Perdebatan yang cukup alot biasanya terjadi ketika kita coba mendefinisikan kelas menengah. Terdapat pendapat yang memandang bahwa istilah kelas menengah tidak lebih dari misi membendung gerakan progresif.
Istilah kelas menengah juga tidak dapat dijadikan klaim penilaian status yang mutlak. Masyarakat berkembang begitu dinamis. Misalnya penggolongan mahasiswa sebagai kelompok kelas menengah bisa saja tidak relevan. Mahasiswa berpotensi menjadi pengangguran ketika sudah lulus kuliah. Keadaan mereka cukup rentan dan sangat tergantung pada konteks tertentu.
Pengelompokan kelas menengah tidak cukup dipengaruhi oleh faktor kuantitatif, dalam bentuk pendapatan atau pengeluaran saja. Melainkan juga posisi politiknya dalam relasi produksi sosial di masyarakat.
Pendapat lain menyatakan bahwa istilah kelas menengah cukup relevan saat ini. Istilah tersebut sangat membantu pengelompokan suatu golongan karena kompleksitas pola dan posisi masyarakat di era sekarang. Analisis perihal kelas menengah cukup membantu mengurai peta sosial untuk mendukung terselenggaranya program pembangunan.
Aspek Sejarah
Sejarah kelas menengah di Indonesia di mulai ketika zaman kerajaan mataram dimana sistem feodal menghendaki adanya pejabat tinggi (bangsawan dan aparat birokrasi). Merekalah yang mendistribusikan upeti dari penduduk untuk disetorkan kepada raja.
Kelas ini punya posisi penting di masyarakat namun terombang-ambing secara politik. Pada era kolonial awal, kelas menengah tidak berbeda jauh dengan zaman kerajaan.
Mereka mempunyai peran distribusi (pamongpraja, pegawai Indonesia baru, pengusaha partikelir Eropa, akademis Indonesia).
Perbedaannya, golongan ini bergantung pada pemerintah kolonial Belanda.
Pada akhir masa pendudukan kolonial dan penjajahan Jepang, kelas menengah didominasi kelas intelektual terdidik yang dipelopori oleh kaum terpelajar. Pemikiran mereka condong pada ideologi kebangsaan. Mereka menyadari sudah saatnya bangsa Indonesia keluar dari belenggu penjajahan. Mereka memahami pentingnya berorganisasi dan mendorong upaya kebebasan, kemerdekaan hakiki. Trayektori kelas menengah ini bertahan hingga pemerintahan orde lama.
Kehadiran kelas menengah terutama di awal periode orde baru dianggap sebagai angin segar untuk mendukung proses demokratisasi. Peran mereka diharapkan dapat secara efektif mengangkat posisi kelas yang ada dibawahnya, yaitu untuk mencapai keadilan akses sumber daya, sehingga dapat mengurangi jurang kemiskinan yang mendera negeri.
Jika zaman pra kemerdekaan kita mengenal kaum terpelajar, di era orde baru istilah ini bergeser menjadi mahasiswa. Gerakan mahasiswa berperan sentral mengawasi jalannya kekuasaan. Meskipun pada akhirnya, gerakan mereka tetap saja kalah oleh kekuatan ekonomi kapitalisme yang difasilitasi kelompok militer.
Pada era pasca reformasi, peran kelas menengah secara signifikan meningkat. Ini dikarenakan tuntutan demokratisasi dalam bentuk keterbukaan dan partisipasi.
Adanya desentralisasi juga semakin menambah kebebasan kelas menengah dalam mengambil peran. Mereka hidup dalam aktivitas yang melek secara sosial dan hidup dalam kondisi ekonomi yang relatif stabil.
Pokok Argumen
Dalam konteks Indonesia, jika dilihat dari basis produksinya, kelas menengah lebih cenderung berkolaborasi dengan negara alih-alih secara independen membangun basis produksinya sendiri. Berbeda dengan kelas menengah di negara pertama yang mengambil jarak dengan negara, misalnya tentang perekonomian.
Pencapaian posisinya sebagai kelas menengah tidak dibangun atas usaha sendiri, namun dengan seperangkat dukungan fasilitas dari negara. Hidup dengan berbagai macam privilege, fasilitas yang secara umum dimiliki yakni akses terhadap pendidikan.
Kemudahan tersebut akan membentuk kesadaran mereka untuk memunculkan visi perubahan. Visi atas kesadaran tersebut biasanya terwujud dalam bentuk wacana moral dan politik.
Kelas menengah percaya kedua hal tersebut merupakan upaya strategis untuk mewujudkan sebuah agenda transformasi. Partisipasi aktif kelas menengah yang diyakini konstruktif menutupi fakta bahwa mereka bagian kelompok pro kemapanan.
Penelitian perihal kelas menengah perlu diperbanyak dalam kasus Indonesia untuk membedah kontribusi sosial mereka. Buku Sejarah Kelas Menengah ini memberikan gambaran yang komprehensif terkait dinamika kelas menengah dilihat dari sudut pandang sejarah.
Secara deskriptif, penulis berusaha menyajikan periodisasi waktu terkait dinamika kelas menengah di Indonesia secara cukup rinci. Penjelasan yang lengkap membuka cakrawala pemikiran pembaca untuk tidak secara objektif memandang peristiwa hanya dari satu sudut pandang.
Kelas menengah di Indonesia lebih diakibatkan karena konstruksi politik dibanding sebagai suatu posisi kelas yang mengakar dalam dinamika kapitalisme di Indonesia. Ia adalah instrumen kekuasaan dominan untuk memecah potensi revolusioner kelas pekerja.
Kekuasaan mengaburkan dan membaginya dalam bentuk stratifikasi sosial yang berjenjang atau tidak ketat. Dengan demikian upaya perlawanan terhadap kapitalisme pun secara insignifikan dapat ditekan.
Kelahiran kelas menengah di Indonesia juga bisa dibilang instan. Berbeda dengan borjuasi di beberapa negara maju yang melalui pematangan berabad-abad. Kaum borjuasi tersebut dapat membentuk cengkraman kekuasaan yang kuat di negara masing-masing.
Buku ini sangat cocok dibaca oleh mereka yang resah terhadap kondisi sosial. Bahwa ikhtiar perjuangan keadilan dan kesetaraan tidak hanya hidup di ruang-ruang yang hampa. Mereka hidup pada setiap zaman namun selalu saja kalah dengan kekuatan dominan.
Dapatkan promo khusus pembelian buku Sejarah Kelas Menengah karya Arie Wahyu Pratama dengan klik di sini.
Deskripsi Produk

Judul: Sejarah Kelas Menengah Penulis: Arie Wahyu Pratama
Tebal: xii+98 hal
Tahun/penerbit: 2019/Intrans Publishing