Suriah adalah salah satu negara tertua di dunia yang menyimpan jejak sejarah peradaban manusia sejak ribuan tahun lalu. Terletak di kawasan Timur Tengah yang strategis, Suriah dulu dikenal sebagai pusat budaya, perdagangan, dan ilmu pengetahuan. Namun, dalam dua dekade terakhir, dunia justru mengenal Suriah lewat konflik berkepanjangan yang meluluhlantakkan negeri ini. Lantas, seperti apa sebenarnya sejarah panjang Suriah dan bagaimana kondisinya sekarang? Berikut ulasan lengkapnya.
Sejarah Panjang Suriah: Negeri di Persimpangan Peradaban
Suriah merupakan bagian dari wilayah Fertile Crescent — sebuah kawasan subur di Timur Tengah yang dikenal sebagai “tempat lahirnya peradaban.” Bukti arkeologis menunjukkan bahwa sejak lebih dari 5.000 tahun lalu, wilayah Suriah sudah dihuni oleh manusia dengan sistem sosial dan pertanian yang maju. Kota kuno Damaskus bahkan disebut-sebut sebagai salah satu kota tertua yang terus dihuni hingga kini.
Sepanjang sejarahnya, Suriah menjadi persimpangan penting bagi peradaban besar dunia. Wilayah ini pernah dikuasai oleh berbagai kerajaan dan kekaisaran, seperti Mesopotamia, Mesir Kuno, Persia, Yunani di bawah Alexander Agung, hingga Kekaisaran Romawi. Setelah itu, Suriah menjadi pusat penting bagi Kekaisaran Bizantium dan kemudian ditaklukkan oleh kekhalifahan Islam pada abad ke-7.
Damaskus pernah menjadi ibu kota Kekhalifahan Umayyah, menjadikannya pusat politik, budaya, dan ilmu pengetahuan dunia Islam kala itu. Pada abad-abad berikutnya, Suriah berada di bawah berbagai penguasa, mulai dari Dinasti Abbasiyah, Seljuk, Mongol, hingga Kesultanan Utsmaniyah yang menguasai wilayah ini selama ratusan tahun.
Setelah kekalahan Utsmaniyah pada Perang Dunia I, Suriah jatuh ke tangan Prancis di bawah mandat Liga Bangsa-Bangsa. Gerakan nasionalisme rakyat Suriah pun bangkit, hingga akhirnya negara ini merdeka pada tahun 1946.
Suriah Modern: Dari Kudeta hingga Konflik Berdarah
Setelah kemerdekaan, Suriah mengalami periode politik yang tidak stabil. Kudeta demi kudeta terjadi pada era 1950–1960-an, sampai akhirnya Partai Ba’ath mengambil alih kekuasaan pada 1963. Hafez al-Assad, seorang jenderal Ba’ath, menjadi presiden pada 1971 dan memerintah dengan tangan besi selama 30 tahun.
Setelah kematian Hafez, kekuasaan dilanjutkan oleh putranya, Bashar al-Assad, pada 2000. Awalnya banyak yang berharap pada kepemimpinan Bashar, namun kebijakan represifnya memicu ketidakpuasan rakyat. Pada 2011, terinspirasi gelombang Arab Spring, rakyat Suriah turun ke jalan menuntut reformasi. Pemerintah menanggapi dengan kekerasan, memicu perang saudara yang masih berlangsung hingga hari ini.
Suriah Saat Ini: Negeri yang Terbelah
Hingga 2025, Suriah masih belum pulih dari konflik berkepanjangan. Wilayah negara ini terbelah antara berbagai kelompok: pemerintah Bashar al-Assad yang masih memegang kendali di sebagian besar wilayah barat dan selatan, kelompok pemberontak yang masih bercokol di barat laut, serta pasukan Kurdi yang menguasai sebagian timur laut. Selain itu, pengaruh kekuatan asing seperti Rusia, Iran, Turki, dan Amerika Serikat membuat situasi semakin rumit.
Konflik telah menewaskan lebih dari 500.000 orang dan membuat lebih dari 6 juta warga mengungsi ke luar negeri. Infrastruktur hancur, ekonomi runtuh, dan angka kemiskinan melonjak. Di sisi lain, bantuan kemanusiaan terus berdatangan meski masih jauh dari cukup untuk memulihkan negeri ini.
Beberapa kota besar seperti Damaskus dan Aleppo mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan, namun proses rekonstruksi berjalan lambat karena masih adanya pertempuran di daerah lain. Suriah kini menghadapi tantangan berat untuk mencapai perdamaian yang langgeng dan mengembalikan kehidupan rakyat ke kondisi normal.
Suriah adalah negeri dengan sejarah panjang dan kaya, namun kini terjebak dalam konflik yang menyayat hati. Meski perang saudara masih berlangsung, rakyat Suriah terus berjuang untuk hidup di tengah kehancuran. Harapan besar tertuju pada upaya diplomasi internasional untuk mengakhiri perang dan membangun kembali negeri ini sebagai pusat peradaban seperti dulu.
Semoga ke depan, Suriah tidak lagi dikenal sebagai negeri perang, tetapi kembali sebagai simbol perdamaian dan kemakmuran di Timur Tengah.