Tahun 2025 mencatat realokasi anggaran negara ke berbagai kementerian dan lembaga (K/L) yang sangat signifikan. Namun, di balik pagu anggaran yang besar, muncul pertanyaan penting: lembaga manakah yang paling banyak menerima dana publik dan institusi mana saja yang tercatat melakukan pelanggaran serius seperti pelanggaran HAM, korupsi, kolusi, dan nepotisme?
1. Lembaga Penerima Anggaran Terbanyak 2025
Berdasarkan data APBN dan RAPBN 2025:
-
Kementerian Pertahanan (Kemenhan) menempati urutan pertama dengan alokasi hingga sekitar Rp165–166 triliun Infobanknewsdetikfinance.
-
Kepolisian Republik Indonesia (Polri) berada di posisi kedua, mendapat alokasi sekitar Rp126–138 triliun AFU.IDInfobanknewsdetikfinance.
-
Posisi berikutnya ditempati oleh:
-
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR): Rp116 triliun
-
Kementerian Kesehatan (Kemenkes): Rp90–105 triliun
-
Kemendikbudristek: Rp83 triliun
-
Kementerian Agama (Kemenag) dan Kemensos: masing-masing sekitar Rp78–79 triliun
-
Badan Gizi Nasional: sekitar Rp71 triliun
-
Kementerian Keuangan (Kemenkeu): Rp53 triliun
-
Kementerian Perhubungan dan Kejaksaan RI juga termasuk dalam daftar besar anggaran, meski di bawah sepuluh besar utama detikfinance.
-
2. Institusi Paling Banyak Terlibat Pelanggaran HAM
Komnas HAM menyatukan data valid bahwa Polri merupakan institusi yang paling sering diadukan terkait pelanggaran HAM. Pada tahun 2024, Polri menjadi pihak paling banyak dilaporkan Kompas Nasional.
Sepanjang 2023, tercatat 771 aduan pelanggaran HAM terhadap Polri https://www.alinea.id, dan sepanjang 2022 ada 861 aduan Republika Onlinehttps://www.alinea.id. Pada 2024, lembaga ini kembali berada di urutan teratas dari laporan Komnas HAM Kompas Nasional.
3. Praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
Berikut beberapa fenomena yang teridentifikasi dalam laporan akademis dan pengawasan:
-
Nepotisme dan kolusi masih mengakar dalam birokrasi, menghambat profesionalisme, dan menurunkan kualitas pelayanan publik. ICW mencatat praktik korupsi pengadaan barang dan jasa merugikan triliunan rupiah, serta “jual beli jabatan” menjerat 371 ASN sebagai tersangka Universitas Gadjah Mada.
-
Modus korupsi dominan: proyek fiktif (288 kasus) dan penyalahgunaan anggaran (259 kasus), mencerminkan lemahnya pengawasan Universitas Gadjah Mada.
-
SOEs (BUMN) rawan politisasi: TI Indonesia menemukan jabatan komisaris di Pertamina, PLN, Pupuk Indonesia, dan Garuda dikuasai pejabat politik (deputi menteri menjabat sekaligus komisaris).
4. Analisis Komprehensif
Anggaran vs Akuntabilitas
Lembaga seperti Polri dan Kemenhan menerima anggaran sangat besar, namun data menunjukkan Polri juga memiliki catatan pelanggaran HAM terbanyak. Pertanyaan penting: apakah besarnya anggaran diimbangi dengan akuntabilitas dan reformasi internal?
Korupsi Sistemik
Pengadaan barang dan jasa menjadi pusat masalah korupsi. Praktik kolusi dan nepotisme menambah kerumitan birokrasi dan menciptakan konflik kepentingan. Tindakan diskresi semacam ini merugikan kepercayaan publik dan anggaran negara.
Penguatan Pengawasan
Solusi yang digagas antara lain: sistem merit dalam rekrutmen ASN, transparansi LHKPN, digitalisasi pengadaan, dan pengendalian internal lebih kuat Universitas Gadjah Mada. Reformasi semacam ini menjadi kunci mengatasi korupsi dan nepotisme.
-
Lembaga penerima anggaran terbesar 2025: Kemenhan, Polri, PUPR, Kemenkes, Kemendikbudristek, Kemenag, Kemensos, BGN, Kemenkeu, hingga Perhubungan dan Kejaksaan.
-
Institusi pelanggar HAM terbanyak: Polri, berdasarkan data Komnas HAM 2022–2024.
-
Korupsi, kolusi, dan nepotisme masih merajalela dalam pengadaan barang, proyek fiktif, dan struktur kelembagaan yang dicap politis, terutama di birokrasi dan BUMN.
Akuntabilitas harus menjadi syarat anggaran besar. Reformasi birokrasi dan penguatan transparansi sangat penting untuk memastikan dana publik digunakan demi kepentingan rakyat, bukan celah korupsi atau pelanggaran hak.