Dunia anak adalah laboratorium kehidupan di mana segala kemungkinan diuji.
Karya sastra Si Dul Anak Jakarta merupakan novel yang memiliki sejarah panjang dalam dunia sastra Indonesia. Ditulis oleh Aman Datuk Madjoindo, novel ini pertama kali hadir di hadapan pembaca pada tahun 1932 melalui penerbit Balai Pustaka. Menariknya, kesetiaan Balai Pustaka terhadap karya ini terbukti dari konsistensi mereka yang terus menerbitkannya hingga cetakan ke-24 pada tahun 2010 (sesuai buku Si Dul Anak Jakarta yang saya miliki). Perjalanan novel ini juga ditandai dengan transformasi judul yang cukup signifikan, di mana pada awalnya dikenal sebagai Si Doel Anak Betawi sebelum akhirnya mengalami perubahan menjadi Si Dul Anak Jakarta pada edisi kedua.
Novel tersebut memiliki struktur yang terdiri dari sebuah bagian pembuka dan dilanjutkan dengan delapan bagian utama. Kedelapan bagian tersebut mengalir dalam urutan: “Di Bawah Pohon Sauh”; “Si Dul Jadi Haji”, “Gembala Kambing”, “Mencari Umpan Kambing”, “Berjual Nasi Ulam”; “Bang Amat yang Baik Hati”; “Si Dul Kecewa”; dan “Maksud Si Dul Sampai”. Sejalan dengan visi pengarangnya yang membidik pembaca remaja, novel ini berhasil meraih popularitas signifikan di kalangan pelajar sejak awal dekade 1980-an. Kesuksesan ini menunjukkan bahwa karya klasik dapat tetap relevan, diminati oleh generasi yang berbeda, sekaligus membuktikan ketepatan strategi pengarang dalam memilih segmen pembacanya.
Si Dul Anak Jakarta menceritakan kehidupan Abdul Hamid, akrab dipanggil Si Dul, yang terkenal dengan kenakalan masa kecilnya. Ia tumbuh dan besar dengan budaya Betawi di era sebelum perang kemerdekaan Indonesia. Si Dul merupakan anak tunggal; ibunya bernama Amne, sedangkan ayahnya bekerja sebagai sopir kendaraan umum dengan rute Bogor-Jakarta. Setiap siang dan sore, Si Dul beserta teman-temannya rutin belajar mengaji di kediaman kakeknya, Engkong Salim, yang dikenal sebagai sosok pendidik yang keras. Kedua orang tuanya pun digambarkan sebagai pribadi yang sangat taat beribadah dan murah hati, sehingga keadaan keluarga mereka tetap harmonis meskipun berada dalam keterbatasan ekonomi.





















