Saya rasa belum banyak yang memikirkan bagaimana manusia Jakarta (homo jakartensis)—seperti catatan Seno dalam bukunya—dapat membawa kebudayaan dalam lanskap obrolan-obrolan urban. Jakarta dianggap sebagai sintesis kota dan desa, tempat di mana orang-orang daerah lain melakukan urbanisasi. Kebudayaan-kebudayaan bercampur dan menjadi suatu ciri yang khas.
Seno Gumira Ajidarma (SGA) mencoba mengangkat berbagai fenomena kehidupan manusia di kota besar, yang sebagian ditulis sejak awal tahun 2000-an. Bukunya yang berjudul Affair (Obrolan Urban) diterbitkan kembali pada tahun 2020, setelah pertama kali muncul pada 2004. Buku ini berisi kumpulan kolom-kolom SGA yang pernah dimuat di tabloid Djakarta dari tahun 2000 sampai 2011, ditambah dua kolom tambahan dari merdeka.com.
Dalam Affair (Obrolan Urban), Seno Gumira Ajidarma mengangkat beragam sisi kehidupan Jakarta—mulai dari budaya, rutinitas harian, hingga urusan asmara. Ia menggambarkan kebiasaan orang-orang Jakarta yang punya pola hidup unik, lucu, dan aneh. Semua disampaikan lewat narasi yang ringan, menggelitik, dan mudah dicerna, sehingga pembaca bisa menikmati tulisan-tulisannya dengan berpikir, ‘Apakah memang seperti ini atau seperti itu?’.
Jakarta yang ditampilkan SGA bukan hanya soal gedung tinggi dan jalanan yang tak pernah tidur. Lewat kolom-kolomnya, ia menunjukkan bahwa ibukota ini juga punya sisi gelap yang sering luput dari sorotan. Di balik citranya sebagai pusat ekonomi yang menjanjikan, Jakarta menyimpan banyak ironi. Ada kepalsuan, kepura-puraan, dan ketimpangan yang terasa seperti sandiwara besar yang terus dipertontonkan. SGA mengajak pembaca untuk tidak hanya melihat permukaan, tapi juga merenungi kenyataan di balik hiruk-pikuk kota.
Buku ini memiliki cara unik dalam mengajak pembaca masuk ke dalam ceritanya. Saat membaca, kita diajak untuk merasa menjadi bagian dari kisah-kisah yang ditulis—entah sebagai tokoh yang diam-diam dikenali, atau sebagai pengamat yang seolah tahu persis apa yang sedang dibicarakan. Seno Gumira Ajidarma menyajikan kolom-kolom esai dengan gaya yang dekat dan akrab, membuat pembaca mudah merasa terlibat secara emosional. Setiap tulisan seperti potongan realitas yang mungkin pernah, atau sedang, dialami oleh siapa pun yang tinggal di kota besar.
Menariknya, buku ini tidak hanya menyajikan tulisan yang ‘panas’ dan penuh kritik tajam, tapi juga ada bagian-bagian yang lebih tenang, kontemplatif, bahkan nyaris datar. Seperti sajian di meja makan, ada menu yang pedas dan menggugah, ada pula yang hambar tapi membuat kita merenung lebih dalam. Meskipun banyak yang dibahas berkaitan dengan kehidupan urban, tetapi esai-esai ini tidak terbatas untuk kalangan masyarakat kota saja.
Fokus utamanya justru lebih menekankan pada kebudayaan—yakni bagaimana kebiasaan, nilai, dan gejala sosial muncul dalam kehidupan sehari-hari. Apa yang ditulis oleh SGA menjadi cerminan dinamika masyarakat secara umum, tidak melulu soal Jakarta. Wacana yang dibangun dalam buku ini bisa dinikmati dan dipahami oleh siapa saja, dari latar belakang mana pun, karena menyentuh hal-hal yang bersifat universal dan relevan dalam kehidupan modern.
SGA akan membawa pembaca untuk merasa seperti ‘ia’ akan menjadi bagian dari salah satu atau salah dua dalam beberapa kolom-kolom esai yang dihidangkan. Barangkali pembaca akan lebih menikmati hidangan yang panas dan lugas, sedaripada hidangan yang dingin dan lusuh, tetapi, buku ini memberikan keduanya. Meskipun begitu, objek dalam buku ini sebetulnya lebih menekankan ke dalam ranah kebudayaan yang muncul sebagai gejala dalam masyarakat umum dan wacana yang dibuat bukan hanya untuk kaum urban.
Salah satu kolomnya yaitu, “Berhala Urban: Semoga Sukses!” akan menunjukkan kepada pembaca tentang bagaimana cara pandang masyarakat tentang kesuksesan memiliki taraf ukur yang ajaib. Manusia berbondong-bondong mencari kesuksesan demi sebuah harga diri dan prestise dalam pandangan masyarakat. Padahal, beberapa orang atau setidaknya ada seseorang yang puas dengan kehidupan yang biasa-biasa saja, menjadi yang kesekian asal bahagia yang benar-benar.
Potongan kutipan yang sekiranya menampar saya sebagai pembaca yang mencoba memahami arti kesenian berupa, “Pindahkan pandangan Anda dari pusat-pusat kesenian dan menyuruklah ke pojok jalan di malam yang kelam, dan akan Anda temukan kesenian sebagai bentuk perjuangan hidup, kesenian sebagai bentuk perlawanan.”—SGA, hal 53.
Mungkin kolom-kolom lain akan lebih seru jika kalian mencoba membaca dan menafsirkannya sendiri. Barangkali beberapa dari kita sering bergumam, “Bagaimana cara hidup di Ibukota?”
Identitas Buku

Judul: Affair Obrolan Urban
Penulis: Seno Gumira Ajidarma
Penerbit: Pabrik Tulisan
Tahun Terbit: Cetakan Pertama, 2020
Jumlah Halaman: xvi + 304 halaman
ISBN: 978-623-92598-0-8