Aku Pernah Mengira Petir adalah Tuhan yang Murka sebab Aku Pipis di Celana
aku tidak ingat umurku. yang pasti malam itu hujan
t
u
r
u
n
& aku terlalu ngeri ke kamar mandi.
sebab katanya setan-setan
berkeliaran setelah petang. sehingga
aku pipis di celana & menangis
p e l a n.
di luar, petir tiba-tiba menyambar-nyambar.
tuhan pasti sedang murka sebab aku pipis di celana.
waktu kecil, aku pikir dosa umpama jamur:
tumbuh diam-diam di badan
kalau kau tidur tanpa doa.
oleh karenanya,
aku berdoa. setengah mengigau. minta maaf
atas hal-hal yang bahkan tidak kupahami:
mematahkan pensil, mencuri mangga tetangga, &
membayangkan temanku tubuhnya h a n c u r
ditabrak truk tronton sebab
aku selalu dikalahkan main catur.
kusimpan semua itu
di bawah
bantal.
kini, aku mandi dengan air dingin.
tidak takut petir & setan-setan. &
tuhan,
kalaupun masih ada,
mungkin sibuk dengan soal-soal
yang lebih mendesak
ketimbang seorang anak pipis di celana.
(2025)
Apakah Perempuan Cantik Tidak Buang Air Besar?
pada mulanya adalah ketika aku mencium bau tinjaku sendiri &
bertanya diam-diam: apakah semua orang begini?
lalu kutonton iklan di televisi
perempuan b e r j a l a n a n g g u n
di antara taman bebunga
gaunnya putih-bersih
kulitnya berbinar-binar
giginya terang-cemerlang
seperti janji-janji negara.
apakah perempuan secantik itu pernah duduk atau jongkok di atas lubang toilet kemudian mengejan sekuat tenaga & mengeluarkan sesuatu yang banal dari anusnya?
tiada yang lebih niscaya
dari tumbuh besar &
k e c e w a.
(2025)
Aku Pernah Mengira Jam Dinding adalah Detektif Tua yang Menyamar untuk Mengawasi Tidur Siangku
ingatanku buruk. aku lupa harinya. barangkali
sabtu. aku r e b a h
di lantai, berniat tidur siang sebentar.
jam dinding berdecit pelan,
jarumnya bergeser ke k a n a n.
aku merasa seolah diinterogasi: kenapa aku malas mengerjakan PR agama.
dulu aku percaya bantal bisa menyerap rahasia.
setiap malam aku bisikkan semua dosaku:
menyembunyikan petasan korek di saku baju
menukar bekal nasi goreng dengan ciki rasa jagung bakar
pura-pura sakit perut supaya tidak ikut olahraga lari
keliling lapangan.
suatu sore aku melihat kursi plastik di teras
bergerak sendiri
umpama polisi bayangan yang sedang patroli.
ia mencatat di papan tulis.
tersangka: anak malas tidur siang
bukti: mulut terbuka, kelopak mata hampir tertutup.
hari ini, jam dinding hanya jam dinding
bantal hanya bantal,
kursi hanya kursi.
tapi setiap aku ingin tidur siang,
aku percaya mereka masih berdiskusi diam-diam:
apakah aku pantas ditangkap
atau
cukup dihukum dengan mimpi buruk tentang
berkarib dengan dunia tanpa hal-hal ajaib.
(2025)