Luar biasa saat Kita memahami kenyataan bahwa dalam beberapa kejadian, sebuah hal besar dapat dipicu dan bermula dari hal kecil. Salah satu teori yang membahas hal ini, adalah The Butterfly Effect, dimana sebuah kepakan sayap kupu-kupu di hutan Brazil, dapat memicu badai tornado di Amerika Serikat.
Dalam kejadian marketing, hal yang serupa juga Saya temukan saat berselancar dalam menghandle klien. Menarik mengikuti sebuah fakta bahwa : balon bisa nambah omzet di bisnis kuliner.
Konyol tapi nyata.
Ceritanya, bermula dari sebuah resto di Kediri, yang punya sentuhan sederhana di setiap akhir pekan, yakni semua tamu dengan kategori anak kecil, kisaran usia di bawah 10 tahun yang datang ke resto bareng orang tuanya, akan auto mendapatkan balon, gratis, cuma cuma. Reakasinya menarik, karena orang tuanya akan terkejut senang, dan anaknya tentu girang bukan kepalang.
Seperti sebuah reaksi wajar dan standar ya? Sampai kemudian di pekan berikutnya, rombongan tamu ini datang lagi ke resto, istilah kata : repeat order, dengan sang bocil langsung berhambur menyerbu ke ruang marketing, dengan pinta yang polos :
“Kak, mau minta balon lagi.”
Sebuah fenomena sederhana yang dapat menjadi indikator bahwa siasat balon yang receh remeh temeh ini jadi faktor dan variabel, sang bocil bisa menjadi penentu keluarganya makan dimana weekend ini.
Cukup lama Saya berpikir, bahwa penguasa otoritas rumah tangga adalah istri, bos cewek yang cukup dengan senyuman tipis dan atau tatapan mata, bisa bikin bos cowok tunduk tak berkutik. Langka lah kalau ada suami yang sok sok an lebih punya power dalam rumah tangga, adanya ya bos cewek yang menguasai singgasana.
Kurang kisah apa, Firaun yang ngaku tuhan aja, kicep kayaknya kalau dibentak sama istrinya, he he he.
Eh namun dari kisah balon yang dibagikan saat weekend, nampaknya selain bos cewek, ada juga penerus kecil, yang juga punya sebagian kuasa, untuk menentukan pengen akhir pekan ini makan dimana, dan memori kecilnya merekam, milih aja tempat makan yang memberi dia hal lebih dibandingkan tempat lain, yakni : balon.
Menarik mendalami bahwa barang remeh temeh seharga seribuan bisa jadi faktor pembawa traffic walk in, terutama jika tempat Kita menyasar segmen pasar keluarga yang datang rombongan rame-ramean.
Kalau boleh bicara jujur, resto dan cafe itu sejatinya lebih suka kalau kedatangan tamu keluarga, ya kan? Emang seru sih kalau diserbu anak muda, suasana jadi lebih hidup, hype, dan akan banyak konten keren berseliweran membahas tempat Kita. Namun kalau mempertimbangkan aspek omzet, maka tamu keluarga adalah andalannya. Datang rame-rame, belanja lumayan royal, makan bentar anaknya rewel karena bosan, kemudian mereka lanjut jalan. Perputaran penggunaan seating capacity jadi lebih optimal.
Kisah bagi bagi balon di Kediri, Saya adopsi dan duplikat ke Pondok Aren, Tangerang Selatan, dan menebar pesona yang sama. Kisah juga Saya lanjutkan ke sebuah Resto di Mangunsari, Tulungagung, pun dampaknya juga serupa, market bocil digandeng Papa Mama mengalir dengan deras.
Kisah balon adalah salah satu penerapan metode promo dengan melibatkan : merchandise. Sedikit berbeda dengan promo yang memakai sistem bonus, karena bonus yang diberikan atau ditambahkan ke konsumen, biasanya adalah barang lain yang memang Kita jual. Promo dengan merchandise, melibatkan item atau barang lain yang tidak Kita jual, namun bisa didapatkan oleh konsumen saat belanja produk Kita.
Simpelnya seperti menu Happy Meal di McD, beli nasi ayam dapat memilih mainan, atau Kinder Joy, beli cokelat dapat mainan dengan sensasi random. Maka jika Kita berpikir ada promo dengan konsep : bisa dapat gantungan kunci, mug, tumbler, kaos, topi, pulpen, kalender, dan semacamnya, maka itulah praktek promo dengan merchandise.
Kata kuncinya, barangnya kecil, simpel, tapi biasanya imut dan kiyowo, beberapa bahkan collectible. Karena syaratnya relatif mudah, biasanya yang bisa dapat, banyak orang.
Memang terdengar remeh temeh dan sepele, namun jangan diremehkan dan jangan disepelekan. Jangan minder dengan pemikiran, ah, kalau cuman ngasih gimmick promo merchandise gini apa gitu, konsumen mana tertarik? Eh jangan salah, balon seribuan aja bisa mengubah keputusan tentang mending kemana keluarga makan? Daripada pakai jurus mabuk diskan diskon 10% atau 20% yang bikin profit habis bahkan tekor? Ya mending main di promo merchandise.
Apalagi dengan pondasi berpikir sederhana, mending Kita mau effort kasih merchandise ke konsumen. Brand lain, kompetitor Kita, emang kasih apa ke konsumennya?
Lakukan duluan agar jadi pelopor, dan menanamkan kesan, kalau ada brand lain ngikutin, maka tentu, merekalah pengekor.