Kalau Anda mengira penulis hebat lahir karena bakat, Anda perlu mikir ulang. Memang ada orang yang dianugerahi kemampuan menulis sejak kecil. Namun tanpa latihan dan konsistensi, bakat itu tidak akan berkembang. Bahkan penulis kelas dunia sekalipun melewati proses panjang yang penuh perjuangan.

Coba lihat kisah Stephen King. Ia tumbuh di keluarga yang hidup sederhana. Bahkan pernah bekerja sebagai pekerja kasar demi bertahan hidup. Belum lagi ia harus melawan alkohol dan narkotika yang pernah membuat hidupnya berantakan. Pernah juga mengalami kecelakaan parah yang hampir merebut nyawanya. Namun satu hal yang tidak pernah ia tinggalkan yakni menulis. Setiap hari. Terus menerus. Sampai akhirnya ia menjadi salah satu penulis paling terkenal di dunia.

Kalau kita bisa bertanya langsung pada penulis besar mana pun, pasti jawabannya sama. Mereka tidak tiba-tiba jago menulis sejak karya pertama. Tidak ada yang sukses tanpa melewati proses panjang. Mereka belajar, gagal, diejek, ditolak penerbit berkali-kali. Namun mereka tetap menulis.

Yang membikin tulisan itu bagus bukan seberapa keren gelar penulisnya. Tulisan seorang profesor belum tentu mudah dipahami pembaca. Sebaliknya, tulisan seorang mahasiswa bisa jadi jauh lebih jelas dan enak dibaca. Jadi yang penting bukan siapa yang menulis, tapi apakah pembaca paham maksudnya?

- Poster Iklan -

Tulisan yang baik bergantung pada banyak hal. Misalnya tujuan penulisan. Menulis untuk lomba karya ilmiah tentu berbeda dengan menulis artikel santai seperti di blog atau media online. Untuk karya ilmiah, ada aturan ketat yang harus diikuti. Mulai dari struktur, penggunaan bahasa baku, hingga penulisan daftar pustaka.

Sedangkan artikel lebih fleksibel. Anda bisa memulai tulisan dengan kata “misalnya”, membuat opini lebih bebas, dan tidak perlu terlalu kaku dengan aturan akademik. Tujuan artikel kan mengajak pembaca memahami ide Anda dengan cara yang lebih santai.

Contoh untuk artikel;

“Banyak cara orang  mengisi waktu luang. Misalnya dengan berolah raga. Bisa dengan menyalurkan hobi. Boleh jalan-jalan atau berkumpul dengan keluarganya”.

Sementara untuk karya ilmiah;

“Ada banyak cara yang dilakukan orang untuk mengisi waktu luang (leisure time), misalnya dengan berolah raga, menyalurkan hobi, jalan-jalan atau berkumpul dengan keluarganya”.

Audience atau sasaran pembaca juga sangat menentukan pilihan kata. Untuk masyarakat umum, kita perlu menghindari istilah-istilah akademik yang ribet. Contohnya kata “korelasi” lebih baik diganti “hubungan” agar mudah dipahami.

Pengetahuan penulis pun punya peran besar. Anda tidak mungkin menulis dengan baik kalau jarang membaca. Penulis yang tidak banyak membaca biasanya kesulitan memilih kata yang tepat. Kosakatanya terbatas. Ide-idenya kurang kaya. Paham pembacanya pun kurang bagus.

Ketika anak saya duduk di bangku kelas I di MIN Malang I,  pernah mendapat tugas sekolah dari gurunya sebagai berikut “Gambar A bersih karena tidak ada sampah yang…….” Anak saya mengisi dengan kata-kata “berkeliaran”. Oleh gurunya diganti dengan “berserakan”. Maksud anak saya benar sampahnya tidak teratur, tetapi dia tidak tepat karena selama ini lebih sering mendengar dan mengucapkan “berkeliaran” untuk sesuatu yang tidak teratur daripada “berserakan”.

Stephen King bahkan pernah berkata bahwa membaca adalah bagian dari latihan menulis. Buku yang bagus mengajarkan gaya, narasi, dan pengembangan cerita. Namun buku yang buruk juga memberi pelajaran penting, apa yang sebaiknya tidak dilakukan? Jadi buku jelek pun tetap bermanfaat. Artinya, Anda perlu terus menambah bacaan. Semakin banyak Anda membaca, semakin kaya tulisannya. Anda akan tahu bagaimana menyampaikan pesan dengan lebih baik.

Lingkungan juga punya pengaruh besar. Teman dan komunitas akan mempengaruhi cara kita berbicara dan menulis. Kalau Anda aktif di organisasi, diskusi rutin, atau sering berinteraksi dengan orang yang kreatif, itu akan memperluas wawasanmu. Anda jadi lebih peka dan kritis dalam menulis.

Sebaliknya, jika Anda berada di lingkungan yang pesimis dan malas mencoba hal baru, Anda bisa ikut terbawa energi itu. Sebab semangat itu menular. Kalau Anda dikelilingi penulis lain yang semangat berkarya, Anda juga akan terdorong untuk terus menulis.

Jadi, menulis bukan soal menunggu inspirasi turun. Bukan soal punya bakat sejak lahir. Menulis adalah soal disiplin. Soal memaksa diri buat mulai meski malas. Soal belajar dari kritik dan tidak gampang menyerah. Semua penulis besar pernah jadi pemula yang tulisannya hancur. Bedanya, mereka terus latihan sampai tulisan mereka layak dibaca dunia.

Menulis itu proses panjang. Anda butuh membaca banyak, mengamati lingkungan, tahu siapa pembacamu, dan terus belajar memilih kata yang tepat. Bakat mungkin membantu di awal, tapi yang benar-benar membuatmu jadi penulis hebat adalah kebiasaan menulis dengan konsisten. Jangan berhenti hanya karena tulisanmu belum sempurna. Karena penulis hebat bukan mereka yang tidak pernah gagal, tapi mereka yang tetap menulis meski gagal berkali-kali.

- Cetak Buku dan PDF-

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here