Baru juga lima menit ngobrol, kok sudah adu mulut,”keluh seorang ibu di sebuah pertemuan dasa wisma. Pernahkah anda mengalami hal serupa? Niatnya mau berbicara baik-baik, namun ujung-ujungnya malah ribut. Anak ngambek, pasangan uring-uringan, situasi rumah yang awalnya tenang menjadi tegang. Padahal yang diinginkan sebenarnya sama : ingin bisa ngobrol tanpa marah-marah.

Ketika Obrolan Berbuah Pertengkaran

Sebagian besar konflik yang terjadi dalam keluarga tak selalu berasal dari niat buruk. Tak ada niat untuk sengaja menyakiti suami, istri, atau anak. Namun acapkali emosi datang lebih dahulu sebelum kita sanggup menyusun kata dengan hati-hati. Stress bertumpuk, beban pekerjaan, kelelahan dan kekecewaan kecil yang menumpuk, tak jarang membuat nada bicara tiba-tiba naik tanpa disadari. Kalimat sederhana seperti halnya, “Ini kenapa belum diberesin?” bisa menjadi kalimat bernada tuduhan, alih-alih pertanyaan. Dari sinilah percakapan berubah menjadi pertengkaran.

Masalahnya otak manusia cepat sekali menangkap ancaman. Kalimat sederhana tadi ketika diucapkan dengan nada tinggi akan memunculkan sinyal perlawanan. Respon komunikan atau penerima pesan bisa jadi: menjawab dengan nada lebih tinggi, diam atau memilih pergi. Joseph LeDoux, ahli neurosains, mengatakan manusia memiliki amigdala, yakni struktur otak yang mirip kacang almond. Amigdala ini akan bereaksi sangat cepat terhadap sinyal ancaman, bahkan sebelum otak rasional atau korteks prefrontal sempat memproses maknanya. Nada suara yang tinggi membuat tubuh melakukan refleks karena menganggapnya sebagai ancaman. Akibatnya respon emosional pun muncul, dan hal itu terjadi secara refleks, bukan karena hasil dari berpikir panjang. Hal ini menjelaskan keadaan mengapa manusia bisa langsung defensif hanya karena nada suara, bukan karena isi kalimat. Sebab amigdala memproses “sinyal ancaman” begitu cepat.

Bukan Isi, Tapi Cara Bicara

Salah seorang tokoh psikologi yang concern pada kajian komunikasi interpersonal, Jack R.Gibb, membedakan dua iklim komunikasi, yakni iklim defensive (bertahan dan menyerang) dan iklim supportive (mendukung dan terbuka). Iklim defensive muncul saat kita merasa diserang. Kalimatnya bernada menilai, menuduh, menyalahkan, atau mengatur, misalnya kalimat, “Kamu tuh malas banget!”. Jika mendengar kalimat tersebut, respon penerima pesan refleks menutup diri. Otak akan mengaktifkan mode bertahan, responnya bisa melawan atau balik menyerang. Sebaliknya, iklim percakapan supportive terasa aman karena fokus pada perasaan dan kebutuhan tanpa menuduh. Contoh kalimat yang mendukung iklim supportive misalnya, “Aku butuh bantuanmu supaya pekerjaan rumah nggak numpuk,”. Kalimat tersebut tidak bernada menuduh, nadanya terdengar mengajak atau melibatkan si komunikan.

- Poster Iklan -

Kedua kalimat yang dicontohkan di atas bedanya mungkin hanya dari nada bicara, namun dampaknya ternyata bisa sangat besar. Kalimat pertama memicu kemarahan dan jarak emosional, kalimat kedua mencoba memunculkan empati dan menumbuhkan kedekatan.

Belajar Jeda, Sebelum Bicara

Mengelola emosi saat ngobrol bukan berarti kita menahan perasaan. Mengelola emosi justru mengajari kita untuk belajar mengenali diri, kapan saat emosi mulai naik, lalu mengambil jeda sesaat sebelum bicara.  Emosi naik bisa dikenali melalui beberapa transisi, salah satunya adalah dengan belajar menyadari sinyal tubuh. Jika nafas cepat dan jantung bedebar, maka itu tandanya emosi mulai naik. Ambil nafas sejenak sebelum menanggapi. Transisi berikutnya bisa dirasakan dari nada bicara. Mengubah nada bicara menjadi lebih lembut akan efektif untuk mempengaruhi respon penerima pesan. Nada lembut akan memberi sinyal pada lawan bicara bahwa kita ingin berdialog, bukan berdebat.

Kesabaran, empati dan pengendalian diri adalah tiga hal penting yang menjadi dasar komunikasi yang sehat di rumah. Dengan membiasakan diri melakukan jeda sebelum berbicara, kita akan mampu mengelola tiga pondasi penting tersebut. Sebab, terkadang, satu detik diam bisa menyelamatkan satu jam pertengkaran.

- Cetak Buku dan PDF-

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here