Film animasi patriotik Merah Putih One For All menuai hujan kritikan meskipun dibalut niat membangun semangat kebangsaan. Dua isu utama—anggaran fantastis dan waktu produksi yang terlampau singkat—memicu debat sengit di kalangan netizen dan profesional industri.
Anggaran ‘Fantastis’: Rp 6,7 Miliar yang Dipertanyakan
Liputan6 melaporkan bahwa film ini digadang-gadang menghabiskan dana sekitar Rp 6,7 miliar, dan sempat muncul desas-desus keterlibatan Kemenparekraf. Namun, Wakil Menteri Ekraf, Irene Umar, secara tegas membantah adanya dukungan finansial ataupun fasilitas promosi dari pemerintah liputan6.com. Alhasil, publik mulai meragukan penggunaan dana besar tersebut—apakah dialokasikan untuk mendukung kualitas atau sekadar propaganda.
Produksi Kilat: Sebuah Eksperimen Gagal?
Menurut laporan Unicorn Fantasian, produksi film ini memakan waktu hanya dua bulan, dari Juni hingga pertengahan Agustus 2025 Unicornfantasian. Dalam dunia animasi, itu adalah waktu yang sangat tidak realistis untuk menghasilkan produk berkualitas. Trailer-nya pun menuai kritikan akibat visual yang dianggap amatir, animasi yang kaku, serta prop dan desain yang terlihat seperti setengah jadi Unicornfantasian.
Netizen: Poster dan Trailer ‘Tak Layak Bioskop’
Komentar warganet tak kalah pedas. Banyak yang menyamakan poster film mirip “cover CD bajakan”, dan narasi visual di trailer dinilai murahan serta tidak akurat Unicornfantasian. Selain itu, ada adegan dalam film yang kontroversial simbolik—seperti anak-anak yang memilih mengambil bendera secara ilegal daripada membelinya—yang dilabeli sebagai kritik implisit terhadap korupsi publik Lombok Post.
Industri Film: Butuh Anggaran Ideal Rp 30–40 Miliar
Sutradara Hanung Bramantyo ikut angkat suara, mengatakan bahwa anggaran Rp 6–7 miliar—setelah dikurangi pajak—“tetap tidak akan menghasilkan kualitas layak bioskop.” Menurutnya, idealnya film animasi berkualitas memerlukan dana Rp 30–40 miliar dan waktu produksi selama 4–5 tahun Solo Balapan. Komentar ini muncul sebagai kritik pedas terhadap ambisi produksi yang terlalu terburu-buru.
Dampak terhadap Kepercayaan Publik
Alih-alih membangkitkan semangat nasionalisme, film ini justru menjadi contoh buruk manajemen proyek dan komunikasi publik. Ketika kualitas terbukti jauh di bawah harapan, citra “karya kebangsaan” berubah menjadi isu kegagalan—pelajaran mahal bagi industri animasi nasional suara.com.
Ringkasan Kontroversi
Isu | Detail |
---|---|
Anggaran | Rp 6,7 miliar, tanpa dukungan pemerintah |
Produksi | Durasi pengerjaan hanya 2 bulan |
Kualitas Visual | Dinilai amatir oleh netizen dan profesional |
Pernyataan Industri | Sutradara menyarankan anggaran dan durasi ideal jauh lebih besar |
Merah Putih One For All sejatinya digarap dengan niat memupuk kebanggaan nasional. Namun, eksekusi yang terkesan terburu-buru dan minim transparansi menjadikannya contoh kegagalan produksi kreatif. Alhasil, pesan patriotik yang dimaksud justru terselubungi oleh kontroversi. Bagi pelaku industri, hal ini jadi pengingat bahwa ambisi besar butuh pendanaan dan waktu yang memadai, serta komunikasi publik yang jujur dan terbuka, agar semangat kreatif tak terkubur oleh kritik dan skeptisisme publik.