Di banyak kampung, ketua RT biasanya identik dengan sosok bapak-bapak pemilik rambut putih yang kalau rapat warga duduknya paling depan, lengkap dengan peci dan baju kokonya. Tapi di satu sudut kampung, ada cerita berbeda. Ketua RT di sana bukan lagi bapak bapak, melainkan anak muda Gen Z. Sahdan Arya Maulana namanya, mahasiswa Teknik Industri Universitas Muhammadiyah Jakarta. 

Gen Z itu kalau kerja lebih seneng rame-rame atau bawa temen, jadi dalam menjalankan tugasnya, Arya didampingi dengan “dua dayang” alias sahabat Arya dari kecil. Peran mereka jelas, ada yang jago ngatur keuangan (bendahara), dan ada juga yang jago bikin laporan dan mengurus administrasi (sekretaris). 

Apresiasi yang besar juga patut dilontarkan buat masyarakat RT.007 RW.008 di Kelurahan Rawa Badak Selatan yang sudah memilih dan mempercayai generasi muda sebagai pemimpin. Arya berhasil mengalahkan dengan telak bapak-bapak berusia lima puluh tahunan dalam pemilihan ketua RT. 

Menjadi Pemimpin Bukan Soal Usia, tapi Soal Aksi

Inilah bukti nyata kalau jadi pemimpin nggak harus nunggu ubanan. Yang penting bukan usia, tapi kemampuan ngatasi masalah. RT Gen Z mungkin masih muda, tapi mereka lahir di era digital, jadi terbiasa ngatur informasi dengan cepat. 

- Poster Iklan -

Masalah klasik kayak warga lupa iuran bulanan bisa langsung diselesaikan pakai reminder otomatis di WhatsApp. Surat menyurat ke kelurahan yang biasanya ribet bisa dipermudah dengan template dokumen online. Bahkan laporan kegiatan bisa dibuat keren lengkap dengan infografis warna-warni.

Arya punya gaya kepemimpinan khas anak muda. Seperti gen Z pada umumnya caranya memimpin santai tapi tetap tegas. Di tangan Arya, rapat warga bukan lagi forum menegangkan, tapi lebih mirip diskusi bareng sambil nyemil gorengan. Semua bisa ngomong, semua bisa nyeletuk, tapi hasil akhirnya tetap jelas. 

Arya ini nggak ragu untuk terjun langsung ke lapangan, ikut menyapu jalan, hingga membantu warga yang sedang kesulitan. Selain itu, Arya ini aktif mengajak warga untuk musyawarah sebelum mengambil keputusan .

Program Kerja Kekinian

Arya dan timnya nggak cuma eksis buat foto-foto. Mereka beneran punya program nyata yang bikin warga merasa kehadiran RT Gen Z ini beda. Kalau dulu, perbaikan jalan kampung nunggu proposal cair bertahun-tahun, hal ini nggak berlaku buat gen Z. Mereka langsung bergerak, membuat sistem iuran transparan, ngajak pemuda turun tangan, sampai ngajak kerjasama dengan pihak luar. Dan hasilnya, jalan kampung pun jadi lebih mulus. 

Daripada tiap malam ronda tapi ketiduran, mending ada kamera yang standby 24 jam. RT Gen Z ini memasang dan mengawasi langsung CCTV yang dipasang di sepanjang jalan. Kampung jadi lebih aman, karena maling pun takut aksinya ketangkep basah dan wajahnya viral di media sosial. 

Empati mereka ini khas Gen Z banget, bukan sekadar peduli, tapi baper sosial. Begitu ada warga sakit atau meninggal, mereka langsung beraksi. Mereka ngerti kalau kepemimpinan itu bukan cuma soal pembangunan fisik, tapi juga harus merangkul paa yang lemah. Warga yang kesulitan ekonomi dapat perhatian lewat bantuan sembako. Bukan hanya saat momen besar, tapi juga ketika ada warga yang benar-benar butuh. Kalau kataku sih Gen Z itu cepat marah pada ketidakadilan, cepet tergerak untuk kemanusiaan.

Pelopor Gerakan Pemuda Kampung 

Biasanya, anak muda kampung kalau ditawari ikut kerja bakti jawabannya seragam “Lihat nanti, Bang.” Terjemahannya, kemungkinan besar nggak datang. Mereka lebih betah nongkrong di warung kopi, mabar Mobile Legends, atau scrolling TikTok sampai pagi lagi.

Tapi semua berubah sejak kursi ketua RT ditempati Arya, anak Gen Z yang gaya kepemimpinannya santai tapi tegas. Dengan gaya bahasanya yang sederhana, ia mampu membuat pemuda merasa penting, pemuda jadi merasa dilibatkan, bukan sekadar disuruh.

Kerja bakti misalnya, nggak cuma soal angkat batu dan sapu jalan, tapi juga dokumentasi, bikin poster kegiatan, bahkan ada yang nge-drone untuk bikin recap video. Gotong royong jadi estetik, dan itu bikin pemuda makin betah. “Kerja bakti itu bukan beban, tapi kesempatan nunjukin solidaritas,” katanya.

Ajaibnya, kalimat sederhana itu berhasil. Pemuda yang tadinya males, sekarang rela bangun pagi demi bersihin selokan. Mereka nggak lagi datang dengan wajah terpaksa, tapi dengan semangat kayak ikut turnamen futsal. Dan pemudinya juga gak kalah semangat karena mereka punya misi untuk menaklukkan hati “trio kampung” itu (ketua, sekretaris, bendahara Gen Z). Menurut Arya sendiri, keterlibatan anak muda dalam kepemimpinan lingkungan sangat penting untuk menghadirkan semangat baru serta inovasi dalam pengelolaan wilayah. 

RT Gen Z mungkin masih baru, kadang canggung, dan sering dipandang sebelah mata. Tapi justru itu yang bikin mereka beda. Mereka bukan pemimpin yang datang dengan pengalaman panjang, melainkan mereka datang dengan semangat belajar yang membara.

Jadi kalau ada warga yang masih bilang, “Ah, bocah kok jadi RT,” ya jawab aja “Kenapa tidak? Pemimpin itu bukan soal uban, tapi soal tanggung jawab.”

Karena pada akhirnya, yang dibutuhkan kampung bukan RT sepuh atau muda, tapi RT yang bisa bikin warga merasa aman dan nyaman. 

Tapi lowongan jadi bu RT ternyata sudah terisi teman-teman, mungkin yang berminat bisa mencalonkan diri untuk menjadi bu sekretaris atau bu bendahara hehe.

- Cetak Buku dan PDF-

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here