luthfi j kurniawan

Malam akhir pekan pada pertengahan bulan februari, kota Malang selalu diguyur hujan. Semalam saat menyusuri jalan-jalan di jantung kota malang yang menggunakan pengaturan arus baru untuk menengok sebuah pertunjukan wayang kulit di alun-alun Tugu Kota Malang akhirnya batal alias tidak jadi meskipun hanya sebentar. Pembatalan ini kami lakukan demi menjaga stamina karena di lokasi acara butiran-butiran air hujan yang jatuh bukan lagi masuk kategori gerimis tetapi deras.

Perjalanan selanjutnya menyusuri jalan Basuki Rakhmat yang sedang diperkuat menjadi wilayah wisata dengan tema heritage. Memang jika kita menyusuri ruas-ruas jalan dan kampung-kampung di Malang, akan cukup layak untuk dijadikan destinasi wisata sejarah apalagi yang suka dengan “kelangenan” masa lalu, masa yang cukup banyak memberikan inspirasi tentang dinamika dan perubahan kehidupan masyarakat di Malang maupun di tempat-tempat lain yang dijadikan pusat peristirahatan zaman pemerintahan Hindia-Belanda.

Mendekati ”prapatan Raja Bali” Kota Malang, hujan mereda. Disebut prapatan rajabali, karena dalam bahasa Jawa berarti persimpangan jalan yang mempunyai empat arah, kemudian pengucapannya dimudahkan menjadi prapatan. Sedangkan disebuut Rajabali karena pada zaman dulu di Jl. Basuki Rakhmat, yang didulu dikenal dengan jalan Kayu Tangan ada sebuah toko yang bernama Raja Bali, dari sanalah kemudian dikenal dengan sebutan prapatan Raja Bali.

Sambil duduk dan menikmati gerimis, karena hujannya telah mereda, di jalan trotoar mulai terlihat hilir mudik muda mudi yang menyusuri jalanan “kawasan heritage” ini. Sempat terdengar pembicaraannya meskipun sayup-sayup. Mereka bercakap, “ …memang dunia itu ada hujan dan ada terang dan juga ada siang dan malam, dan juga ada hitam dan putih…” entah topiknya apa yang mereka bicarakan sambil berjalan dengan teman-temannya. Namun yang terdengar oleh telinga saya adalah tiga hal tentang “hukum alam” yang memang telah begitu adanya sesuai dengan sunnatullah-nya semesta. Lalu saya tertarik dengan dua kata hitam dan putih. Ya, hitam dan putih.

- Poster Iklan -

Jika diperumpamakan kepada kehidupan maka sejatinya kehidupan itu adalah hal yang menyangkut tentang kesalahan, keburukan, maupun sesuatu yang negatif, yang kemudian dipersonifikasikan dengan sebutan yang salah, yang tidak normal disebut hitam. Sedangkan hal yang menyangkut tentang kebaikan, kebenaran ataupun hal yang positif, yang dianggap tidak menyalahi norma umum kehidupan dipersonifikasikan dengan putih. Itulah kesimpulan sederhana tentang kehidupan yang fana ini, hanya ada “hitam dan putih” dalam menekuri kehidupan.

Kehidupan yang hitam putih seringkali menjadi perumpamaan yang mudah dan cepat untuk menarik kesimpulan dalam setiap nafas kehidupan masyarakat. Baik adalah putih dan buruk adalah hitam. Kehidupan seolah hanya terdiri dari satu warna. Satu pilihan. Kalau tidak hitam, ya, putih. Seolah kehidupan adalah monokrom. Tidak ada pilihan. Inilah hasil proses kebudayaan manusia semenjak beribu-ribu abad. Hasilnya adalah monokrom. Padahal manusia diberi banyak kelebihan oleh Tuhan untuk melakukan banyak hal. Tidak hanya satu pilihan. Inilah kemerdekaan manusia untuk memilih tentang apa yang menjadi pilihan dalam kehidupannya.

Kata monokrom atau ekawarna, jamak digunakan untuk sebuah karya lukisan atau karya fotografi. Di masa lalu penyebutan hitam putih atau monokrom dalam karya-karya seni biasa terjadi, bahkan tak jarang dijadikan simbol yang mentereng. Sedangkan penyebutan untuk kehidupan manusia juga banyak yang dipersamakan secara sempit tentang benar salah sebagaimana perumpamaan yang telah diuraikan diatas.

Meskipun dalam kehidupan itu sangatlah berwarna warni, tidak hanya satu warna, hanya ada hal yang baik atau satu hal yang buruk saja, tetapi tetaplah jua orang akan terus terjebak kepada pemaknaan yang sederhana bahwa kehidupan itu tetaplah akan bermuara pada penyebutan warna hitam atau putih. Sebagaimana bait terakhir lirik lagunya Tulus yang berjudul monokrom yaitu, …lembar monokrom hitam-putih # aku coba ingat warna demi warna di hidupku # tak akan ku mengenal cinta # bila bukan karna hati baikmu. 

- Cetak Buku dan PDF-

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here