Memang, dunia K-Pop selalu tampak gemerlap. Idol tampil dengan visual sempurna, koreografi sinkron, dan aura bintang yang memesona. Namun, di balik sorotan lampu dan panggung megah, terdapat standar kecantikan yang sangat tinggi. Standar ini tidak hanya menjadi tuntutan dari “agensi”, tetapi juga dari publik dan penggemar. Idol dituntut untuk terlihat “sempurna” setiap saat. Hal inilah yang sering melahirkan tekanan sosial yang berat.

Standar kecantikan di industri K-Pop cenderung seragam. Tubuh yang kurus, kulit putih mulus, wajah kecil dengan dagu berbentuk “V-line”, mata besar, dan pipi tirus (pipi tidak terlalu tebal atau cekung, membuat garis tulang wajah lebih jelas serta memberikan kesan wajah lebih tegas dan ramping) dianggap sebagai visual ideal. Bukan hanya idol perempuan, idol laki-laki juga menghadapi ekspektasi (harapan tinggi) yang tidak kalah berat. Mereka dituntut tampil rapi, dengan tubuh yang proporsional, serta wajah yang tetap terlihat lembut dan awet muda. Semua ini membentuk citra bahwa kesuksesan dalam K-Pop sangat erat kaitannya dengan penampilan fisik.

Membuat Stress

Namun, standar yang kaku ini membawa dampak besar terhadap kesehatan fisik dan mental. Sebuah survei dari Korea Creative Content Agency menemukan bahwa 68% pekerja hiburan di Korea Selatan (Korsel) mengaku pernah mengalami kecemasan atau depresi. Hanya 13% yang mencari bantuan profesional. Angka ini menunjukkan adanya jurang besar antara beban yang dirasakan dan keberanian untuk mencari pertolongan. Tidak sedikit idol yang mengalami gangguan pola makan akibat diet ekstrem yang dipaksakan. Beberapa bahkan ada yang hanya mengonsumsi beberapa ratus kalori per hari sebelum comeback. Sebuah praktik yang berbahaya bagi tubuh.

Dampak lain yang muncul adalah menurunnya rasa percaya diri dan munculnya ketidakpuasan terhadap tubuh. Tidak hanya idol, penggemar pun ikut terpengaruh. Banyak remaja yang membandingkan diri dengan idola mereka dan merasa kurang menarik.

- Poster Iklan -

Fenomena itu meluas lewat media sosial. Wajah dan tubuh para idol menjadi standar baru yang sulit dicapai bagi masyarakat umum. Budaya membandingkan diri inilah yang mendorong meningkatnya ketidakpuasan tubuh.  Bahkan memicu keinginan melakukan operasi plastik. Data menunjukkan sekitar 1 (satu) dari  5 (lima) perempuan di Korsel pernah menjalani prosedur operasi plastik. Angka yang mencerminkan betapa kuatnya pengaruh standar visual tersebut, bukan?.

Para pakar pun menilai tekanan ini berakar dari sistem trainee yang keras. Sejak usia belasan tahun, calon idol dilatih selama 15 hingga 16 jam per hari. Bukan hanya dalam vokal dan tari, tetapi juga dalam menjaga penampilan. Agensi mengontrol pola makan, penampilan kulit, hingga berat badan trainee. Tekanan semakin berat ketika idol debut. Apalagi ada komentar netizen yang buruk dan kejam. Kesalahan kecil dalam penampilan kerap diperbesar. Sehingga idol hidup dengan rasa diawasi setiap saat.

Meski isu kesehatan mental mulai dibicarakan lebih terbuka, stigma masih kuat di Korsel. Banyak idol yang tidak mau  mencari pertolongan profesional karena takut dianggap lemah atau tidak profesional. Kasus tragis beberapa idol yang memilih mengakhiri hidup, seperti Jonghyun SHINee, Sulli, dan Moonbin, menjadi bukti nyata bagaimana tekanan sosial dan standar kecantikan dapat membawa konsekuensi fatal. Tingkat bunuh diri yang tinggi di kalangan remaja dan usia 20-an di Korea juga mencerminkan masalah sistemik yang belum terselesaikan.

Perlawanan

Meski demikian, ada tanda-tanda perubahan. Beberapa idol mulai berani berbicara terbuka tentang tekanan yang mereka alami. Fans juga makin kritis. Banyak yang mendukung idol tampil lebih natural atau menentang standar kecantikan yang terlalu ketat. Agensi perlahan mulai menyediakan dukungan kesehatan mental, meskipun belum merata. Pemerintah pun mengambil langkah dengan memperketat aturan terhadap cyberbullying dan komentar jahat di internet.

Idol juga berani melawan.  Beberapa justru menolak standar kecantikan yang terlalu kaku. Salah satunya adalah Hwasa dari Mamamoo. Sejak debut, Hwasa sering mendapat kritik karena kulitnya lebih gelap dan tubuhnya tidak se-“kurus” idol lain. Tapi Hwasa menanggapi dengan percaya diri. Ia pernah berkata, “Kalau aku tidak cocok dengan standar kecantikan Korea, maka aku akan membuat standarku sendiri.” Kalimat ini kemudian menjadi ikonik dan menginspirasi banyak penggemar untuk menerima tubuh mereka apa adanya.

Namun perlawanan untuk standar perubahan memang tidak mudah. Standar kecantikan sudah begitu melekat dalam budaya pop Korea, bahkan menjadi salah satu faktor penting dalam pemasaran dan promosi grup. Kompetisi yang ketat membuat idol atau grup yang tidak sesuai standar sering dianggap kalah bersaing. Fans pun tidak sepenuhnya bebas dari peran dalam menekan idol. Fans tak jarang membuat permintaan mereka terhadap visual tertentu sering kali menjadi alasan agensi mempertahankan standar lama.

Apa yang Harus Dilakukan?

Kesimpulannya, standar kecantikan dalam industri K-Pop bukan sekadar persoalan estetika, melainkan sebuah sistem tekanan yang berdampak luas. Data menunjukkan mayoritas entertainer pernah mengalami kecemasan atau depresi, tetapi hanya sebagian kecil yang mencari bantuan. Diet ekstrem, operasi plastik, dan beban untuk selalu tampil sempurna membuat banyak idol berjuang sendirian menghadapi masalah kesehatan mental. Kondisi ini juga menular ke penggemar, terutama remaja, yang kemudian merasa tidak cukup baik bila dibandingkan dengan idolanya.

Agar K-Pop tetap menjadi sumber inspirasi, perubahan sangat dibutuhkan. Industri hiburan perlu mulai merangkul keragaman bentuk tubuh dan wajah. Media harus lebih bijak dalam menggambarkan kecantikan. Masyarakat perlu belajar menerima perbedaan rupa. Dukungan kesehatan mental harus diperluas, sementara stigma perlu dilawan. Jika langkah-langkah ini dilakukan, K-Pop bisa terus bersinar bukan hanya lewat musik dan pertunjukan, tetapi juga lewat nilai positif tentang kesehatan, keberagaman, dan penerimaan diri.

Ke depan, agar K-Pop mempunyai peran positif di masyarakat. Menngatasi lingkaran setan soal dampak buruk standar kecantikan memang tak mudah. Karena lingkaran setan itu akan melibatkan idol, agensi, media, pemerintah dan fans sendiri. Apakah akan menunggu korban-korban bunuh diri idol lebih banyak karena stress? Atau apakah fans sudah cukup puas menikmati standar kecantikan dan menirunya dalam kehidupan sehari-hari tanpa peduli dengan dampak buruknya?

- Cetak Buku dan PDF-

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here