Sastra adalah jembatan untuk manusia mengungkapkan ekspresi yang dibuat berdasarkan pemikiran, pendapat, pengalaman, dan juga perasaan. Tetapi, ada kalanya seseorang melihat sastra sebagai karya tulis dan bentuk imajinasi seseorang saja. Buku ini ditulis oleh Dr. Yulianeta dimana berfokus pada ideologi gender yang ada pada bentuk karya sastra era reformasi yang berjenis novel. Di dalamnya, banyak sekali faktor yang mendorong adanya ideologi gender dan ketidakadilan gender pada novel-novel era reformasi.
Jika dilihat dari latar belakang nya, Dr. Yulianeta berminat pada studi sastra, pembelajaran sastra, budaya, dan juga kajian gender. Hal itu membuat penulis mudah sekali untuk menulis mengenai kondisi ketidakadilan gender pada era reformasi maupun saat ini. Penulis membawa pembaca dengan irama dan diksi kata yang tersusun dengan rapi. Memasuki bab kedua, penulis menunjukkan berbagai representasi bentuk ideologi gender yang diperlihatkan pada era reformasi. Hal ini menjadi bagian dari refleksi pembaca bahwa ketidakadilan gender baik laki-laki maupun perempuan seharusnya tidak dilakukan.
Penulis memilih 8 novel yang terbit pada era reformasi. Karya-karya tersebut memiliki latar belakang kehidupan beberapa suku bangsa yang ada. Dalam novel Indonesia era reformasi banyak sekali bentuk ideologi gender, seperti ideologi patriarki, ideologi familialisme, ideologi ibuisme, dan ideologi umum yang seksis. Keempat ideologi tersebut disajikan oleh penulis dengan menggambarkan dan menjelaskan keadaan dalam bentuk kutipan pada novel.
Penulis menggarisbawahi bahwa Ideologi memiliki banyak makna dan digambarkan sebagai sikap masyarakat dalam gender, terutama mengenai peran, hak, dan tanggung jawab. Dalam buku ini dijelaskan bahwa ideologi patriarki menekankan pada kekuasaan laki-laki yang mendominasi dan mendiskriminasi kaum perempuan.
Adapun pada novel Saman karya Ayu Utami, dimana yasmin merasa berdosa da bersalah karena telah memperjakai Saman yang membuat Saman mengingkari kaulnya pada Preter. Dimana, perempuan yang berzinah selalu mendapat sanksi lebih berat daripada laki-laki. Dengan kata lain, penulis meresistensika Yasmin atas perkosaan terhadap Saman karena perkosaan tersebut dilakukan tanpa paksaan atau kekerasan.
Kisah kejatuhan manusia selalu dijadikan dasar perbuatan hukum dan keputusan yang tidak adil bagi perempuan. Faktanya, banyak laki-laki yang memandang perempuan seharusnya tidak bekerja jika mereka memiliki anak dan telah menikah. Hal itu terjadi karena mereka selalu berfikir bahwa tugas perempuan adalah merawat suami sebagai pencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan finansial dalam keluarga.
Dalam novel era reformasi juga ditampilkan pula ideologi familialisme dimana itu cukup dominan setelah ideologi patriarki. Ideologi familialisme mengonstruksi peran perempuan sebagai ibu rumah tangga, ibu yang baik, dan istri yang baik. Ideologi familialisme terdapat pula pada novel Tempurung yang direpresentasikan melalui tokoh Bu Barla.
Bu Barla digambarkan sebagai sosok istri yang sangat baik bagi suaminya dan berperan sebagai gender egaliter yakni sebagai perempuan yang bergerak di sektor publik dan domestik sekaligus. Ia adalah seorang istri yang menjadi pencari nafkah utama dalam keluarganya, sedangkan suaminya tidak pernah memberikan nafkah. Dengan begitu, ideologi yang dialami oleh para tokoh perempuan dicitrakan sebagai istri dan ibu yang “ideal”.
“Sebagai istri yang baik, perempuan harus mampu menjadi ibu rumah tangga yang baik pula” mungkin itu sebutan untuk perempuan yang selalu dianggap serba bisa di dunia ini. Dalam buku ini, pembaca akan mengetahui bahwa sebutan istri atau “ibu rumah tangga” yang melekat pada seorang perempuan lebih berkonotasi pengabdian atau pelayanan daripada kekuasaan. Perempuan seringkali merasakan marial tape dimana ada pemaksaan hubungan seksual oleh suami terhadap istri.
Oleh karena itu, ideologi ini sudah menjadi bagian realitas budaya masyarakat sekaligus budaya resmi negara. Perempuan juga sering dikucilkan dari bidang-bidang tertentu, sehingga pekerjaan yang berada pada sektor publik adalah dunia lelaki dan sektor domestik adalah dunia perempuan. Hal ini termasuk pada ideologi umum dimana mengutamakan pemisahan pada bidang pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan dan laki-laki yang dilatarbelakangi oleh pelabelan bentuk feminin dan maskulin.
Dengan menggunakan analisis yang mendalam, buku ini tidak hanya mengidentifikasi bentuk-bentuk ideologi gender, tetapi juga menyoroti bagaimana ketidakadilan gender selalu dipertahankan dalam masyarakat. Selain itu, penulis mampu memberikan gambaran historis dan keadaan sosial yang melatarbelakangi berbagai bentuk ketidakseimbangan gender sehingga pembaca mudah untuk memahami konteks dari isu yang dibahas.
Namun, gaya bahasa yang digunakan cenderung menggunakan bahasa akademik yang kompleks dan terlalu baku. Hal itu menjadi satu tantangan bagi pembaca yang tidak terbiasa dengan buku mengenai kajian gender. Karena membahas mengenai era reformasi saja, buku ini masih belum menggambarkan bentuk ideologi gender dalam bentuk sastra yang lebih luas.
Secara keseluruhan, buku ini tetap menjadi referensi yang sangat berharga bagi akademisi, peneliti gender, dan pembaca yang ingin menggali lebih dalam mengenai representasi ideologi gender dalam sastra. Melalui analisis yang mendalam dan solusi yang diusulkan, buku ini menyajikan wawasan yang kaya tentang perkembangan wacana gender di Indonesia. Meskipun demikian, masih terdapat ruang untuk eksplorasi lebih lanjut dalam kajian gender yang lebih inklusif.
Identitas Buku

Judul : Ideologi Gender dalam Novel Indonesia Era Reformasi
Penulis : Yulianeta
Penerbit : Intrans Publishing
Tahun terbit : Januari 2021 (cetakan pertama)
Tebal Buku : 300 halaman
ISBN : 978-623-95424-2-9
[…] di mana seseorang melampaui struktur simbolik yang mengekangnya. Jeanne yang oleh ideologi patriarki diterakan semacam sekat ideologis yang mengungkung, misalnya, bahwa perempuan semestinya tidak […]