Selama ini Riau terkenal dengan daerah yang jadi langganan kabut asap, bahkan disebut mengekspornya ke negara tetangga. Nyaris setiap tahun media nasional memberitakan kunjungan Presiden ke lokasi kebakaran hutan/lahan, jumlah titik panas (hotspot), jalanan berkabut, masyarakat memakai masker dan anak-anak sekolah yang diliburkan. Satu sisi menunjukkan bahwa Riau mendapat perhatian, namun di sisi lain menunjukkan buruknya pencegahan kebakaran hutan/lahan.
Bukan tanpa sebab, kebakaran hutan/lahan berkelindan dengan fakta bahwa Riau adalah daerah dengan kebun kelapa sawit terluas di Indonesia. Dalam laporan Statistik Perkebunan Unggulan Nasional 2021-2023 Kementerian Pertanian, Riau tercatat memiliki 3,49 juta ha perkebunan kelapa sawit. Sekitar 20,75 % dari total luas perkebunan kelapa sawit nasional. Hal ini mengindikasikan bahwa kebakaran hutan yang terjadi disebabkan adanya pembukaan lahan besar-besaran untuk perkebunan kelapa sawit. Karena cara yang efisien dan terbilang murah membuka lahan adalah dengan membakar hutan, maka tidak heran bila Riau yang paling luas kebun kelapa sawitnya, menjadi langganan kabut asap.
Tarian Bocah Bikin Heboh Jagat Maya
Sekarang bukan kabut asap yang jadi gunjingan dan perhatian orang-orang. Melainkan sebuah festival budaya yang telah ada sejak abad 17 bernama Pacu Jalur. Sebuah tradisi perlombaan dua perahu panjang (Jalur) yang didayung oleh sekitar 40-60 orang penduduk desa di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing). Uniknya, terdapat bocah kecil yang menari-nari di ujung depan Jalur. Tarian bocah yang meliuk-liuk sedemikian rupa itulah yang kini menyedot perhatian dunia.
Tarian seorang bocah bernama Dhika itu berbarengan dengan populernya istilah, Aura Farming. Sebuah istilah yang menunjukkan seseorang tengah memancarkan aura positif dan mempengaruhi perasaan orang lain. Berkat tariannya yang keren dan unik di atas Jalur, Dhika dipandang penuh aura dan menjadi representasi utama dari Aura Farming.
Tidak hanya itu, gerakan tarian Dhika jadi begitu fenomenal di jagat maya. Media sosial sesak dengan klip tarian Aura Farming Dhika dan lagu Young Black and Rich yang jadi backsound. Gerakannya ditiru oleh berbagai kalangan. Para pesohor dalam dan luar negeri juga ikut-ikutan, bahkan menjadi konten klub sepak bola di Eropa seperti PSG dan AC Milan.
Seketika, Dhika kerap tampil di muka publik. Dia diundang oleh berbagai stasiun TV, konten kreator bahkan para pejabat publik. Bersama mereka, Dhika memperagakan tarian meliuk-liuk tersebut. Lebih dari itu, Dhika didapuk jadi duta pariwisata Provinsi Riau.
Persembahan dari Kedalaman Sumatera untuk Dunia
Viralnya Pacu Jalur di media sosial bukan hanya tentang tarian unik seorang bocah, bukan pula sekadar perlombaan perahu di sungai, melainkan sebuah pembuktian kepada netizen berbagai penjuru dunia bahwa Riau—Indonesia, kaya akan budaya. Dalam hal ini, Pacu Jalur menjadi representasi budaya bangsa. Sebuah persembahan dari kedalaman Sumatera untuk Dunia.
Lebih dalam pada itu, Pacu Jalur sudah sangat pantas menuai kepopulerannya, karena Pacu Jalur memiliki berbagai keistimewaan. Pertama, terdapat beragam nilai di dalamnya, seperti persaudaraan, gotong-royong dan perasaan senasib sepenanggungan. Kedua, Pacu Jalur adalah nyawa dari kebudayaan dan identitas masyarakat, khususnya Kuansing dan umumnya Melayu Riau. Ketiga, Pacu Jalur bertransformasi menjadi sebuah festival budaya yang punya potensi menyedot banyak wisatawan. Bahkan sebelum viral, setiap tahunnya berpuluh ribu masyarakat memadati tepian sungai Kuantan, apalagi jika sudah viral seperti ini. Artinya, ada berbagai peluang yang dapat dimanfaatkan dari perhelatan tersebut. Baik peluang ekonomi, kuantitas wisatawan dan sebagainya.
Menagih Keseriusan Pemerintah
Berkenaan dengan itu, sebulan lagi perhelatan akbar festival budaya Pacu Jalur akan diselenggarakan di Tepian Narosa kota Teluk Kuantan, Kuansing. Tentunya perhelatan tersebut akan menjadi sorotan dunia. Semua mata dari berbagai belahan dunia akan tertuju pada bocah yang menari di atas jalur, media sosial akan kembali sesak dengan konten-konten bertema Aura Farming, bahkan wisatawan akan berduyun-duyun datang. Tanggal 20-24 Agustus 2025 akan jadi hari yang penting untuk menegaskan bahwa Riau bukan lagi tentang kabut asap, tetapi merepresentasikan kekayaan budaya Indonesia.
Maka dari itu, semua pihak harus ikut menyukseskan festival budaya tersebut. Terutama pemerintah, dari semua level. Bukan sekadar latah ikut-ikutan memperagakan Pacu Jalur atau “nebeng” viral dengan Dhika, tetapi butuh keseriusan dan kerja nyata. Sebab, begitu banyak pekerjaan yang mesti diselesaikan dalam waktu pendek ini. Seperti akses jalan lintas Pekanbaru-Kuansing yang selama ini jauh dari kata mulus. Padahal jalan ini adalah satu-satunya akses yang efisien ditempuh oleh wisatawan, karena tidak ada jalan Tol, jalur penerbangan atau pun jalur laut.
Kemudian fasilitas untuk menonton Pacu Jalur, yaitu tribun penonton. Selama ini kebanyakan tribun penonton hanya dibuat seadanya, berbahan kayu dan papan, beratap terpal dan spanduk bekas. Pacu Jalur butuh tribun penonton yang tidak hanya layak, tetapi juga nyaman dan berkelas. Seperti bagusnya tribun penonton di ajang F1 Powerboat Danau Toba 2023 lalu. Selain dua hal itu, hal-hal lain seperti penginapan, transportasi umum, infrastruktur penunjang atau perihal tetek bengek lainnya harus menjadi perhatian.
Suksesnya penyelenggaraan Pacu Jalur nanti akan semakin mengokohkan klaim bahwa bukan hanya kabut asap, tetapi Pacu Jalur yang mengharumkan nama Riau di panggung nasional bahkan dunia. Semangatnya bukan untuk mengabaikan kabut asap sebagai akibat perilaku buruk pembakar hutan, melainkan semangat menegaskan citra baik Riau dan memanfaatkan sebaik mungkin fenomena Aura Farming untuk menebalkan citra kekayaan budaya Indonesia. Karena sekali lagi, saat ini semua mata dari berbagai penjuru dunia sedang melihat bangsa ini.