke stadion dimanapun itu berada, tentunya kita akan mendengar suara nyanyian dari para suporter. Bahkan beberapa kelompok suporter memiliki album sendiri yang isinya adalah lagu-lagu yang mereka ciptakan. 

Umumnya lagu dari para suporter sepakbola berisi dukungan kepada tim kebanggaannya ataupun psywar untuk tim lawan. Namun, tidak jarang para suporter bola juga akan menyanyikan sebuah lagu yang isinya diluar konteks sepakbola. Contohnya seperti yang dilakukan oleh kelompok suporter bola di negara Maroko. Dimana mayoritas kelompok suporter di Maroko menyanyikan lagu yang isinya bersifat sosial dan politik. 

Hal ini bermula sejak tahun 2005, yaitu ketika bangkitnya gairah suporter bola di Maroko. Pada saat itu lahir dua kelompok suporter, yaitu Green Boys dari klub Raja Casablanca dan winners dari Wydad Athletic Club. Mereka mendeklarasikan kelompoknya sebagai ultras, sebuah kultur suporter yang berasal dari Italia. Setelah kemunculan dua kelompok ultras di Kota Casablanca, lambat laun ultras di Maroko terus bertambah dan makin tersebar ke berbagai kota di Maroko. 

- Poster Iklan -

Sebagai komunitas terorganisir, ultras Maroko dikenal akan fanatisme dan loyalitasnya, serta aksi-aksi teatrikal yang memukau. Tidak hanya itu, ultras Maroko yang awalnya hanya merepresentasikan sebuah kelompok yang mendukung tim sepakbola, lambat laun menjelma menjadi agent of change. Mereka telah menjadi penggerak masyarakat Maroko untuk melakukan perubahan yang berkaitan dengan isu sosial dan politik. 

Para ultras tidak segan untuk melakukan aksi perlawanan, protes dan kritik terhadap pemerintah. Biasanya mereka akan memanfaatkan tribun stadion sebagai arena untuk bersuara dalam melawan pemerintah. Mereka bersuara melalui berbagai instrumen, seperti bendera, spanduk, tifo hingga lagu atau chant yang dinyanyikan. Maka tidak heran jika banyak lagu bersifat sosial dan politik yang lahir dari ultras Maroko.

Berkembangnya ultras Maroko menjadi agent of change mulai terlihat pada medio tahun 2010 dan 2011. Dimana pada saat itu, kondisi geopolitik di wilayah Maroko dan sekitarnya bergejolak. Sebuah gerakan pemberontakan digaungkan oleh masyarakat di wilayah timur tengah dan Afrika Utara. Gerakan tersebut dikenal dengan istilah arab spring, yaitu gerakan pro demokrasi serta penentangan terhadap pemerintah. 

Fenomena arab spring ini dimulai pada tahun 2010, diawali dari gerakan revolusi di dua negara Afrika Utara, yakni Tunisia dan Mesir. Di Tunisia, gerakan tersebut dinamakan dengan jasmine revolution, semenatara di Mesir dinamakan gerakan January 25 Revolution. Kedua gerakan memiliki tujuan yang sama dan hasilnya yang sama pula, yakni berhasil menggulingkan rezim yang berkuasa secara otoriter. Keberhasilan dua gerakan di Tunisia dan Mesir, membuat rakyat dari negara lain termotivasi untuk melakukan hal yang serupa. Gerakan protes dan unjuk rasa kemudian mulai menyebar ke berbagai negara di wilayah timur tengah dan Afrika Utara lainnya, termasuk di negara Maroko. 

Di Maroko, gerakan fenomena arab spring mulai mencuat ke permukaan pada tanggal 20 Februari 2011. Di bawah panji gerakan 20 Februari, ribuan masyarakat Maroko turun ke jalan dan melakukan aksi protes terhadap pemerintah. Bahkan tiga afiliasi politik yang berbeda ideologi, seperti faksi kaum kiri sekuler, kaum independen dan kelompok pemuda Islam Justice and Charity, mereka semua ikut turun ke jalan dan berada di bawah panji yang sama yakni gerakan 20 Februari. 

Namun sayangnya gerakan yang terjadi di Maroko tidak sama dengan yang terjadi di Tunisia maupun Mesir. Gerakan pemberontakan yang dilakukan di Maroko cenderung gagal. Hal ini tidak terlepas dari keberhasilan pemerintah dalam menahan pemberontakan, dalam hal ini monarki Maroko berhasil melakukan represif dengan merancang reformasi konstitusional terbatas. 

Meski gerakan 20 Februari telah gagal dan pemerintah selamat dari pemberontakan, namun kepercayaan masyarakat kepada pemerintah terus menurun tiap tahunnya, termasuk dari para ultras Maroko. 

Sebagai komunitas yang banyak diisi oleh para generasi muda Maroko, ultras tetap semangat dan tidak menyerah untuk bersuara atas keresahan masyarakat. Gagalnya gerakan 20 Februari menjadi pemantik ultras Maroko dalam melakukan gerakan resistensi politik. Mereka memilih sepakbola sebagai jalan untuk melampiaskannya dan menjadikan lagu atau chant sebagai salah satu instrumen-nya. Hal inilah yang kemudian banyak lahir lagu bersifat sosial dan politik dari ultras Maroko. 

Lagu hadi blad al-hogra misalnya, lagu yang dinyanyikan ultras Hercules ini menjadi bukti kemarahan dan keresahan para ultras terhadap isu sosial yang terjadi di Maroko. Kata hogra sendiri berasal dari frasa yang berkaitan dengan “penindasan”, sementara arti untuk lagunya secara keseluruhan, yaitu “ini adalah tanah penghinaan”. Lagu ini secara khusus berisi sindiran dan kritikan mengenai festival mawazine, yaitu festival musik internasional terbesar di Afrika yang tiap tahunnya diselenggarakan di kota Rabat, Maroko. 

Diketahui bahwa pada tahun 2011 yang lalu, festival mawazine mengundang penyanyi superstar Shakira. Namun disisi lain, kehadiran Shakira di festival ini menjadi kontroversi di masyarakat. Banyak masyarakat yang beranggapan bahwa festival mawazine hanya menghambur-hamburkan uang saja. 

Salah satu elemen masyarakat yang menentang festival ini adalah ultras Hercules. Melalui lagunya hadi blad al-hogra, mereka menyindir besarnya biaya yang dikeluarkan untuk mengundang Shakira. Mereka membandingkannya dengan kondisi masyarakat Maroko yang justru dihadapkan dengan permasalahan harga tinggi dan ultras Hercules menganggap bahwa mafia bermain disini. 

Sejalan dengan lagu Hadi blad al-hogra, lagu Lyam Ya Lyam  yang berasal dari kelompok ultras Black Army juga memiliki makna yang serupa. Meski tidak secara eksplisit menggambarkan permasalahannya, namun lagu Lyam Ya Lyam tetap menyatakan sindiran keras kepada pemerintah,. Melalui lagunya, ultras dari klub Asfar FC ini menyoroti kasus korupsi dan kemiskinan yang terjadi. Mereka juga secara terang-terangan menyindir keras kebiasaan para anggota parlemen yang melakukan korupsi padahal kerjaannya hanya tidur dan tidur saja. 

Ultras Black Army di akhir lagunya mengatakan bahwa mereka datang untuk bersuara atas permasalahan yang ada dan mereka tidak takut dengan hukuman yang bisa saja sewaktu-waktu datang kepada mereka. Karena sejatinya yang para ultras inginkan adalah kehidupan yang damai. 

Melihat dua lagu diatas, menandakan bahwa fenomena arab spring menjadi pemantik para ultras di Maroko untuk melakukan perlawanan terhadap pemerintah. Mereka menjadi lebih berani dalam bersuara dan menyampaikan protes kepada pemerintah. Tidak jarang juga aksi dari para ultras ini berimbas kepada terjadinya konfrontasi dengan pihak berwajib dan tidak jarang juga menimbulkan korban dari kedua belah pihak. 

Adanya konfrontasi antara ultras dan pihak berwajib membuat pemerintah pada tahun 2016 mengeluarkan sebuah peraturan yang disebut dengan law 09/09. Sebuah peraturan untuk membatasi aktivitas ultras di stadion. Bagi pemerintah peraturan ini ditujukan untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam lingkungan sepakbola, sebaliknya bagi para ultras, peraturan ini seperti sebuah pengekangan bagi mereka. 

Imbas dari diberlakukannya law 09/09, kemarahan ultras kepada pemerintah kian bertambah dan suara penentangan semakin keras digaungkan. Lagu yang bersifat politik pun semakin banyak bermunculan, tidak hanya dari satu atau dua kelompok ultras saja, melainkan hampir dari semua ultras di Maroko. Baik kawan atau lawan, para ultras  berdiri bersama dan menyanyi bersama untuk menentang kebijakan pemerintah, termasuk kebijakan Law 09/09.  

Adapun lagu message “today 1312 & forever menjadi salah satu lagu yang keras mengkritik kebijakan Law 09/09. Lagu yang dinyanyikan oleh ultras Helala Boys ini secara eksplisit menyindir kebijakan Law 09/09. Menurut mereka kebijakan ini menjijikkan dan membuat mereka seperti tertindas. Tidak hanya itu, dalam lagunya ultras Helala Boys juga menyampaikan amarahnya kepada pemerintah, media dan juga orang-orang elit. 

Mereka marah kepada pemerintah karena telah membuat kebijakan represif, disisi lain mereka juga marah kepada media karena telah memberikan citra buruk kepada para ultras. Dimana media selalu menggambarkan para ultras sebagai kelompok yang anarkis dan berandal, padahal realitanya para ultras-lah yang paling keras bersuara untuk masyarakat kecil dan terpinggirkan. 

Hal tersebut menandakan bahwa lagu ini secara tersirat menggambarkan pemerintahan yang represif dan juga ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintah. Selain itu, meski lagu ini mayoritas berisi kritikan, protes dan sindiran, namun di  lagu message “today 1312 & forever juga terselip sebuah doa agar mereka terhindar dari penindasan. 

Kemudian, setelah Helala Boys mengeluarkan lagunya yang berjudul message “today 1312 & forever. Pada tahun 2017, ultras Eagles 06, salah satu kelompok suporter di klub Raja Casablanca, mengeluarkan lagu yang berjudul F’bladi Delmouni (tertindas di negara saya). Melalui lagunya,  ultras Eagles 06 mengatakan bahwa selama ini mereka hidup dalam kesengsaraan dan meminta pertolongan serta keselamatan dari yang maha kuasa. Munculnya kesengsaraan tidak lain tidak bukan karena kebijakan represif yang dilakukan oleh pemerintah, yang pada akhirnya menyebabkan ketimpangan sosial di masyarakat. 

Melalui lagu F’bladi Delmouniultras Eagles 06 mencoba mengangkat isu sosial yang sedang ramai pada saat itu. Mulai dari permasalahan narkotika hingga eksploitasi sumber daya alam oleh pihak asing, mereka sampaikan secara gamblang di tribun stadion. 

Mereka menganggap  bahwasanya generasi muda Maroko menjadi tertindas karena kebijakan yang telah pemerintah lakukan dan bakat yang mereka punya seperti dimatikan oleh pemerintah. Di akhir lagunya mereka menegaskan bahwa pemerintahlah yang memulai duluan dan apa yang para ultras lakukan hanyalah “asap” dari “api” yang dinyalakan oleh pemerintah. Hal inilah yang menyebabkan ultras yang lain melakukan hal yang serupa dengan ultras Eagles 06.

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa fenomena arab spring dan kebijakan Law 09/09 memiliki pengaruh kuat terhadap aksi resistensi yang dilakukan para ultras, yang kemudian mengilhami lahirnya “pesan rakyat tertindas” dari para ultras. Berbagai lagu yang bermakna  penindasan banyak dinyanyikan, baik secara eksplisit maupun implisit. Ini tentunya menjadi bukti bahwa sebuah fenomena dapat menghasilkan sebuah karya lagu dan pesan dari lagu tersebut menjadi respon atas  fenomena yang terjadi. 

- Cetak Buku dan PDF-

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here