Musim Buah
“apa lagi yang akan dirampas nasib dariku?”
jatuhnya durian bersepakat bersama dentum
jantungnya. menerka adakah maling malam
ini. musim di mana semua makhluk menjadi
sosok lapar. memaksa tubuhnya lebih rimba
dari hukum. ia lantas menuju gelap mengeja
arah kebun. biasanya musuh samar menjadi
jadi. adakah maling malam ini?
Erhan Al Farizi
Karanganyar, Januari 2025
Ampas Kopi
sebermula dari kafein yang terseduh
bahwa pumbuluh darah sudah memalas
mengadu nasibnya lewat setengah nyawa
maka butuhlah ia beberapa dag-dig-dug.
robusta itulah sebenar-benar kekasih
yang mengiringi ia di segala cuaca:
dalam dinginnya rasa sendiri, robusta
akan membuatnya khusyuk berzikir
perihal rezeki dan silsilah;
dalam hangatnya bersama, robusta
akan membuat lengannya terlatih
merancang revolusi.
di detak sekian dadanya gentar
sial, asam lambung memperluas
daerah kekuasaan di tubuhnya.
segala yang dicipta jemari manusia,
pastilah akan mengampas.
Erhan Al Farizi
Karanganyar, Januari 2025
Jaga Kali
menuju bibir kali yang bisu. lelaki itu menapaki
nasihat bahwa para segala menyimpan masanya
masing-masing. kampung itu pernah membeku
sempurna. namun akhirnya meleleh ditikam abad
yang memanas. semua yang dulu milik masa lalu
akhirnya dipinang masa kini. beberapa sepuh itu
sepah juga ditelan tanah. beberapa tanah kebun
akhirnya tertawar orang. beberapa orang kawan
akhirnya kawin dengan jalur rantau nun jauh.
ah, kesepian telah memahatnya menjadi petapa.
kesepian, hanya babak metamorfosa. ia berpikir
hanya merindukan masa kenyang sebelum terbit
masa lapar. seperti jarum jam, ia berbijak bahwa,
“ikan yang di bawah sana akan di atas sini. di masanya
orang-orang mesti bijaksana menjinakkan masa bosan.”
Erhan Al Farizi
Karanganyar, Januari 2025
Tanah Lapang
matanya memekat, tangannya meliat,
kakinya memadat. tubuhnya adalah
saudara sepersusuan dari tubuh pedukuhan.
dibesarkan oleh tanah lapang desa bersama
kun faya kun! jadilah tanah lapang itu segala:
gelanggang bola, panggung sandiwara,
arena berkejaran, atau medan perang.
mereka cakap bermain peran, tapi
semoga mereka pandai menghayati
diri sendiri. sedangkan raganya ialah bumi
dibentuk dengan jari-jari orang sekeliling.
telah ia kutip juga bagian tubuh orang lain
untuk dirinya. tak ingin ia sendiri.
bersaf-saf nama masa lalunya beralamatkan
dalam puisi. mereka lalu bermain teka-teki:
“di baris ke berapakah kisahku dikutip dalam puisi ini?
Erhan Al Farizi
Karanganyar, 2024—2025
Ritus Rantau
di negeri liyan kala bertaruh ia pada tanah
maka ia pinjam lagi tubuh kesayangannya:
ia menatap melalui mata bapaknya,
ia menanak melalui tangan ibunya,
ia menapak melalui kaki kawannya.
rasa rindu tak akan pernah punah,
ia hanya berganti nama dan bentuk.
Erhan Al Farizi
Karanganyar, Februari 2025