
Konflik Palestina dan Israel telah berlangsung lebih dari tujuh dekade, namun perhatian terhadap sikap negara-negara sekitar Palestina yang tampak diam atau pasif menjadi pertanyaan besar bagi masyarakat internasional, khususnya umat Muslim. Apakah benar mereka tidak peduli? Ataukah ada alasan strategis dan politis di balik sikap tersebut?
Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu melihat lebih dalam faktor geopolitik, hubungan internasional, dan dinamika internal negara-negara Arab dan sekitarnya.
Kepentingan Politik dan Diplomatik
Banyak negara Arab yang dulunya keras terhadap Israel, kini mulai melunak atau bahkan menjalin hubungan diplomatik. Normalisasi hubungan yang dimediasi oleh kekuatan besar seperti Amerika Serikat, misalnya Abraham Accords yang melibatkan Uni Emirat Arab, Bahrain, Maroko, dan Sudan, menunjukkan perubahan pendekatan yang signifikan.
Sebagian negara Arab lebih memilih mendekati Israel demi kepentingan ekonomi dan keamanan, terutama untuk menyeimbangkan pengaruh Iran di kawasan. Dalam konteks ini, mendukung Palestina secara terang-terangan dianggap sebagai risiko diplomatik yang bisa mengganggu stabilitas hubungan luar negeri.
Kondisi Politik dan Ekonomi Dalam Negeri
Beberapa negara seperti Mesir, Yordania, dan Lebanon menghadapi masalah internal seperti kemiskinan, pengangguran, dan konflik domestik. Fokus pemerintah mereka tertuju pada menjaga stabilitas nasional dan menghindari provokasi konflik yang bisa memperburuk keadaan dalam negeri.
Selain itu, keterlibatan langsung dalam konflik Palestina-Israel juga berarti biaya besar secara militer dan ekonomi, yang banyak negara tidak siap atau enggan menanggung.
Persaingan dan Perpecahan di Dunia Arab
Dunia Arab sendiri tidak satu suara dalam menghadapi konflik Palestina. Terdapat perpecahan politik antarnegara Arab, terutama antara negara-negara teluk yang pro-Barat dan negara-negara yang lebih dekat dengan Iran atau blok perlawanan seperti Suriah.
Ketidakharmonisan ini menyebabkan kurangnya kesatuan dalam mengambil sikap tegas terhadap Israel. Meskipun dalam retorika mereka mendukung Palestina, aksi nyata sering kali tidak solid atau bersifat simbolis semata.
Ketergantungan Ekonomi terhadap Barat
Negara-negara Arab, terutama di kawasan Teluk, sangat bergantung pada hubungan ekonomi, perdagangan, dan militer dengan negara-negara Barat seperti Amerika Serikat dan Inggris. Kecaman terbuka terhadap Israel, sekutu utama Barat, dapat mengancam stabilitas hubungan tersebut.
Sebagian penguasa juga takut kehilangan dukungan politik dan militer dari Barat, yang selama ini menjadi penopang kekuasaan mereka. Maka, diam atau netral dianggap sebagai posisi paling aman.
Aksi Diam yang Tidak Selalu Berarti Tidak Peduli
Meski terlihat diam, beberapa negara seperti Qatar dan Turki secara aktif memberikan bantuan kemanusiaan, baik secara langsung maupun melalui organisasi internasional. Namun karena keterbatasan akses dan tekanan internasional, bantuan ini tidak serta-merta mengubah kondisi di lapangan.
Perlu dicatat bahwa sikap diam tidak selalu berarti tidak peduli. Ada kalanya diplomasi dilakukan secara tertutup, dan beberapa tindakan lebih bersifat taktis ketimbang terbuka.
Diamnya negara-negara sekitar Palestina bukan semata karena ketidakpedulian. Ada lapisan kompleks kepentingan politik, ekonomi, dan diplomatik yang memengaruhi sikap mereka. Dunia Arab kini menghadapi tantangan modern yang membuat solidaritas terhadap Palestina tidak lagi menjadi agenda utama, meskipun secara moral dan budaya masih menjadi bagian dari narasi publik.
Jika ingin melihat perubahan nyata, dunia internasional — termasuk masyarakat sipil — harus terus mendesak pemimpin-pemimpin kawasan untuk bersikap lebih aktif dan solutif dalam mendukung kemerdekaan dan keadilan bagi Palestina.