Membaca Pramoedya: Sublimasi Imajinasi Sastrawi dan Fakta Sejarah (sumber foto: IDN Times)
Membaca Pramoedya: Sublimasi Imajinasi Sastrawi dan Fakta Sejarah (sumber foto: IDN Times)

Pembaca yang menekuni karya-karya Pramoedya Ananta Toer akan sulit menghindari kehadiran pengarang dalam detail cerita. Proses kreatif Pramoedya berpijak dari kenyataan sejarah sebagai kebenaran hulu. Kemudian dia tanggapi kebenaran hulu itu menjadi kebenaran hilir.

Ketika menjadi editor buku Hikayat Siti Mariah karya Haji Mukti pada sub bab Kesastraan, Pramoedya mengatakan kepada peneliti Sastra Indonesia asal Belanda, A. Teeuw: “Mukti menggunakan tanggal-tanggal dalam menandai waktu kapan peristiwa-peristiwa yang ditulisnya terjadi. Tetapi hikayat adalah hikayat dan kenyataan adalah kenyataan. Kenyataan adalah kebenaran hulu. Dalam tanggapan pengarang, ia menjadi kebenaran hilir.” Dengan kata lain: ‘yang terjadi’ itu adalah kebenaran hilir, terolah dengan sejumlah kekayaan dan kemampuan batin si pengarang bersangkutan dan tentu saja tak dapat dilupakan, daya imajinasi.

Sublimasi antara imajinasi, data-data konkret, dan fakta sejarah dalam proses kreatif Pramoedya kemudian bertransformasi menjadi kebenaran hilir sastrawi. Mengamati proses tersebut, Teeuw mengibaratkan,  data konkret, fakta, dan peristiwa seolah-olah seperti sumber sungai yang sepanjang alirannya menerima berbagai ‘masukan’ dari daerah sekelilingnya (anak sungai: data-data tambahan; daerah alirnya: konteks sosial serta pengalaman pengarang plus daya ciptanya) dan akhirnya bermuara dalam karya sastra. Membaca sastra tak lain dari membaca kebenaran hilir, kemampuan hilir, kemampuan batin, dan daya imajinasi pengarangnya.

Pramoedya menggunakan daya pikir dan imajinasi untuk mengungkap kebenaran di balik kepalsuan realitas sosial. Tujuannya tak lain adalah kemerdekaan hidup setiap manusia. Melalui gaya (style) kepengarangan, Pramoedya menjadi representasi sosok sastrawan realis. Sedangkan realitas sosial yang digelutinya saat menciptakan berbagai karya, selalu mengambil titik pijak dari kenyataan sehari-hari serta sejarah perjalanan hidupnya. Pada titik inilah terjadi sublimasi antara fakta sejarah diri Pramoedya sendiri dengan fakta sejarah di luar konteks diri dengan kebebasan personal sebagai  seorang sastrawan. Kedua fakta itu kemudian menjelma sebagai ‘fakta sastrawi’.

- Poster Iklan -

- Cetak Buku dan PDF-

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here